Soal Aktifnya Basuki, Ketua Umum PP Muhammadiyah: Presiden Jokowi Minta Pandangan Resmi MA

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Februari 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 28.546 Kali
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir usai bertemu Presiden Jokowi, di Jakarta, Senin (13/2) sore. (Foto: Humas/Jay)

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir usai bertemu Presiden Jokowi, di Jakarta, Senin (13/2) sore. (Foto: Humas/Jay)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memahami ada banyak tafsir mengenai pengaktifan kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menyelesaikan masa cuti kampanye menghadapi Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada Jumat (10/2) lalu, terkait dengan statusnya sebagai terdakwa dalam kasus penodaan agama yang persidangannya sudah bergulir sejak beberapa waktu lalu.

“Beliau meminta Mendagri (Menteri Dalam Negeri) untuk minta pandangan resmi dari Mahkamah Agung (MA),” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir usai bersama pimpinan Muhammadiyah menemui Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/2) sore.

Kalau sudah ada pandangan resmi dari MA, lanjut Haedar, maka akan dilaksanakan apa yang menjadi pandangan resmi itu.

“Jadi, saya pikir itu merupakan langkah yang cukup elegan ya. Jadi di tengah banyak tafsir tentang aktif-non aktif ini, maka jalan terbaik ini meminta fatwa MA ya, jadi fatwa MA ya, bukan fatwa MUI,” kata Haedar bercanda.

Ketua Umum PP Muhammadiyah itu berharap, agar MA tidak berlama-lama membuat fatwa, agar semua ada dalam kepastian hukum dan tidak terus ribut dan gaduh.

Sikap Muhammadiyah sendiri, menurut Haedar, tegakkan prinsip hukum yang memang sifatnya tegas. Kalau memang prinsip hukum dan dasar Undang-Undang-nya harus non aktif, maka dinonaktifkan.

“Jadi saya yakin ini prinsip yang kita pegang semuanya. Ya kan Indonesia negara hukum jadi pakai prinsip itu. Masalahnya kan kalau perbedaan tafsir ya harus ada otoritas yang memastikan itu,” tegas Haedar.

Ia juga mengingatkan bahwa prinsip tersebut berlaku untuk semua kasus, bukan hanya DKI Jakarta, tapi juga di Gorontalo dan sebagainya. “Tegakkan hukum sesuai konstitusi yang berlaku,” sambungnya.

Tunggu Tuntutan Jaksa

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyampaikan, pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menunggu adanya tuntutan resmi jaksa penuntut umum di persidangan. “Kalau tuntutannya lima tahun, kami berhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap,” tegasnya.

Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan:

1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

3) Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur, serta Mendagri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang penistaan atau penodaan agama. Pasal 156a ancaman hukumannya 5 (lima) tahun, sementara Pasal 156 ancaman hukumannya 4 (empat) tahun. (FID/ES)

Berita Terbaru