Sidang Kabinet Paripurna mengenai Antisipasi Krisis Pangan dan Energi, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta, 20 Juni 2022

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 20 Juni 2022
Kategori: Pengantar
Dibaca: 1.130 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Bapak Wakil Presiden, Bapak-Ibu para menko, para menteri, para kepala lembaga, Pak Jaksa Agung, Pak Kabin, Panglima TNI dan Kapolri, serta di sini saya melihat juga ada Pak Gubernur BI (Bank Indonesia), Pak Ketua Wantimpres juga.

Saya hanya ingin sekali lagi, di awal Sidang Kabinet Paripurna ini, mengingatkan kepada kita semuanya bahwa kita sekarang ini tidak dalam suasana normal. Dunia tidak dalam suasana normal, global tidak dalam suasana normal. Krisis energi, krisis pangan, krisis keuangan sudah mulai melanda beberapa negara. Ada kurang lebih 60 negara yang dalam proses menghadapi tekanan karena utang, sehingga menekan ekonominya, tidak ada devisa, dan masuk pada yang namanya krisis ekonomi, krisis keuangan negara itu. Contohnya satu, dua, tiga sudah mulai kelihatan dan diperkirakan nanti akan sampai ke angka tadi. Inilah yang harus betul-betul kita antisipasi. Jangan sampai, sekali lagi, ada yang merasa kita sekarang ini masih pada keadaan normal.

Oleh sebab itu, apa yang kita miliki, ada windfall dari komoditas kita, yaitu agar sebagian juga ditabung untuk menambah kekuatan, semuanya harus berjaga-jaga seperti itu. Tidak semuanya dihabiskan untuk subsidi energi. Kita tahu karena krisis pangan melanda dunia, harga-harga pangan semuanya naik. Ini rakyat juga harus diberitahu, harga beras naik, tolong sering dibandingkan dengan negara-negara lain. Harga gandum naik, naiknya berapa, sampaikan kepada masyarakat. Dan yang paling mengerikan adalah ancaman kelaparan dan ancaman kemiskinan ekstrem yang mulai kelihatan di negara-negara lain. Diperkirakan saat ini sudah pada angka 13 juta orang mulai kelaparan di beberapa negara.

Krisis energi juga melanda dunia dan saya melihat harga BBM di semua negara naik tajam. Ini juga tolong sekali-sekali Bu Menteri Luar Negeri menyampaikan, membandingkan juga harga beras di sini berapa, di sana berapa. Harga gandum di sini berapa, di sana berapa. Harga BBM di sini berapa, di sana berapa.

Pak Menteri ESDM juga disampaikan seperti itu. Sehingga rakyat tahu bahwa posisi kita ini kalau dibandingkan negara lain ini masih pada kondisi yang sangat baik. Tapi tetap harus waspada dan hati-hati. Jadi terkait dengan krisis energi, baik itu yang namanya BBM, gas, solar, pertalite, pertamax, listrik, ini jangan sampai terlalu mengharapkan, utamanya Pertamina, terutama juga PLN, terlalu mengharapkan dan kelihatan sekali hanya mengharapkan subsidinya di Kementerian Keuangan. Mestinya di sana juga ada upaya-upaya efisiensi, jadi dua-duanya berjalan. Nah, kalau hanya berharap terus pada subsidi dari Menteri Keuangan tanpa ada usaha efisiensi di PLN, di Pertamina, ini yang dilihat oleh publik, kok enak banget.

Mana yang bisa diefisiensikan, mana yang bisa dihemat, kemudian mana kebocoran-kebocoran yang bisa dicegah, semuanya harus dilakukan posisi-posisi seperti ini.

Oh ya saya lupa, selamat datang kepada menteri baru, Pak Zulkifli, Menteri Perdagangan, Pak Hadi Tjahjanto, Menteri ATR/BPN. Maaf lupa, lihat baru ingat.

Kemudian dalam jangka waktu yang pendek, bagaimana bisa meningkatkan produksi. Jadi tidak tergantung sekali pada yang namanya impor. Saya kira sumur-sumur minyak yang ada sekecil apapun agar didorong produksinya, agar meningkat. Tapi yang jelas, yang paling penting solusi pendeknya adalah menjaga harga di masyarakat bawah agar tetap stabil dan terjangkau.

Saya senang kemarin datang di beberapa pasar di Jawa Barat, dan kemarin saya cek lagi di Provinsi Banten harga minyak goreng untuk yang curah sudah di Rp14.000. Tetapi apakah hanya di dua provinsi ini, kita kan ndak, kita harapkan di semua provinsi harganya sudah berada pada angka itu.

Saya tadi menanyakan Bapak Menko Marinves, tanya juga pagi tadi kepada Pak  Mendag yang baru, masih minta waktu dua minggu sampai satu bulan agar merata. Saya kira secepatnya memang harus kita usahakan harga itu bisa tercapai, agar terjangkau oleh masyarakat bawah.

Oleh sebab itu, walaupun beban fiskal kita berat, pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memberikan subsidi kepada masyarakat bawah, baik yang berkaitan dengan BBM; pertalite, dan solar, yang berkaitan dengan gas dan listrik. Ini yang terus harus kita jaga. Dan kembali lagi, saya minta kepada kementerian/lembaga dan BUMN, ini melakukan efisiensi belanja yang sebanyak-banyaknya agar pemerintah memiliki kelonggaran fiskal.

Tetapi di sisi krisis pangan tadi, yang saya sampaikan, sebetulnya ada sisi peluangnya untuk urusan pangan yang bisa kita kejar dalam waktu yang pendek. Karena kita tahu bahwa untuk produksi pangan yang di darat ini kan, misalnya menanam jagung kan hanya tiga bulan sampai 100 hari. Menanam padi juga hanya butuh waktu empat bulan, Menanam kedelai untuk mengurangi impor kita juga butuh waktu tiga bulan sampai 100 hari. Dan lahan kita ini sangat luas, yang terlantar masih sangat banyak, HGU-HGU yang ditelantarkan juga masih sangat banyak.

Saya sampaikan juga, saya kira berkali-kali, misalnya sawit, di antara sawit itu sebetulnya kan bisa ditanami yang kalau masih pendek bisa ditanami jagung, atau yang sudah gede bisa ditanami porang, atau mungkin yang lain sorgum atau yang lain-lain. Saya kira ini kalau dalam negeri sudah penuh stoknya, ya gampang sekali sekarang ini yang namanya memasarkan bahan pangan itu gampang sekali, mudah sekali. Dan kita memiliki selain lahan yang luas, tenaga kerja kita, petani juga banyak sekali. Termasuk yang di laut juga sama, ini potensi sangat besar sekali.

Bayangkan kalau kita bisa memproduksi pangan dalam jangka yang pendek, kita kerahkan semuanya, bukan hanya berdikari di bidang pangan, bukan hanya mandiri di bidang pangan, tetapi kita sekali lagi memiliki potensi untuk ekspor. Dan permintaan itu sudah masuk banyak sekali, beras ada yang minta 100 ribu per bulan, ada yang minta satu tahun 2,5 juta untuk tahun ini ton, 2,5 juta ton. Saya kira ini akan meningkatkan cadangan devisa kita.

Oleh sebab itu, saya minta agar kita fokus yang pertama, peningkatan produksi besar-besaran baik itu dari petani, baik itu dari korporasi, baik itu dari BUMN. Semuanya harus dilihat betul, jangan kita terjebak, sekali lagi, pada rutinitas harian. Yang sering kita ini terjebak di situ sehingga strategi besarnya hilang, hal-hal yang besar yang harus kita lakukan malah hilang.

Dan jenis komoditi yang ditanam sesuai dengan karakter daerah. Kemarin saya melihat dengan Pak Kepala KSP melihat sorgum di NTT misalnya, ditanam jagung enggak hidup, begitu ditanam sorgum, hijau, sangat hijau dan sangat kelihatan subur sekali tanamannya. Lah ini kan setelah dicek, ternyata memang di NTT dulu yang banyak adalah tanaman sorgum atau cantel.

Kemudian yang kedua, kalau produksi besar-besarannya bisa, yang kedua segera dipastikan siapa offtaker-nya, yang beli siapa, yang ambil siapa sehingga petaninya berproduksi terus tapi yang membeli itu harus ada. Jangan sampai nanti petani sudah berproduksi banyak Bulog-nya ndak ngambil, RNI enggak ambil, misalnya kalau sudah ditentukan, lah ini mekanisme itu harus segera diputuskan. Kemarin sudah kita, saya kira sudah kita sampaikan ke Menteri BUMN untuk segera siapa, untuk produknya apa, pembiayaannya seperti apa.

Yang ketiga, juga kalau sudah mengambil jangan sampai kayak Bulog. Sudah mengambil dari petani banyak, banyak, banyak, banyak stok ndak bisa jual. Nah sehingga kualitasnya menjadi turun dan ada yang busuk, yang dulu rusak. Ini juga jangan. Artinya semuanya harus ada grand plan-nya, rencana besarnya seperti apa kan sudah kita sampaikan, dalam pelaksanaannya juga harus ada.

Inilah yang memerlukan sebuah orkestrasi yang baik antara kementerian/lembaga, BUMN, swasta dengan daerah, semuanya. Karena kalau kita lihat, ini contoh ini, anggaran pemerintah untuk ketahanan pangan itu gede banget, 2018 ini totalnya Rp86 triliun. Tahun 2022 ini Rp92,3 triliun, gede banget loh ini. Hasilnya apa setiap tahun? Konkret apa? Harus jelas. Kalau ndak Rp92 triliun ini kita pakai saja, kita belikan beras untuk stok saja. Ya kan? Belikan bahan pangan yang jelas untuk stok rakyat. Ini anggaran tahun 2022 tadi, Rp36,6 triliun untuk kementerian/lembaga. Rinciannya yang tadi Rp92,3 triliun tadi, Rp36,6 triliun tadi; Kementerian Pertanian Rp14,5 triliun, Kementerian KKP Rp6,1 triliun, Kementerian PUPR Rp15,5 triliun, kementerian dan k/l lainnya Rp0,6 triliun.

Nah ini sekarang saya minta di Kementerian PU, Menteri PU ini kalau dikaitkan dengan urusan pangan, ini mungkin mulai masuk tidak, bendungan besarnya kan sudah dalam proses semuanya 61 seingat saya, 61 bendungan, sudah selesai 29 bendungan, tahun ini tambah lagi 9 bendungan rampung. Ini mungkin mulai masuk ke hal-hal kecil yang langsung bisa masuk ke rakyat. Pak Menteri, embung yang langsung bisa dimanfaatkan yang mungkin memang tidak mencakup luasan yang gede tapi harus yang banyak. Kemudian, irigasi-irigasi yang langsung masuk ke, seperti yang kita lihat di NTT kemarin itu, itu konkret-konkret dan langsung berproduksi, kita enggak ada waktu. Ini kesempatan kita untuk memanfaatkan peluang karena krisis pangan dunia.

Ingat ya, kita ini menjadi salah satu dari lima champion untuk global respons untuk pangan, energi, dan keuangan. Jadi kalau kita bisa ekspor itu membantu negara lain, tapi ya bayar. Jadi mungkin menurut saya, sekali lagi, saluran-saluran seperti saluran air seperti yang di Belu, NTT itu konkret  itu menurut saya, kemudian embung-embung konkrit. Bendungan-bendungan kecil mungkin lebih konkret itu untuk sungai-sungai kecil yang ada di semua kabupaten.

Kemudian, masuk ke Rp33,8 triliun. Tadi Rp36,6 triliun, kemudian yang kedua Rp33,8 triliun. Ini untuk subsidi pupuk Rp25,3 triliun, ini tolong dicek betul. Belanja cadangan beras Rp3 triliun, belanja cadangan stabilitas harga pangan Rp2,6 triliun, belanja cadangan subsidi pupuk Rp2,9 triliun. Ini gede-gede sekali. Ini harus jelas larinya kemana, manfaatnya apa.

Sekali lagi, kita dalam posisi suasana dunia yang sedang tidak pasti dan tidak baik. Lalu, sisanya Rp21,9 triliun itu ditransfer ke daerah dalam bentuk DAK. Ini juga tolong dilihat betul, ini Bu Menteri Keuangan dan mungkin kementerian yang terkait, DAK fisik Rp8,1 triliun, DAK non fisik Rp0,2 triliun, dan Dana Desa Rp13,6 triliun. Ini harus betul-betul netes hasilnya, harus netes betul, harus menetas manfaat.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan dalam pengantar kali ini.

Dan terakhir, saya lupa tadi, mengenai Penyakit Kuku dan Mulut betul-betul harus ditangani dengan baik, seperti kita menangani COVID-19 kemarin, saya kira cara itu bisa dilakukan untuk Penyakit Mulut dan Kuku. Sudah ada contohnya dan cara-caranya saya kira silakan segera dilaksanakan di lapangan.

Terima kasih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pengantar Terbaru