Silaturahmi dengan Tokoh dan Masyarakat se-Bali, 22 Maret 2019, di Taman Werdhi Budaya Art Centre, Kota Denpasar, Provinsi Bali

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Maret 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 4.062 Kali

Om Swastiastu,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Bapak Gubernur Bali beserta Ibu serta para Bupati dan Wali Kota yang hadir se-Provinsi Bali, para sulinggih dan para pemangku,
Yang saya hormati Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman Bali,
Yang saya hormati para tokoh adat, tokoh agama,
Bapak-Ibu hadirin yang berbahagia.

Punapi gatrane?
Becik nggih?
Mugi rahajeng sareng sami.

Negara kita ini negara besar, di setiap provinsi, di setiap kabupaten/kota itu bahasanya beda-beda. Saya selalu belajar, di setiap hadir di manapun. Tapi nanti dari sini pindah ke provinsi lain masih ingat, pindah ke provinsi lain sudah lupa lagi. Saya ngomong apa adanya.

Karena masih dalam suasana Hari Suci Nyepi, saya dan Ibu Iriana menyampaikan Selamat Tahun Baru Saka 1941 kepada seluruh semeton sareng sami krama Bali, baik yang hadir pada malam hari ini maupun yang ada di rumah masing-masing. Semoga di Tahun Baru Saka ini Tuhan Yang Maha Esa, Asung Kertha Wara Nugraha, memberikan kesucian, kedamaian, dan kebahagiaan kepada kita semuanya.

Hari ini saya sudah pindah empat provinsi. Tadi subuh, tadi bangun di Provinsi Jawa Barat karena saya tinggal di Istana Bogor. Kemudian terbang, ke Jakarta dulu karena harus lewat Halim Perdanakusuma. Pindah dua provinsi kan. Siang saya terbang ke NTB, Nusa Tenggara Barat, ganti provinsi lagi. Sore, sudah terlambat tadi, “Pak, ini sudah terlambat Pak, terlambat dua jam.” “Iya, tahu,” tapi yang di NTB juga belum selesai. “Pak, ditunggu yang ada di Bali.” “Iya ngerti.” Dari NTB langsung terbang ke Bali. Ke Bali tadi, sudah sampai di Pasar Badung sudah jam setengah tujuh. Karena diuyel-uyel, satu jam di jalan. Diuyel-uyel itu diapa ya? Apa itu? Kalau Bahasa Bali apa diuyel-uyel? Yang dipegang-pegang, ditarik-tarik itu lho. Hujan lagi tadi. Jadi kembali dulu ke hotel, mandi, baru ke sini.

Malam hari ini saya mangayubagya, mangayubagya, mangayubagya. Keliru? Saya sudah belajar tadi. Saya merasa bahagia malam hari ini bertemu dan bersimakrama dengan tokoh-tokoh masyarakat Bali. Ada para sulinggih, ada para pemangku, ada para perbekel/kepala desa dan lurah se-Bali. Mana lurah? Ada para bendesa adat Bali, di mana ini? Ada para kelian subak se-Bali? Ada anak-anak muda dalam Sekehe Taruna se-Bali? Artinya, artinya malam hari ini saya bertemu dengan penjaga terdepan kebudayaan Bali. Pemelihara semua krama dan tanah Bali. Tapi saya yakin, tapi saya yakin, juga tidak pernah lelah kita semuanya untuk mencintai Indonesia, menjaga Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Saya perlu mengingatkan bahwa bangsa kita ini bangsa besar. Sering kita lupa mengenai ini. Penduduk kita sekarang sudah 269 juta, 269 juta. Hidup di 17.000 pulau, 514 kabupaten dan kota, serta 34 provinsi. Penduduk kita ini banyak sekali, inginnya juga ditengok semuanya. Coba kalau sehari tadi dapat empat provinsi, ya muter terus kan. Kita juga dianugerahi oleh tuhan perbedaan-perbedaan, berbeda-beda. Berbeda-beda suku, berbeda-beda adat, berbeda-beda agama, berbeda-beda tradisi, berbeda-beda bahasa daerah.

Kalau untuk bahasa daerah ini saya sering keliru. Waktu di Sumatra Utara, saya tahunya kan di Medan, begitu salam, saya sampaikan, “horas.” Dijawab, “horas,” benar. Pindah ke Pakpak, itu agak ke tengah, saya, “horas.” “Pak salah Pak, di sini juah-juah Pak.” Satu provinsi sudah beda. Saya ganti, “juah-juah.” Dijawab, “juah-juah.” Pindah lagi ke Karo, “horas.” “Pak keliru, Pak.” “Yang benar apa?,” saya bisik-bisik. “Mejuah-juah, Pak.” “Mejuah-juah.” Dijawab, “mejuah-juah.” Masih satu provinsi, Sumatra Utara. Pindah lagi ke Nias, bagian selatan, saya ngomong lagi, “horas.” Keliru lagi, “Pak, yang benar di sini ya’ahowu.” Keliru terus. Ya gimana, bahasa daerah kita ada seribu seratus lebih bahasa daerah yang kita miliki, berbeda-beda semuanya. Karena itu, saya titip kepada kita semuanya untuk terus menjaga persatuan kita, terus merawat persaudaraan kita, terus menjaga kerukunan kita. Karena ini adalah aset terbesar bangsa ini. Aset terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan, kerukunan, persaudaraan di antara kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air.

Apalagi 26 hari lagi kita masuk  ke, ini sudah bulan, bukan tahun politik tapi sudah hari-hari politik. Saya titip, jangan sampai karena perbedaan pilihan, sekali lagi, jangan sampai karena perbedaan pilihan kita menjadi saling bermusuhan, kita menjadi tidak rukun, kita menjadi tidak bersatu. Ada, tapi tidak di Bali, antarkampung enggak saling sapa gara-gara urusan pilpres, antartetangga enggak saling omong gara-gara juga urusan pilpres, antarsaudara di dalam satu rumah saja juga tidak rukun gara-gara pilpres. Lho, lho, lho, ini yang namanya pilpres, yang namanya pilihan gubernur, yang namanya pilihan bupati, yang namanya pilihan wali kota, setiap lima tahun itu akan ada terus. Masa kita akan terus membangun permusuhan karena perbedaan pilihan? Ya jangan, jangan. Siapa yang setuju? Siapa yang tidak setuju silakan maju saya beri sepeda. Ada? Enggak ada yang berani maju kan? Berarti setuju semuanya.

Sekali lagi, jangan sampai karena urusan politik antartetangga tidak bertegur sapa, antar-semeton terputus tali persahabatan yang bisa menyebabkan hilangnya persatuan, kerukunan, dan persaudaraan di antara kita. Tapi saya yakin krama Bali memegang teguh nilai-nilai menyama braya. Sebuah pengakuan sosial bahwa kita tetap bersaudara yang harus saling bantu membantu di dalam suka maupun di dalam duka.

Yang kedua, saya ingin menyampaikan bahwa pemilu itu bukan perang, bukan. Pemilu itu adalah pesta demokrasi untuk memilih pemimpin kita yang terbaik. Karena itu pesta demokrasi, karena pesta demokrasi ya harus kita sambut dengan riang gembira. Jangan sampai ada yang menakut-nakuti, apalagi menebar ancaman-ancaman. Namanya saja pesta demokrasi, ya ndak? Setuju ndak? Yang tidak setuju silakan maju. Kita harus menyambut pesta demokrasi ini dengan cara-cara beradab. Cara-cara yang beretika, cara-cara yang bertata krama, cara-cara yang berbudaya. Jangan justru menyemburkan hoaks, menyemburkan kabar bohong, menyemburkan kabar fitnah yang bisa memecah persatuan, persaudaraan, dan kerukunan kita.

Yang ketiga, kita semuanya sebagai bangsa besar ini harus menatap kedepan ini dengan penuh optimis. Bangsa ini bangsa besar, kapalnya kapal besar. Kalau ada persoalan besar ya ini memang tantangan kita semuanya, tantangan kita semuanya untuk menuju ke sebuah negara yang kuat, kuat ekonominya. Diperkirakan kita di tahun 2045 akan menjadi empat besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Tapi jangan dipikir mulus, pasti ada tantangannya, pasti ada rintangannya. Itulah kenapa kita harus bersatu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Jangan di antara kita dilihat dari luar kita ini rukun-rukun, di dalam malah kelihatan tidak rukun. Sedih saya kalau melihat seperti itu, sedih.

Apa yang telah kita capai dari tahun ke tahun, dari pemerintahan ke pemerintahan, dari presiden ke presiden memang harus terus dilanjutkan dan diteruskan. Kita tidak mungkin mundur lagi. Kita ingin mau maju. Begitu pula persatuan dan kesatuan bangsa ini tidak boleh goyah. Pancasila dan NKRI harus terus kita pertahankan. Benar?

Saya yakin rakyat Bali bersama saudara-saudara kita di daerah lain akan berada di barisan terdepan dalam mempertahankan Pancasila dan NKRI, betul? Saya yakin rakyat Bali bersama saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air ingin Indonesia menjadi negara maju, negara yang bermartabat dan disegani bangsa-bangsa lain di dunia. Benar ndak?

Ya, sekarang kenalkan. Dikenalkan dulu.

(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Tokoh & Masyarakat Bali)

Nyoman Gede Arsa (Bendesa Adat dari Tabanan)
Om Swastiastu. Bapak Presiden Jokowi yang memang luar biasa dan hebat. Nah, tiang bisa berbicara dulu dengan Bapak Presiden, sebentar kok. Luar biasa, tapi merasakan kebanggaan luar biasa sekali juga ketemu dengan Pak Jokowi. Ya, sebentar.

Presiden Republik Indonesia
Ya silakan. Jadi saya ini nanti mengurangi lima menit karena dipakai pidatonya oleh Bapak. Silakan, silakan.

Nyoman Gede Arsa (Bendesa Adat dari Tabanan)
Nama saya Nyoman Gede Arsa. Saya bekerja selaku bendesa adat Selemadeg Barat, Tabanan, Desa Mundeh Kauh.

Presiden Republik Indonesia
Ya, pertanyaan saya apa pandangan Bapak kedepan mengenai negara ini?

Nyoman Gede Arsa (Bendesa Adat dari Tabanan)
Ya, terima kasih Pak Jokowi, mungkin dalam hal ini apa yang saya pikirkan mungkin dari rumah biar bagaimana caranya ketemu dengan Pak Jokowi. Di satu sisi biar saya bisa dekat dengan Bapak Jokowi, sekarang diberikan pertanyaan seperti itu, apa tujuan saya tentang NKRI ini. Seperti sudah dikatakan oleh Pak Jokowi tadi, NKRI harga mati. Bagaimana kita harus bersatu dalam bentuk menjunjung tinggi dari segi kebinekaan, betul ndak?

Presiden Republik Indonesia
Jadi kalau untuk Bali apa yang kira-kira menurut Bapak diperlukan ke depan?

Nyoman Gede Arsa (Bendesa Adat dari Tabanan)
Kalau untuk Bali apa yang sudah disampaikan oleh kita punya Gubernur, Pak Koster, itu memang beliau adalah pemimpin yang kita banggakan juga, melestarikan budaya yang sudah kita banggakan hari ini. Sudah ikut mengembangkan daripada apa yang sudah disampaikan tadi wana kerti, jagat kerti, dan lain sebagainya. Dan di satu sisi lagi bagaimana membudayakan sekarang adat istiadat yang dipelopori yang menjadikan suatu kata kunci yang dikembangkan oleh bendesa adat. Bendesa adat ini harus ada perhatian dari Pak Jokowi sekarang.

Presiden Republik Indonesia
Dalam bentuk apa Pak Nyoman?

Nyoman Gede Arsa (Bendesa Adat dari Tabanan)
Apapun itu, apapun yang bisa nanti Pak Jokowi berikan saya siap menerimanya. Biar tidak bendesa adat sebagai bentengnya budaya Bali itu merupakan suatu kata yang bisa disanjung saja Pak. Bendesa adat adalah benteng awal dan benteng akhir daripada penjaga Bali. Tapi apa sih adanya? Masih kosong, Pak. Coba tanya niki. Betul ndak? Betul nggih? Betul. Ya, untuk kedepannya bendesa adatnya juga ada bantuan dari APBN Pak Jokowi.

Presiden Republik Indonesia
Baiklah. Jadi hal yang keempat yang ingin saya sampaikan adalah saya titip agar Bapak-Ibu krama Bali agar terus menjaga taksu Bali, jiwa Bali, spirit Bali. Satu hal yang perlu dan harus terus kita ingat bahwa Bali dikenal/dikagumi, dikagumi seluruh dunia karena budayanya, budaya yang hidup berkembang di desa-desa pakraman. Benar tadi disampaikan oleh Pak Gub dan yang disampaikan oleh Pak Nyoman, budaya yang hidup dan masih dipraktikkan di subak-subak. Benar ya? Budaya yang masih hidup dan dimajukan sekehe-sekehe taruna, anak-anak muda di banjar-banjar. Benar? Karena itu kita harus bersyukur karena krama Bali bisa mempertahankan modal dasar yang penting yaitu budaya Bali.

Yang anak muda mana ada? Coba satu, satu tunjuk jari. Yang perempuan satu, itu. Ya, maju itu. Silakan maju. Silakan.

Ya silakan dikenalkan.

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Perkenalkan nama saya Ida Ayu Paramitha Trisnawati

Presiden Republik Indonesia
Ini sebentar, Pak Nyoman karena tadi sudah menyampaikan banyak hal, saya tidak memberi sepeda, karena tidak boleh, KPU tidak memperbolehkan, sehingga saya beri album foto. Ini baru saja foto tadi diambil di sini. Ini, saya berikan ke Pak Nyoman, silakan. Ini foto ini kalau ditukar sepeda bisa dapat sepuluh sepeda. Karena di sini ditulis ‘Istana Presiden Republik Indonesia’. Ini yang mahal. Oke, Pak Nyoman. Sudah, silakan Pak Nyoman kembali. Terima kasih. Oke, silakan Pak. Pak Nyoman, silakan.

Ayu, pertanyaan saya, apa usaha anak-anak muda di sini dalam mempertahankan budaya Bali? Contoh-contoh saja yang konkret apa?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Yang pertama, yaitu melestarikannya.

Presiden Republik Indonesia
Ya melestarikannya dengan cara apa? Seperti apa? Konkretnya seperti apa?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Yang pertama, kan di sini juga ada Universitas ISI juga, yaitu Institut Seni Indonesia, yaitu di sana juga ada contohnya tari-tarian. Seperti di sini kan juga sering ditampilkan.

Presiden Republik Indonesia
Oh, belajar tari, belajar tari gitu.

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Menampilkan tari-tari.

Presiden Republik Indonesia
Iya, betul. Terus apa lagi? Benar, betul, betul, karena menurut saya lokus utama budaya Bali itu berada di desa-desa, berada di desa-desa pakraman, betul ya? Apa lagi?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Ngegamel juga, kesenian gamelannya.

Presiden Republik Indonesia
Oh iya, kesenian gamelan. Iya, terus? Benar. Apa lagi?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Ogoh-ogoh. Lalu menampilkan ogoh-ogoh yang…

Presiden Republik Indonesia
Ya menampilkan ogoh-ogoh, boleh. Terus ini, tenun Bali.

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Ya, tenun Bali juga.

Presiden Republik Indonesia
Ya, belajar tenun Bali. Anak-anak muda harus belajar supaya ada penerus nantinya, tenun Bali tidak hilang ditelan oleh zaman. Betul, ya. Paling senang Ayu apa?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Nari.

Presiden Republik Indonesia
Nari. Bisa nari apa? Bisa nari? Nari apa? Pendet?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Sekar Sandat. Sekar Sandat.

Presiden Republik Indonesia
Sekar Sandat?

Ida Ayu Paramitha Trisnawati
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Kayak apa itu ya? Kayak apa ya? Ya, ya, bisa ya? Ya, anak-anak muda ini harus hati-hati, anak-anak muda ini harus belajar tari, belajar menggamel gamelan, belajar bagaimana tenun, menenun. Belajar apa lagi?

Ya, sudah. Saya kira sudah komplit tadi, ya. Terima kasih. Oke. Ya silakan kembali, hadiahnya nanti saya undang.

Yang terakhir, sekali lagi saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Bali yang menjadi contoh dalam membangun kerukunan dan kebinekaan. Bali itu menjadi contoh. Yang telah menjadi jadi contoh bagaimana harmoni dalam perbedaan-perbedaan yang ada di Bali, semuanya bisa kita jadikan contoh. Yang telah menjadikan contoh bergerak maju tapi tetap menjaga akar-akar tradisi budaya, maju tapi tetap menjaga akar-akar tradisi budaya. Dan yang paling penting tidak pernah lelah mencintai tanah air kita Indonesia.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan malam hari ini.

Matur suksma.
Matur suksma.
Matur suksma.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Om Santi Santi Santi Om.

Sambutan Terbaru