Soal Caci Maki Pemimpin, Presiden Jokowi: Ada Yang Harus Kita Luruskan
Pernah memimpin masyarakat dari Wali Kota, Gubernur, kemudian Presiden, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui pasti ada yang senang juga ada yang tidak senang.
Demikian juga dengan kebijakan-kebijakan, menurut Presiden, tidak mungkin 100 persen kebijakan bisa membahagiakan semua orang.
Artinya ada yang tidak senang. Tidak senang itu bisa mencela, bisa mencaci. Jadi Gubernur juga sama, jadi Presiden juga sama. Jadi biasa, kata Presiden Jokowi saat menghadiri peluncuran buku Jokowi Menuju Cahaya karya Alberthiene Endah, di Ballrom Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Kamis (13/12) sore.
Meskipun sedih, Presiden mengakui, pemimpin dalam level apapun akan ada yang mencaci-maki, mencela, hingga menghujat.
Namun Kepala Negara mengakui kadang dirinya berpikir, apakah etika Indonesia? Apakah ini tata krama Indonesia? Apakah ini sopan santun orang Indonesia?
Tidak. Ini ada sesuatu yang memang harus kita luruskan. Masa mengatakan kepada presidennya, maaf, plonga-plongo, apalagi coba ditambah, ucap Presiden.
Begitu banyak kata-kata seperti itu, menurut Presiden, yang bukan dari etika Indonesia, bukan sopan santun Indonesia, bukan tata krama Indonesia.
Itulah, lanjut Presiden, sering dirinya menyampaikan bagaimana masing-masing pribadi mengubah pola pikir, mengubah mindset dari konsumsi ke produksi, dari yang negative thinking ke yang positive thinking.
Tapi membawa seperti ini, perlu membangun sumber daya manusia, yang selalu berpikiran ke depan dan selalu positive thinking juga bukan hal yang mudah. Karena negara ini, kita harus sadar semuanya, negara ini adalah negara besar, negara besar, ucapnya.
Peluncuran buku Jokowi Menuju Cahaya itu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto, Mendikbud Muhadjir Effendy, Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita, Menag Lukman Hakim Saifuddin, Menlu Retno Marsudi, dan Jaksa Agung Prasetyo. (FID/OJI/ES)