Soal Ojek/Taksi ‘Online’, Pemerintah Punya Pilihan Perbaiki Undang-Undang Atau Dilarang

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Desember 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 57.460 Kali
Asdep Perhubungan Kedeputian Maritim Setkab Syafrudin saat memimpin FGD soal Transportasi Umum Tidak Resmi yang Berbasis Aplikasi di Gedung III Kemensetneg, Selasa (22/12)

Asdep Perhubungan Kedeputian Maritim Setkab Syafrudin saat memimpin FGD soal Transportasi Umum Tidak Resmi yang Berbasis Aplikasi, di Gedung III Kemensetneg, Selasa (22/12)

Asisten Deputi Bidang Perhubungan Kedeputian Bidang Maritim Sekretariat Kabinet (Setkab) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Transportasi Umum Tidak Resmi yang Berbasis Aplikasi di Gedung III Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (22/12) pagi.

FGD ini membahas fenomena ojek maupun taksi berbasis aplikasi online yang masih menuai pro kontra dan menimbulkan polemik, bukan hanya di dunia bisnis transportasi tapi juga pemerintah. Hal ini dikarenakan jenis transportasi tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun di sisi lain, transportasi berbasis aplikasi ini sangat dibutuhkan masyarakat sebagai alternatif umum yang murah dan efisien.

“Setkab menjalankan fungsi untuk memberikan dukungan manajemen kabinet khususnya koordinasi kebijakan yang dapat dijadikan masukan kepada presiden serta kementerian/lembaga,” kata Asdep Bidang Perhubungan Kedeputian Maritim, Syafrudin, saat membuka FGD tersebut.

Syafrudin berharap, rekomendasi dari hasil FGD ini dapat memperkuat dan melengkapi tidak hanya sebagai dasar analisis kebijakan, tetapi juga sebagai cara untuk menciptakan pemahaman dan pengetahuan baru kepada pejabat dan pegawai di lingkungan  Setkab, dan memperoleh solusi bagaimana cara terbaik mengatasi permasalahan tersebut.

Dua Pilihan

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio yang merupakan salah satu narasumber mengusulkan agar pemerintah segera bertindak tegas. “Pilihannya cuma dua, benahi undang-undangnya (UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan) atau larang. Cuma itu,” ujarnya.

Hal ini, lanjut Agus, harus ditanggulangi karena dalam 2-3 tahun mendatang angkutan umum di Indonesia belum selesai dibenahi. Yang terpenting adalah ada basis hukumnya, sehingga adil untuk angkutan umum yang sudah ada dan predatory price menjadi tidak berlaku.

Senada dengan Agus Pambagio, salah satu peserta dari Kemenko Maritim Budi Purwanto menyampaikan bahwa, kata kuncinya ada dua, yaitu antara aturan dan kebutuhan, itu yang harus diselesaikan.

“Mohon pemerintah bisa segera membenahi terhadap dua kata kunci tersebut. Di satu sisi kita membuat aturan tapi membunuh terhadap kepentingan masyarakat kecil, di sisi lain kebutuhan ini juga harus dilindungi supaya menjadi wise,” kata Budi Purwanto.

Sementara itu, CEO PT Gojek Indonesia Nadiem Makarim berkomitmen bahwa apapun kebijakan atau peraturan yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap ojek (baik online maupun konvensional, red), akan dihormati dan akan dipatuhi seratus persen. “Kami mendukung adanya perlindungan hukum terhadap ojek,” katanya.

Makarim juga berharap, pemerintah baik pusat maupun daerah dari sisi kebijakan serta sosialisasi dapat melindungi sektor yang begitu besar dan begitu penting bagi kesejahteraan kelas-kelas menengah ke bawah.

Dalam FGD ini tampil empat narasumber, yaitu Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan Eddi, Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sugeng Purnomo, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, dan CEO PT Gojek Indonesia Nadiem Makarim. (DND/RAH/ES)

Berita Terbaru