Soal Pasal Penghinaan Presiden, Jokowi: Itu Kan Rancangan, Terserah DPR

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 5 Agustus 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 22.950 Kali
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah menteri, di Istana Bogor, Rabu (5/8)

Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla dan sejumlah menteri saat rapat konsultasi dengan pimpinan lembaga negara, di Istana Bogor, Rabu (5/8)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan DPR-RI mengenai rancangan pasal tentang Penghinaan Presiden dalam Revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

“Itu kan baru rancangan aja kok rame. Masalah seperti itu sudah saya sampaikan kemarin. Saya sejak walikota, sejak gubernur, setelah jadi presiden, entah dicemooh, diejek, dijelek-jelekan, sudah makanan sehari-hari,” kata Jokowi kepada wartawan seusai rapat konsultasi dengan pimpinan lembaga negara, di Istana Bogor, Jabar, Rabu (5/8) petang.

Jokowi juga menyampaikan, kalau kita  lihat di negara yang lain, Presiden sebagai symbol of state itu ada semuanya. Tapi kalau di sini memang inginnya tidak ya terserah.

“Nanti di wakil-wakil rakyat itu kan… Sekali lagi ini kan rancangan dan itu pemerintah yang lalu juga mengusulkan itu. Ini kan dilanjutkan, dimasukan lagi,” tegas Jokowi.

Namun Presiden Jokowi mengingatkan,  justru dengan pasal-pasal yang lebih jelas seperti itu (penghinaan Presiden, red), kalau mau mengkritisi, kalau mau memberikan koreksi terhadap pemerintah malah jelas. Tetapi kalau tidak ada pasal itu bisa dibawa ke pasal-pasal karet.

Tapi penegak hukum apakah tidak akan menjadi reaktif kalau bukan delik aduan? “Tadi sudah saya sampaikan, saya sejak walikota, gubernur, presiden, dimaki, dicaci, diejek kan juga diem. Apa saya pernah bereaksi? Saya tanya ke kamu? Pernah?” kata Jokowi setengah bertanya, yang kemudian dijawab oleh wartawan belum.

Mengenai pandangan bahwa menghidupkan kembali pasal penghinaan Presiden yang sudah pernah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai feudal feodal karena membedakan presiden dengan rakyat, Jokowi menjawab, kalau tanya 100 orang ya pendapatnya beda-beda, tanya 1000 orang pendapatnya beda-beda. (UN/GUN/ES)

 

Berita Terbaru