Seskab: Demokrasi Kita Sering Kali Jadi ‘Problem Solving’ Persoalan Demokrasi Itu Sendiri

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 4 Maret 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 956 Kali

Seskab saat pidato pada acara Pisah Sambut Direktur Eksekutif Kemitraan, di JS Luwansa Hotel, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (4/3). (Foto: Humas/Agung).

Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, menyampaikan bahwa demokrasi yang ada di Indonesia sering kali menjadi problem solving dari persoalan demokrasi itu sendiri.

“Ketika ada perbedaan yang sangat tajam termasuk hal yang berkaitan dengan etnisitas, keagamaan, isu-isu yang sensitif ujungnya selesai dengan bagaimana proses pendewasaan demokrasi itu terjadi,” tutur Seskab saat pidato pada acara Pisah Sambut Direktur Eksekutif Kemitraan, di JS Luwansa Hotel, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (4/3).

Contoh yang paling ekstrem, menurut Seskab, adalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur DKI Jakarta, serta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019. Dengan partisipasi di Pilpres 2019 hampir 81%, lanjut Seskab, merupakan partisipasi tertinggi, terbesar, dan terbanyak di seluruh dunia.

“Jadi Pak Jokowi bahkan Pak Prabowo kalau dijumlah orangnya yang memilih Pak Prabowo pada waktu itu lebih banyak dibandingkan yang memilih Trump atau Clinton,” jelas Seskab.

Artinya, sambung Seskab, proses demokrasi di Indonesia sudah mengalami proses pendewasaan dan ini menjadi anugerah bersama.

Walaupun yang mungkin juga menjadi pekerjaan rumah bersama, lanjut Seskab, sekarang ini politik identitas perlahan-lahan semakin menonjol karena orang selalu melakukan pendekatan memberikan previlige kepada kelompok mayoritas dibandingkan minoritas.

“Suku menjadi hal yang dipertimbangkan dalam memilih, agama dipertimbangkan dalam memilih. Mudah-mudahan dalam proses rasionalitas yang bisa dilakukan dalam demokrasi ini, ini juga mendewasakan bangsa kita di dalam memilih pemimpinnya,” urai Seskab.

Infrastruktur dan SDM

Pada bagian lain pidatonya, Seskab menyampaikan bahwa Presiden berkali-kali mengatakan tidak ada lagi visi menteri atau apapun, yang ada hanya visi Presiden.

Saat ini, menurut Seskab, Presiden mengarahkan agar pembangunan infrastruktur dilanjutkan, karena memang konektivitas masih menjadi persoalan di Indonesia.

“Kalau Bapak-bapak lihat pembangunan di Indonesia sekarang ini jangan lihat di Jawa, lihatlah di luar Jawa karena kalau lihat di Jawa dari dulu Jawa selalu dibangun, tetapi di luar Jawa proses pembangunannya lebih massif daripada di Jawa,” jelas Seskab.

Menurut Seskab, banyak orang tidak membayangkan trans Sumatra sebentar lagi tahun 2023 akan tersambung jalan tol dari ujung ke ujung trans Sumatra dan mudah-mudahan paling lama 2024 akhir itu sudah akan terselesaikan.

“Demikian juga dengan trans Kalimantan sekarang baru ruas Balikpapan-Samarinda, tentunya akan dilanjutkan dengan Banjarmasin dan kemudian ke Palangkaraya,” imbuh Seskab.

Kalau mau melihat bandara/pelabuhan yang bagus sekarang, lanjut Seskab, jangan lihat di Jawa, lihatlah di luar Jawa karena memang pembangunan ini tidak lagi Jawasentris tetapi menjadi Indonesiasentris.

Terkait pembangunan sumber daya manusia (SDM), Seskab menyampaikan bisa menjadi sinergi, berkolaborasi dan mutual yang bekerja sama dengan pemerintah karena tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah.

“Kalau pendekatannya terlalu birokrasi dengan BKL-BKL yang ada dengan sistem pendidikan yang tidak kita ubah maka kita tidak bisa melakukan lompatan seperti yang diharapkan oleh Bank Dunia, IMF, Mc Kinsey, maupun Bappenas sendiri Indonesia di tahun 2045 menjadi 4 atau 5 kekuatan ekonomi dunia,” tambahnya.

Seskab menyampaikan harus ada dorongan dan kemitraan yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga begitu banyak kelompok organisasi yang bersama-sama mendorong itu. (MAY/EN)

Berita Terbaru