Silaturahmi dengan Alim Ulama, 23 Maret 2019, di GOR Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salafi Asri, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 Maret 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 3.840 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati para ulama, para kiai sepuh yang hadir pada sore hari ini, wabilkhusus Ketua PBNU Bapak Profesor Doktor Kiai Haji Said Aqil Siradj, beserta seluruh jajaran pengurus NU, utamanya PBNU Provinsi Jawa Tengah, dan yang terkhusus lagi para Rais Syuriah PBNU Jawa Tengah beserta seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah,
Yang saya hormati para Dewan Syura PKB, baik di pengurus wilayah maupun di pengurus cabang kabupaten/kota,
Yang saya hormati Ibu-ibu muslimat NU, Fatayat NU yang hadir sore hari ini,
Hadirin dan undangan yang berbahagia,
Yang saya hormati juga Pak Menteri, Pak Gubernur Jawa Tengah, Bapak Bupati, dan Wali Kota Magelang, Ibu Yenny Wahid yang juga hadir.

Sore hari ini saya ingin to the point saja yang berkaitan dengan peristiwa politik besar tahun ini yaitu pileg dan pilpres tanggal 17 April 2019, yang tinggal 24 hari lagi. Kita tahu sekarang ini yang kita hadapi adalah baik yang ada di medsos (media sosial) maupun yang ada di lapangan, dari rumah ke rumah sekarang ini, sudah mulai banyak yang namanya kabar fitnah, kabar bohong, hoaks yang sudah terlalu lama kita diamkan. Kita ini banyak pasif mendiamkan hal-hal seperti itu.

Oleh sebab itu, sudah saatnya ini kita respons dan kita lawan bersama-sama dengan meluruskan hal-hal yang tidak betul. Sudah tiga-empat minggu ini informasi intelijen yang saya terima, kabar-kabar sampai ke bawah dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah. Misalnya yang pertama, nanti kalau kita menang pendidikan agama akan dihapus. Ini di bawah isunya seperti itu. Kemudian juga nanti kalau kita menang, akan ada larangan azan. Yang ketiga, nanti kalau kita menang akan dilegalkan, diperbolehkan perkawinan sejenis. Yang keempat, akan dilegalkan perzinaan, zina akan dilegalkan.

Ini sesuatu yang tidak nalar, tidak masuk logika tetapi masyarakat percaya. Ini hati-hati. Survei kami yang terakhir, menyampaikan bahwa sembilan juta masyarakat kita percaya pada isu-isu ini. Kalau kita diam ini bisa menjadi 15 juta, bisa menjadi 20 juta, menjadi 30 juta, 40 juta orang yang percaya terhadap ini.

Saya mengajak kepada para kiai, Bapak-Ibu sekalian, untuk berani meluruskan ini. Siapapun presidennya tidak mungkin berani melakukan itu, percaya, yang empat tadi. Siapapun presidennya enggak mungkin berani karena negara kita ini adalah negara terbesar, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yang penuh dengan norma-norma agama, nilai-nilai agama, norma-norma etika, nilai-nilai tata krama. Enggak mungkin. Tapi ini harus dijelaskan kepada masyarakat bahwa ini adalah tidak benar. Kalau kita diam, dan kita tahu kita tidak meluruskan, ya akan semakin menjadi-jadi.

Kalau saya sih sudah biasa difitnah-fitnah seperti itu, dihina-hina, dijelek-jelekkan, dihujat-hujat. Sudah empat setengah tahun saya digitukan, saya diam. Sabar ya Allah, sabar ya Allah, sabar ya Allah. Empat setengah tahun sudah kata-katanya sudah kasar-kasar, saya sudah diam. Tapi, perlu saya sampaikan, saatnya sekarang ini akan saya lawan. Enggak mau saya digitu-gitukan terus. Akan saya lawan. Sudah.

Contoh, saya kira sudah sering saya sampaikan, Presiden Jokowi itu PKI. Yang kedua, Presiden Jokowi itu antek asing, Presiden Jokowi itu antek aseng, Presiden Jokowi itu antiulama, kriminalisasi ulama. Saya diam, saya diam. Tapi sekarang, di manapun akan saya jawab terus. Apapun isunya akan saya jawab terus. Bukan saya enggak sabar lagi, ndak, saya jawab, saya ingin meluruskan itu. Jangan dipikir saya penakut, saya enggak mau dipikir itu.

Contoh antek asing, Presiden Jokowi itu antek asing. Perlu saya sampaikan, yang namanya Blok Mahakam, ini blok minyak kita terbesar, tahun 2015 sudah kita ambil seratus persen kita berikan kepada Pertamina. Dulunya ini dikelola oleh Jepang dan Perancis, sudah lebih dari lima puluh tahun dikelola oleh Jepang dan Perancis kita diam saja. Saya waktu mengambilalih itu juga enggak cerita siapa-siapa, kita diam saja tapi begitu saya dituding-tuding antek asing, saya berbicara sekarang.

2018 pertengahan, ada blok minyak dan gas kita termasuk terbesar di Indonesia yang namanya Blok Rokan. Sudah lebih dari sembilan puluh tahun dikelola oleh yang namanya Chevron dari Amerika Serikat, lebih dari sembilan puluh tahun dikelola oleh Chevron dari Amerika Serikat. Pada pertengahan 2018 kemarin, sudah dimenangkan seratus persen oleh Pertamina. Gitu dibilang antek asing, antek asing, antek asing.

Yang dulu-dulu sudah sembilan puluh tahun, lima puluh tahun enggak pernah dibilang antek asing. Saya baru empat setengah tahun dibilang antek asing.

Yang ketiga, Freeport. Freeport ini adalah tambang tembaga dan emas yang kita miliki. Sudah empat puluh tahun dikelola oleh Freeport-McMoRan. Akhir Desember 2018 kemarin, sudah kita ambil mayoritas 51,2 persen mayoritas. Artinya, ini sekarang kita kendalikan total karena kita sudah mayoritas. Dulu kita hanya diberi sembilan persen, diam saja empat puluh tahun. Begitu kita ambil 51 persen malah saya yang dituding-tuding antek asing, antek asing, antek asing. Enggak, sekarang saya jawab, saya mau jawab.

Sudah, saya ini mohon maaf, saya ini bukan marah tapi menginformasikan. Jangan dipandang marah, ndak, saya menginformasikan karena kami tahu bahwa Bapak-Ibu sekalian, para ulama itu yang hadir di sini saya tahu ada di belakang saya. Saya tahu betul. Dipikir gampang ambil alih seperti tadi saya sampaikan, tiga blok tadi? Dipikir mudah? Ya kalau gampang dan mudah sudah tahun-tahun yang lalu diambil alih.

Saya itu mau mengambil alih yang berat itu memang Freeport. Berat, negosiasinya sampai empat tahun, empat setengah tahun. Banyak ditakut-takuti. “Pak Presiden, nanti kalau Freeport diambil alih Papua bisa bergejolak. Amerika akan marah.” Ya setelah kita ambil alih, saya ketemu Presiden Trump juga senyum-senyum saja. Sebelumnya, saya ketemu Presiden Obama juga enggak nanyain apa-apa.

Artinya apa? Kita ini hanya ditakut-takuti tok. Ditakut-takuti tapi kita takut. Saya juga ditakut-takuti saya. “Awas lho Pak, ini nanti dari belakang akan ada ini. Awas Pak, nanti di depan akan ada ini. Awas Pak, nanti di Papua… Hati-hati Bapak Presiden akan dikerjain dengan cara-cara seperti ini.” Ya kalau mungkin saya mikirnya terlalu detail dan ruwet ya bisa mundur saya.

Tapi saya sudah bismillah, saya sampaikan kepada tiga menteri yang saya tugasi saat itu, “ini diurus, negosiasi sampai rampung, sampai selesai.”  Balik ke saya, “Pak Presiden, benar ini Bapak perintahnya serius?” Gimana sih, perintah Presiden dianggap tidak serius. “Sudah jalanin saja, jalan, risiko politik ada di saya, bukan ada di kamu,” saya sampaikan. Tahu, saya tahu ini ada risiko politiknya tapi bagian risiko politiknya di saya. Wong dulu juga enggak jadi presiden saja kok takut risiko politik. Enggak takut saya, sudah jalan terus.

Balik lagi, “Pak, ini ada yang itu Pak, di belakangnya ada penggede ini, ini, ini.” “Sudahlah, maju terus, terus. Sudah, jangan mundur. Sekali mundur nanti malah berat, kita enggak akan pernah maju lagi. Terus maju terus, sedikit-sedikit tapi maju, sedikit-sedikit tapi maju. Maju, maju tapi sedikit-sedikit enggak apa-apa, tapi maju. Jangan sekali… Sekali kamu mundur, sudah kita enggak akan kejadian nanti ini kita akan ambil alih.” Ya akhirnya alhamdulillah ini bisa kita ambil alih blok minyak, blok tembaga dan emas yang kita miliki.

Saya sebetulnya ini ragu. Misalnya kayak blok di Freeport itu, jangan-jangan sudah habis, sudah digarap empat puluh tahun. “Coba cek.” Setelah di cek, “masih Pak, di tambang bawah tanahnya masih gede sekali.” “Coba dinilai, ada berapa triliun di bawahnya?” “Masih ada Rp2.400 triliun Pak, nilainya.” “Oh ya, berarti belum dihabisin sama mereka.” “Dan anu Pak, ini masih ada enam gunung lagi yang belum diapa-apain.” Kita ini ternyata punya tembaga dan emas yang sangat besar sekali yang enggak pernah kita utak-atik. Nanti ini biar dieksplorasi, di eksploitasi oleh anak cucu kita. Saya kira kita, Freeport ini kita saja kita, Grasberg ini saja kerjain dengan saham mayoritas 51 persen.

Kayak gitu malah dituduh-tuduh antek asing, antek asing, ya saya jawab sekarang. Meskipun sekarang yang nuduh antek asing itu sudah diam sekarang tapi ya ganti tadi, pelegalan zina, kawin sejenis dilegalkan, larangan adzan kemudian penghapusan pendidikan agama. Ini bahaya sekali kalau kita enggak meluruskan hal-hal seperti ini.

Contoh, ini yang sering saya berikan contoh, kayak Presiden Jokowi itu PKI. Lha di Solo kan ada PCNU, di Solo kan juga ada PKB, ya dicek sajalah dengan masjid dekat rumah saya, masjid dekat orang tua saya, masjid dekat kakek nenek saya. Kakek nenek saya, bapak ibu saya, keluarga besar saya semuanya muslim semua. Masa dikata-katain PKI?

Saya sebetulnya ya diam saja, tapi empat tahun yang lalu saya ditunjukkan oleh anak saya pakai HP, “Pak, ini di medsos ada gambar seperti ini Pak.” Nah gambarnya ini, ini gambarnya ini DN Aidit. DN Aidit tahun 1955 baru pidato pemilu, pidato pemilu. Saya lahir itu tahun ’61, kok saya sudah dijejer? Nah itu, di dekatnya DN Aidit coba. Tahun ’55 saya lahir saja belum, sudah di gambar-gambar seperti itu.

Tapi ini, sekali lagi, sembilan juta orang percaya hal-hal seperti ini. Kalau enggak diluruskan berbahaya. Saya juga lihat di HP anak saya, lho tapi wajahnya ya mirip saya. Saya lihat-lihat, wajahnya persis saya. Ini yang utak-atik ini siapa? Ya Allah. Gambar seperti ini bukan hanya satu, ratusan banyaknya di media sosial itu. Nah sekarang dimunculkan ke darat, dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah, dan lebih bahaya lagi untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita miliki, yang kita cintai ini.

Saya kira tugas kita sampai nanti tanggal 17 itu meluruskan hal-hal seperti ini, 17 April nanti, meluruskan hal-hal seperti ini. Ini berbahaya sekali, baik untuk negara, baik untuk pesta demokrasi di tanggal 17 April 2019.

Yang terakhir, saya ingin agar kita semuanya nantinya di 17 April itu mengajak santri-santri kita, mengajak saudara-saudara kita, mengajak teman-teman kita yang memiliki hak pilih untuk datang berbondong-bondong ke TPS. Partisipasi pemilih harus setinggi-tingginya sehingga pesta demokrasi yang menghabiskan uang triliunan ini betul-betul ada manfaatnya bagi negara kita, dan kita memperoleh pemimpin yang kita inginkan baik di pileg maupun di pilpres.

Jangan sampai kita biarkan satu orang pun golput karena pemilu ini kita biayai dengan uang yang sangat besar. Kita harus menyadarkan yang ingin golput agar berubah menjadi tidak golput dan mau untuk pergi ke TPS.

Saya rasa itu sedikit yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas undangan sore hari ini.

Sekali lagi terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sambutan Terbaru