Silaturahmi dengan Alim Ulama dan Santri se-Provinsi Lampung, 23 November 2018, di Pondok Pesantren Salafiyah Darussalamah, Braja Dewa, Lampung Timur, Lampung

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.579 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati yang mulia para ulama, para kiai, Ibu Nyai,
Wabilkhusus Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Darussalamah Braja Dewa, Ibu Nyai Hj. Saminah Achmad Shodiq yang saya hormati beserta seluruh keluarga besar,
Yang saya hormati Pimpinan Pondok, Bapak KH. Imam Sibawi, seluruh pengasuh dan ustaz pondok pesantren di seluruh Provinsi Lampung,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja yang hadir, Pimpinan DPR RI, Bapak Aziz Syamsudin,
Yang saya hormati Gubernur Lampung, Wakil Gubernur Lampung, beserta Ibu Bupati Lampung Timur, para bupati dan wali kota yang hadir.
Para santri yang saya banggakan, Ibu-ibu dan Bapak-bapak seluruh tamu undangan yang berbahagia.

Saya sangat berbahagia sekali, alhamdulillah bisa bersilaturahmi dengan warga di Provinsi Lampung, khususnya di Lampung Timur. Saya tadi masuk dari sana menuju ke sini mungkin habis lebih dari 30 menit, tangan saya digeret ke sana, ke sini.

Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini saya ingin titip beberapa hal. Yang pertama, ini perlu saya sampaikan bahwa negara kita Indonesia ini adalah negara besar. Negara dengan penduduk sekarang sudah 263 juta penduduk, yang di dalamnya terdiri dari bermacam-macam suku, berbeda-beda agama, bermacam-macam adat, bermacam-macam tradisi, bermacam-macam bahasa daerah yang berbeda-beda, yang bermacam-macam. Berbeda-beda. Kita memiliki sekarang ini 714 suku yang berbeda-beda, yang hidup di provinsi-provinsi, yang hidup di 514 kabupaten dan kota yang ada di Indonesia, yang hidup di 17.000 pulau di Indonesia yang kita miliki.

Apa yang ingin saya sampaikan? Bahwa  masyarakat kita di Indonesia ini majemuk, berbeda-beda, warna-warni. Agama berbeda-beda, kita tahu semuanya. Suku kita memiliki 714 suku yang berbeda-beda. Bahasa daerahnya berbeda-beda semuanya.

Sekarang bandingkan sedikit dengan tetangga dekat kita, Singapura. Singapura itu memiliki empat suku, Indonesia, 714. Sudah, bayangkan? Afghanistan, Afghanistan itu konflik dua suku, kemudian perang saudara, sampai sekarang 40 tahun tidak pernah selesai. Berapa suku yang dimiliki di Afghanistan? Tujuh suku, tujuh suku. Hanya tujuh suku, Indonesia 714.

Jangan ditepuki dulu. 714 itu kalau kita tidak bisa merawat persatuan kita, kalau kita tidak bisa memelihara persaudaraan kita, kalau kita tidak bisa menjaga kerukunan kita, hati-hati. Yang tujuh suku di Afghanistan saja perang sampai sekarang sudah 40 tahun tidak pernah selesai, konflik tidak selesai.

Oleh sebab itu, saya titip pesan, jangan sampai kita cerai berai. Tidak boleh. Kita harus merawat persatuan kita, menjaga kerukunan kita, menjaga persaudaraan kita. Kita harus menjaga ukhuwah islamiah kita, kita juga harus menjaga ukhuwah wathaniyah kita, karena kita ini bangsa besar.

Coba kalau di sini, di Lampung, setelah salam biasanya, “tabik pun.” Benar kan? Benar. Pindah nanti ke Provinsi Sumut, Setelah salam, “horas.” Sudah beda kan? Beda. Di Sumut sendiri itu juga sudah beda-beda. Itu di Medan, “horas.” Saya pernah salah, di Pakpak, “juah-juah.” “Pak, Bapak bukan horas lho ya.” Saya sudah dibisiki, “di sini itu juah-juah, bukan horas.” Itu masih di Sumut. Pindah lagi, masih di Sumut, pindah ke arah timur di Karo, “mejuah-juah,” beda lagi. Ini masih satu provinsi, beda-beda. Pindah ke selatan lagi beda lagi, di Pulau Nias, “ya’ahowu,” beda lagi. Saya keliru-keliru terus itu, padahal masih di dalam satu provinsi.

Bayangkan dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, 17.000 pulau, bayangkan sendiri. Inilah anugerah yang diberikan Allah SWT kepada kita bangsa Indonesia, berbeda-beda. Sudah sunatullah yang harus kita jaga, kita rawat bersama-sama.

Saya senang sekali yang hadir di sini ada juga dari umat Hindu, dari Kristiani ada. Ini menunjukkan bahwa Lampung itu adem ayem tenteram, tidak ada gesekan-gesekan apapun. Karena kita adalah saudara se-Bangsa dan se-Tanah air.

Saya titip, ini saya titip ini dimulai biasanya, hati-hati, gesekan konflik itu biasanya dimulai dari mana? Dari pilihan bupati. Yang kedua, dari pilihan gubernur, benar ndak? Yang ketiga, dari pilihan presiden. Nah, hati-hati. Jangan sampai karena pesta demokrasi, itu lima tahun ada terus kok, ada terus, ada terus, ada terus setiap lima tahun. Pilihan bupati ada terus setiap lima tahun, pilihan wali kota ada terus setiap lima tahun, pilihan gubernur ada terus setiap lima tahun, pilihan presiden juga ada terus. Jadi keliru besar kalau kita mengorbankan kerukunan kita, mengorbankan persatuan kita, gara-gara pesta demokrasi itu.

Kalau ada pilihan bupati ya sudah lihat rekam jejaknya, prestasinya, gagasannya untuk daerah apa, ide-idenya apa untuk daerah, programnya apa untuk daerah. Karakternya kalau kita tahu lihat juga, suka marah-marah atau ndak, suka ngamuk-ngamuk atau ndak, dilihat, yang kayak begitu itu dilihat. Harus dilihat. Jadi kalau sudah lihat ya silakan dipilih. Jangan sampai karena pilihan bupati, pilihan gubernur satu kampung enggak saling sapa. Enggak boleh, rugi besar kita. Jangan sampai karena pilihan presiden satu majelis taklim tidak saling sapa. Lho, lho, lho, lho, lho, lho, lho, lho, lho. Pripun niki? Nggih mboten?

Panjenengan punika piantun pundi? Lampung Timur nggih? Mboten, kolo wau wonten njawi, teng margi kok. Boso ne kok Jawi sedanten niku. Nggih.

Jadi kembali lagi, kembali lagi, jangan sampai karena pesta demokrasi, karena pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden kita menjadi tidak rukun, jangan sampai.

Yang kedua saya titip, ini biasanya kalau sudah masuk ke tahun politik, kalau masuk ke tahun politik isu-isunya banyak sekali, fitnah berseliweran di media sosial. Jangan sampai dimakan mentah-mentah. Disaring dulu, ada filternya dulu, ini informasi ini benar ndak sih, omongan ini benar ndak sih. Jangan sampai nanti isunya kalau sudah masuk tahun politik ini aneh-aneh. Misalnya, Presiden Jokowi itu PKI. Lho, coba lihat di media sosial banyak sekali seperti itu, tuduhan-tuduhan seperti itu. Coba, saya ingin tunjukkan ya, PKI itu dibubarkan tahun ’65 – tahun ’66 dibubarkan, saya lahir tahun ’61. Umur saya berarti masih empat tahun. Ada PKI balita? Enten mboten? Ada ndak? Logikanya, ini logikanya dipakai, harus kita pakai, kalau ndak dikompor-kompori. Nggih mboten? Dipanas-panasi, jadinya percaya.

Setelah saya ungkap ini banyak yang kaget. “Oh nggih, nggih Pak, nggih, iya ya Pak, ya.” “Lha iya,” saya juga begitu. Logikanya enggak masuk. Logika-logika yang seperti itulah yang sekarang ini banyak beredar karena apa? Ya padahal urusan politik.

Jangan sampai hubungan kita, muamalat kita menjadi tidak baik gara-gara pilihan-pilihan politik yang berbeda. Enggak apa-apa kok pilihan politik satu majelis taklim berbeda-beda, enggak apa-apa. Satu rumah berbeda-beda juga enggak apa-apa. Tapi jangan sampai menjadikan kita tidak rukun, menjadikan kita tidak kayak saudara.

Saya pernah, untuk menunjukkan betapa negara ini negara yang besar, saya pernah terbang langsung dari Aceh, di paling bagian barat Aceh menuju paling timur di Wamena. Naik pesawat, saya coba naik pesawat, berapa jam waktu yang diperlukan? Sembilan jam lima belas menit, sembilan jam lima belas menit. Itu kalau kita terbang, terbang dari London di Inggris ke timur itu sampai Istanbul di Turki. Itu melewati satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, atau delapan negara. Apa artinya? Artinya negara kita ini negara yang sangat besar sekali, negara yang sangat besar dengan masalah-masalah yang kompleks, dengan masalah-masalah besar juga, yang itu menjadi tantangan kita bersama untuk bekerja keras agar negara ini maju seperti negara-negara lain. Setuju mboten?

Jangan sampai kita pesimis, tidak boleh. Apalagi santri-santri yang masih muda muda, harus optimis menatap Indonesia akan lebih baik insyaallah di tahun-tahun mendatang. Jangan sampai kita pesimis memandang negara ini, tidak boleh. Karena, sekali lagi, memang tantangannya banyak, memang tantangannya kompleks, namanya negara besar. Kalau negara kecil mungkin tantangannya juga kecil. Ini negara besar. Sekali lagi, penduduknya saja sudah 263 juta. Oleh sebab itu, saya mengajak sekali lagi bersama-sama kita bekerja keras membangun negara ini.

Sekarang di Lampung baru dalam proses pengerjaan beberapa waduk, dalam proses pengerjaan jalan tol, dalam proses pengerjaan jalan-jalan yang ada di kabupaten. Untuk apa? Kita bangun itu untuk kita bisa bersaing dengan negara-negara lain karena sekarang antarnegara itu saingan, antarnegara itu berkompetisi.

Kita saja di ASEAN, di ASEAN kalau pas ketemu presiden,  ketemu perdana menteri gandeng-gandengan begini, gandeng-gandengan, gandeng-gandengan. Batin saya, “pesaing, ini pesaing.” Di batin, di batin saja. Ya pesaing, ini pesaing, pesaing, pesaing, pesaing, pesaing. Dipikir enggak menyaingi kita? Menyaingi itu. Kita jualan mobil, dia juga jualan mobil, kan saingan. Nggih mboten? Kita misalnya jualan kelapa sawit, Malaysia juga jualan kelapa sawit. Saingan mboten niku? Saingan ndak seperti itu? Saingan. Coba, beberapa produk kita seperti itu?

Inilah yang setelah kita membangun infrastruktur-infrastruktur besar, kita mulai tahun depan akan melakukan yang namanya pembangunan sumber daya manusia, pembangunan sumber daya manusia. Akan segera kita bangun di pondok-pondok pesantren dan di tempat-tempat yang lainnya yang namanya Balai Latihan Keterampilan/Balai Latihan Kerja. Untuk apa? Untuk meng-upgrade, memberikan injeksi keterampilan, pengetahuan, entah yang namanya nanti bisa komputer, bisa yang namanya garmen, bisa yang namanya desain, bisa yang namanya animasi.

Tahun depan akan kita bangun 1.000 terlebih dahulu. Insyaallah 1.000 akan kita mulai Januari. Kalau ini bisa berhasil, kita lihat berhasil, baru akan kita mungkin sepuluh kali lipatkan atau lima belas kali lipat, tetapi berhasil dulu. Saya enggak mau 1.000 ini masih ada masalah sehingga perlu kita koreksi, kita perbaiki, kita benahi baru kita akan melangkah jauh ke yang lebih besar lagi. Karena ini yang kita butuhkan, keterampilan itu dibutuhkan, skill itu dibutuhkan dalam rangka, sekali lagi, persaingan-persaingan dengan negara-negara lain. Oleh sebab itu, sekali lagi saya titip, sekali lagi marilah kita bekerja keras untuk membangun negara ini dan memenangkan persaingan dengan negara-negara yang lain.

Saya juga ingin menyampaikan bahwa yang namanya kebebasan berekspresi itu silakan, boleh-boleh saja, berpendapat itu juga silakan, boleh-boleh saja, mau demonstrasi/demo juga boleh-boleh saja, tetapi kita negara yang memiliki tata krama, negara yang memiliki etika, negara yang memiliki sopan santun. Marilah kita jaga nilai-nilai itu, nilai-nilai agama kita jaga, nilai-nilai etika kita jaga, nilai-nilai tata krama kita jaga, nilai-nilai sopan santun kita jaga. Karena kita adalah bangsa Indonesia yang terkenal akan sopan santun, keramahtamahan. Karena sekarang ini ada beberapa yang mulai senang gampang mencela orang, mencemooh orang, menjelek-jelekkan orang, padahal kita tahu mereka itu adalah saudara-saudara kita. Apalagi sesama muslim saling mencela, saling mencemooh, enggak ada di dalam tuntunan agama kita seperti itu, enggak ada. Setuju ndak? Setuju ndak?

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Insyaallah dengan kerja keras kita maka perjalanan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang maju akan semakin lancar dan menjadikan negara kita Indonesia sebagai negara yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru