Silaturahmi dengan Peserta Apresiasi Kebangsaan Siswa Indonesia (AKSI), 10 Oktober 2018, di Grand Mulya Resort and Convention Hotel, Bogor, Jawa Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 Oktober 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.646 Kali

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, beserta seluruh Eselon I, Eselon II Kemendikbud,
Yang saya hormati Bapak-Ibu guru peserta Kongres Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra yang pagi hari ini hadir,
Anak-anakku semuanya Ketua OSIS dan Ketua Rohaniwan dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Tadi saya tanya ada yang dari Timika, ada yang dari Ternate, yang jauh-jauh, tapi saya sudah ke sana semua lho, dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote sudah saya datangi semuanya. Tiga puluh empat provinsi sudah saya datangi, 514 kabupaten dan kota mungkin sudah lebih dari 80 persen saya datangi.

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian,
Anak-anakku semuanya,
Negara kita ini negara besar. Kita harus sadar negara Indonesia ini adalah negara besar. Kita sekarang telah memiliki 263 juta penduduk, 263 juta penduduk yang tersebar di 17.000 pulau yang kita miliki, 17.000 pulau yang kita miliki, 514 kabupaten dan kota dan 34 provinsi. Negara ini negara yang sangat besar.

Saya pernah terbang dari Banda Aceh menuju ke Wamena, bukan di Jayapura tapi di Wamena. Dari Banda Aceh menuju ke Wamena, ujung barat langsung ke ujung timur. Berapa jam waktu yang diperlukan naik pesawat? Sembilan jam lima belas menit. Sembilan jam lima belas menit. Bayangkan kalau jalan kaki. Itu kalau kita terbang dari London di Inggris ke timur melewati satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh negara sampai di Istanbul di Turki, dari London sampai Turki. Artinya negara ini negara besar, tujuh negara tadi. Ini negara besar.

Yang berbeda dengan negara-negara lain adalah, ini yang perlu saya ingatkan supaya Anak-anakku semuanya memahami dan menyadari, bedanya dengan negara lain, kita ini dianugerahi oleh Tuhan, dianugerahi oleh Allah SWT perbedaan-perbedaan yang sangat banyak sekali. Berbeda-beda suku, berbeda-beda agama, berbeda-beda adat, berbeda-beda tradisi, berbeda-beda bahasa daerah, beda semuanya. Hati-hati ini. Anak-anak harus mengerti masalah ini. Beda-beda semuanya. Agama beda-beda, suku beda-beda, bahasa daerah coba beda-beda semuanya. Kalau enggak kita sadari gampang sekali kita ini diadu-adu. Antaragama dipanas-panasi, antarsuku diadu-adu, berbahaya sekali negara ini.

Bandingkan, kita ini memiliki 714 suku, 714 suku. Singapura saya ke Dubes kita di sana, ada berapa suku di Singapura. Empat. Empat, Indonesia 714, sudah bandingkan. Di Afghanistan saya tanya Dr. Ashraf Ghani, Afghanistan, saya tanya Presiden langsung, Presiden Afghanistan, ada berapa suku di Afghanistan. Tujuh. Tujuh, Indonesia 714. Ini harus kita sadari. Jangan tepuk tangan dulu 714 itu, kalau kita enggak sadar, kalau kita enggak paham mengenai itu yang terjadi adalah perpecahan. Ingat di Afghanistan, hanya tujuh suku, hanya tujuh suku. Dua suku konflik, satu membawa teman dari luar, satu membawa teman dari luar akhirnya perang, 40 tahun tidak selesai. Itu hanya tujuh suku, hanya tujuh suku. Kita 714.

Oleh sebab itu, saya sangat menghargai acara-acara seperti ini supaya anak-anak sadar, karena Indonesia adalah milik Anak-anakku semuanya. Masa depan Indonesia adalah milik Anak-anakku semua. Saya ingatkan, jangan tidak sadar. Ada yang dari Papua, ada yang dari Batak, ada yang dari Minahasa, ada yang dari Bugis, ada yang dari Sunda, dari Jawa. 714 suku. Ada dari Dayak, ada dari Minahasa.

Inilah negara kita, Indonesia. Kita harus sadar betul. Jangan sampai kita diadu-adu karena kepentingan-kepentingan, bisa kepentingan luar, bisa kepentingan politik di dalam. Berbahaya sekali. Apalagi Anak-anakku semuanya adalah pemimpin-pemimpin di sekolah masing-masing, baik pimpinan rohaniwan maupun pimpinan OSIS, Ketua OSIS.

Kalau tidak bisa mengajak teman-temannya, menyadarkan teman-temannya bahwa kita Indonesia ini beragam, berbeda-beda, berbahaya sekali. Karena saya lihat banyak sekali karena kepentingan politik, misalnya pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden, yang itu setiap lima tahun ada, kita kayak terpecah-pecah gitu. Ini berbahaya sekali, anak-anak harus menyadari ini. Pilihan gubernur, pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan presiden itu tiap lima tahun ada. Dan perbedaan pilihan itu biasa dalam demokrasi. Silakan mau milih, misalnya pilihan bupati milih Bupati A, Bupati B, silakan. Di dalam pilihan gubernur mau pilih yang A, yang B, yang C kalau tiga kandidat silakan, enggak apa-apa. Tapi jangan sampai antarteman enggak saling sapa gara-gara pilihan presiden atau pilihan gubernur atau pilihan bupati atau pilihan… waduh, rugi. Itu setiap lima tahun ada terus. Masak setiap lima tahun kita mau berantem terus. Iya ndak?

Negara ini membutuhkan Anak-anakku semuanya dalam rangka bersaing dengan negara-negara lain. Kita ini berkompetisi dengan negara-negara lain. Gara-gara kita tidak bersatu, sangat berbahaya kita.

Coba saat Asian Games, begitu bersatu kita dapat 31 medali emas. Biasanya dapat empat, dapat lima, ranking-nya 22, ranking-nya 15, ranking-nya 17. Kemarin ranking-nya empat. Karena apa? Bersatu. Enggak ada yang mikir yang badminton itu agamanya apa, dari suku mana, dari provinsi mana, enggak mikir. Hanya untuk Indonesia, untuk Merah Putih, hanya itu saja saat berkompetisi. Yang silat agamanya apa, dari provinsi mana, sukunya apa, enggak mikir. Semuanya hanya untuk Merah Putih, untuk Indonesia. Yang angkat besi, enggak mikir itu dari suku mana, bahasa daerahnya apa, enggak mikir. Semuanya hanya untuk Indonesia, untuk berkumandangnya Indonesia Raya. Hanya itu. Kalau semua berpikir seperti itu, negara ini akan maju.

Jadi anak-anak tolong, kalau ada hal-hal yang sekarang ini di medsos yang namanya fitnah, yang namanya hoaks, yang namanya kabar bohong, yang namanya saling mencela, saling mengejek itu tolong diluruskan. Anak-anak kan pegangannya ini. Diluruskan, dibetulkan. Ya.

Anak-anak senang olahraga, ndak?
Apa?
Ada yang suka memanah?
Ada?
Oh ada, sama dengan saya.
Ada yang suka bersepeda?
Ada, senang ya.
Ada yang suka tinju?
Mana yang suka tinju?
Oh, ada benar ya?
Kapan-kapan saya ajak tinju dengan saya.
Benar ya suka tinju ya?
Ya, nanti kapan-kapan latihan dengan saya. Tapi kalau saya uppercut, hook dan lain-lain jangan balas ya. Jadi enggak boleh mbales. Mbales, nanti kena saya bagaimana?
Yang kedua, anak-anak, sekarang saya tahu anak-anak senang e-sport ya?
Senang Mobile Legend?
Enggak?
Berarti enggak ngerti ya Jess No Limit, enggak ngerti ya?
Tahu Jess No Limit?
Tahu ya?

Saya pernah ngomong-ngomong ini sama Jess No Limit, saya undang. Saya tanya, dia kan masih muda  sekali, umur 20-an tahun. Saya tanya, dia ini kan muda sekali, income per bulan itu bisa ratusan juta. Saya tanya, “Jess, pekerjaanmu apa?” “Main Mobile Legend.” Coba, income-nya, meng-endorse produk dapat income, meng-endorse barang dapat income. Main ini, coba.

Inilah yang ingin saya ingatkan pada anak-anak, bahwa ke depan tantangan-tantangan itu semakin tidak gampang dan tidak ringan. Tetapi saya meyakini anak-anak ini memiliki sebuah potensi dan kekuatan untuk bersaing dengan negara-negara lain. Karena persaingan kita ini dengan negara-negara lain. Karena sekarang kita harus tahu, sekarang ini kita masuk dan sudah berjalan, masuk ke Revolusi Industri 4.0. Harus tahu, yang kata McKinsey Global Institute itu perubahannya 3.000 kali lebih cepat dari revolusi industri yang pertama. Artinya ke depan ini yang kita adu ini, bukan otot tapi ini.

Coba sekarang, artificial intelligence kita baru belajar, muncul internet of things. Baru belajar, muncul lagi cryptocurrency, bitcoin. Kita pelajari lagi, muncul lagi virtual reality. Coba. Begitu cepatnya perubahan. Tapi anak-anak ini selalu… saya juga ingin mengikuti. Saya awal-awal enggak ngerti apa e-sport itu apa sih, Mobile Legend itu apa sih. Lama-lama tahu, saya tanya Kaesang. Minta diajari, “ajari dong”, diajari sudah.

3D printing, coba, membuat rumah hanya 24 jam. Membuat rumah hanya 24 jam. Advanced robotic, semua serba robot dan sudah berjalan. Sekarang di Changi Airport, Singapura, menyapu sudah robot. Bersihkan lantai sudah robot.

Tiga tahun yang lalu saya ke Silicon Valley di Amerika, markasnya Google, markasnya Facebook, markasnya Twitter, markasnya Plug and Play. Saya masuk ke sana, ketemu Mark Zuckerberg. Ketemu, saya disuruh pakai kacamata gede, oculus diajak main pingpong, tapi enggak ada bolanya, enggak ada mejanya, coba. Tang, tung, tang, tung, main pingpong enggak ada bolanya, enggak ada mejanya, coba. Inilah yang namanya virtual reality. Saya tanya pada Mark, “Mark ini apakah hanya untuk tenis meja?” “Oh, ndak Presiden Jokowi, ndak, bukan hanya tenis meja, bisa sepakbola, bisa volleyball, bisa tenis lapangan.” Jadi sebentar lagi, nanti akan ada sepakbola, tapi enggak ada bolanya dan enggak ada lapangannya. Ini sudah terjadi. Saya sudah, tiga tahun yang lalu sudah main pingpong. Ini tinggal menunggu waktu saja kapan masuk. Coba, tendang-tendangan gini enggak ada bolanya coba, bayangkan, bayangkan. Kita bermain sepakbola tanpa perlu lapangan, tanpa perlu bola, tapi bisa nge-gol-kan, coba, enggak bisa mbayangin kita.

Inilah perubahan-perubahan yang Anak-anakku semuanya harus sadar, Bapak-Ibu Guru juga harus mengikuti hal-hal seperti ini, sehingga bisa mengajak murid-muridnya untuk menyadari, di situ ada tantangan tapi juga ada kesempatan. Ada kesempatan tapi juga ada tantangan. Kalau kita tidak bisa menyaring, tidak bisa men-screening bisa masuk ke yang namanya jurang yang berbahaya. Tapi kalau kita bisa menyaring, bisa mengambil manfaat, akan ada kesempatan di situ yang besar dan Anak-anak semuanya memiliki kesempatan besar itu.

Sekarang coba, anak-anak muda, anak-anak muda semuanya. Nadiem Makarim, tahu ya? Pemilik Go-Jek, Go-Food, Go-Pay, umur berapa? 30-an. William Tanuwidjaja, pemilik Tokopedia, berapa umur? 30-an. Achmad Zaky, pemilik Bukalapak, umur berapa? 30-an. Baru umur 30 ssudah menjadi triliuner, karena ini. Iman dan Belva, pemilik/founder-nya Ruangguru, tahu ya? Umur berapa? Mungkin 25-an, 30-an.

Inilah peluang-peluang/kesempatan anak-anak muda. Karena enggak mungkin yang seperti itu yang tua-tua, enggak mungkin. Ini peluangnya anak-anak muda untuk mengembangkan diri. Hati-hati Anak-anakku semuanya, perubahan-perubahan seperti ini, sekali lagi, memunculkan peluang, memunculkan kesempatan, tetapi juga banyak tantangan-tantangan yang kita hadapi.

Saya sangat senang sekali pagi hari ini dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote berkumpul di sini. Kenalilah kawan-kawanmu, saudara-saudaramu se-Bangsa dan se-Tanah Air. Yang dari Papua kenal dengan yang dari Aceh, yang dari Kalimantan kenal yang dari Sulawesi, yang dari Jawa kenal yang dari Maluku, yang Maluku Utara kenal dengan temannya di NTT, di NTB, saling mengenal.

Karena sekali lagi, negara ini adalah negara besar, negara besar. Dan menurut hitung-hitungannya Bappenas, hitung-hitungannya Bank Dunia, hitung-hitungannya McKinsey, Indonesia akan menjadi sebuah negara dengan ekonomi yang kuat di tahun 2045 dengan pendapatan/income per kapita kita kurang lebih USD29.000, kurang lebih. Artinya income per kapita kita di atas 500 juta, bayangkan. Akan menjadi negara dengan ekonomi terkuat nomor empat, empat besar di dunia. Tapi itu perlu kerja keras. Yang di Papua kerja keras, yang di Jawa kerja keras, yang di Sulawesi kerja, yang di NTT, NTB, Bali, Kalimantan, Sumatra, semuanya harus kerja keras. Tanpa itu, jangan bermimpi kita menjadi negara dengan ekonomi terkuat nomor empat, nomor tiga di dunia. Dibutuhkan kerja keras, dan itu, masa depan itu milik Anak-anakku semuanya, bukan milik siapa-siapa.

Oleh sebab itu, saya mengajak marilah kita jaga persatuan kita, kita jaga persaudaraan kita, kita jaga kerukunan kita, karena aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, dan kerukunan, enggak ada yang lain. Kalau kita bersatu, kalau kita rukun, ini potensi besar yang akan mengalahkan negara-negara lain dalam kita berkompetisi dan bersaing.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada pagi hari ini. Teruslah belajar dan bekerja keras, kuasailah ilmu pengetahuan dan teknologi, kokohkanlah fondasi moral dan daya juang, janganlah berhenti mencintai negara ini, negeri ini demi kemajuan Indonesia.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru