Seskab: Pesan Presiden, Kalau Kita Berpikir Normal Bangsa Ini Tidak Akan Melompat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Maret 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 28.826 Kali
Seskab bersama Dubes LBBP RI yang dilantik pada 13 Maret lalu, di Kantor Setkab, Jakarta, Jumat (24/3) pagi. (Foto: Humas/Rahmat)

Seskab bersama Dubes LBBP RI yang dilantik pada 13 Maret lalu, di Kantor Setkab, Jakarta, Jumat (24/3) pagi. (Foto: Humas/Rahmat)

Saat menerima 17 Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Negara Sahabat, di ruang rapat Seskab lantai 2 Gedung 3 Kemensetneg, Jakarta, Jumat (24/3) pagi, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyampaikan arahan Presiden Joko Widodo  (Jokowi) yang perlu mereka ketahui.

“Presiden selalu mengatakan persoalan kita ini sudah terlalu banyak, kita tidak boleh lagi berpikir secara normal-normal saja, harus  out of the box. Jadi kalau kita berpikir normal-normal saja, tentunya bangsa ini tidak akan mengalami lompatan kemajuan,” tutur Pramono kepada para Dubes LBBP RI yang telah dilantik Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, pada tanggal 13 Maret lalu.

Karena itu, ujar Seskab, kepada menteri yang sesuai dengan nama kabinetnya yaitu Kabinet Kerja, maka amanat Presiden adalah “kerja, kerja, kerja”. Untuk itu, lanjut Seskab, para Dubes juga diminta untuk “kerja, kerja, kerja”, tidak yang normal-normal saja, karena memang bangsa Indonesia jika ingin maju, maka bekerjanya harus out of the box.

5 Keinginan

Seskab Pramono Anung juga menyampaikan 5 (lima) keinginan yang selalu disampaikan oleh Presiden Jokowi. Pertama, adalah pertumbuhan ekonomi, dan alhamdulillah pertumbuhan ekonomi Indonesia nomor 3 (tiga) di negara-negara anggota G20.

“Kita tumbuh 5,02 persen dan Presiden meminta betul pada para menteri, dan juga mungkin baru pertama kali ada yang namanya Rapat Terbatas per provinsi yang menghadirkan gubernur, karena pemerintah, Presiden dalam hal ini mengharapkan pertumbuhan itu 5,54-5,5%. Kalau lihat apa yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan, kami meyakini ini bisa dicapai,” terang Pramono.

Kedua, lanjut Seskab, penyerapan tenaga kerja, dan yang ketiga adalah penurunan angka kemiskinan. “Kemiskinan kita memang sudah turun, tetapi belum terlalu memuaskan,” ujar Pramono seraya menambahkan, masalah berikut adalah inflasi dan yang terakhir adalah gini ratio.

Menurut Seskab, salah satu persoalan serius di Indonesia adalah gini ratio atau ketimpangan kaya dan miskin. Ia menyebutkan, pada 2014 gini ratio Indonesia 0,41, di tahun 2015 turun sedikit 0,40 sekian, kemudian tahun 2016 turun menjadi 0,397. “Jadi gini ratio kita memang mengalami penurunan,” ujarnya.

Untuk lebih mendorong penurunan gini ratio itu, menurut Seskab, Presiden Jokowi dalam waktu dekat akan mengeluarkan kebijakan yang disebut reforma agraria dan perhutanan sosial.

Seskab juga menyampaikan, bahwa Presiden selalu mengatakan bahwa ke depan itu adalah era kompetisi dan dalam era tersebut yang menjadi poin utama adalah kompetisi itu sendiri, serta keterbukaan.

“Tanpa kompetisi dan keterbukaan, bangsa ini tidak akan bisa menjadi bangsa yang lebih kuat,” tegas Pramono seraya menunjuk bagaimana perubahan di sektor perbankan di Indonesia, utamanya BUMN, yang dulu jam 13.00 sudah tutup, sekarang ini jam 10.00 malam (jam 22.00) direksinya masih di kantor dan bekerja.

Hasilnya, lanjut Seskab, 10 besar di sektor perbankan Indonesia urutan 1,2,3-nya adalah bank pemerintah. “(Artinya) bangsa kita itu kalau diberikan pesaing, kompetisi, maka itu bisa dilakukan,” tutur Pramono seraya menunjuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang dulu selalu disubsidi namun tidak bisa menjadi maskapai dunia, sementara sekarang ini Garuda termasuk jajaran top 5 maskapai dunia.

Tentang tingkat kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB), dijelaskan Seskab, pada 2014 Indonesia berada pada peringkat 140 dari 189 negara. Namun sejak pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, EoDB ini benar-benar di-reform dan sampai hari ini 14 paket kebijakan sudah dikeluarkan. Hasilnya, peringkat EoDB tahun 2015 Indonesia berada pada posisi 120, tahun 2016 menjadi 109, dan tahun 2017 tingkat kemudahan berusaha di Indonesia berada pada peringkat 91 dari 189 negara.

“Dibandingkan dengan negara-negara yang lain, ini lompatannya yang paling luar biasa. Tetapi Presiden tetap tidak puas dan beliau meminta Indonesia harus berada 40 besar. Targetnya 2018 ini, maka ini menjadi tugas yang luar biasa bagi para menteri,” jelas Pramono.

Berikutnya, pemerintah akan tetap mendorong foreign direct investment (FDI), salah satu kunci agar negara Indonesia menjadi maju. Jika memang pihak asing atau swasta bisa, lanjut Seskab, maka berikanlah kepada mereka terlebih dahulu. Jika mereka tidak sanggup, baru BUMN, kalau BUMN tidak sanggup, baru APBN.

“Kenyataannya BUMN banyak ingin mengerjakan sendiri. Nah ini sekarang akan dilakukan beberapa perubahan, contohnya di KEK Tanjung Api-api,” jelas Pramono seraya menambahkan pembangunan yang cukup besar untuk mengejar ketertinggalan, membutuhkan dana yang cukup besar yang tidak cukup hanya dengan mengandalkan APBN dan BUMN.

Maka dengan demikian, ujar Seskab, inilah yang juga yang nanti akan menjadi tugas para Dubes RI untuk negara sahabat, agar kalau memang pihak swasta tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia, yang FDI itu terbuka cukup lebar, dan diberikan perlindungan oleh pemerintah.

Saat menerima ke-17 Dubes RI yang baru itu, Seskab Pramono Anung didampingi oleh Wakil Seskab Ratih Nurdiati, Deputi Seskab Bidang Polhukam Fadlansyah Lubis, Deputi Seskab Bidang Dukungan Kerja Kabinet Yuli Harsono, dan Asisten Deputi Bidang Naskah dan Terjemahan Eko Harnowo.(FID/ES)

Berita Terbaru