Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, 4 Januari 2019, di Alun-alun Trenggalek, Trenggalek, Jawa Timur

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 4 Januari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.607 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya. 

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo,
Yang saya hormati Bupati Trenggalek yang juga sebentar lagi menjadi Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur, beserta Pak Wakil Bupati yang juga hadir yang sebentar lagi jadi bupati, beserta Ibu semuanya,
Bapak-Ibu sekalian seluruh kepala desa yang hadir pada siang hari ini, seluruh pendamping desa yang hadir pada siang hari ini,
Yang saya hormati juga tim pendamping inovasi desa, kader-kader posyandu, kader-kader PKK, kader-kader PAUD, serta Bapak-Ibu sekalian yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Saya ingin memulai terlebih dahulu, ini yang berkaitan dengan Dana Desa. 2015 di seluruh tanah air telah kita kucurkan Rp20,7 triliun, Rp20,7 triliun. Tahun berikutnya, 2016 meloncat menjadi Rp47 triliun. Tahun berikutnya 2017 naik menjadi Rp60 triliun. Tahun 2018 naik lagi menjadi Rp60 triliun. Dan 2019 ini Dana Desa naik menjadi Rp70 triliun plus Dana Kelurahan tiga triliun, berarti Rp73 triliun. Tahun depan naik lagi enggak tahu berapa, tapi saya ingin Dana Desa naik terus. Bukan karena apa-apa, bukan karena apa-apa, karena dari hasil survei yang kita lakukan 85 persen masyarakat puas terhadap pengelolaan Dana Desa dan bermanfaat bagi masyarakat dan bagi desa. Artinya, sampai kemarin 2018 akhir di Desember sudah Rp187 triliun yang kita kucurkan kepada desa-desa di seluruh tanah air.

Saya titip, ini saya titip, dana ini dana yang sangat besar, Rp187 triliun dalam  empat tahun, nanti plus lima tahun berarti Rp257 triliun, tahun ini Rp257 triliun. Saya titip yang pertama penggunaan dananya, terutama dalam pembelian-pembelian barang maupun jasa. Misalnya ini membuat infrastruktur jalan desa atau membuat irigasi desa atau membuat jembatan desa, usahakan yang namanya material-material itu dibeli dari desa itu sendiri. Contoh batu, misalnya contoh batu beli dari situ. Kalau di desa itu enggak ada beli dari desa tetangga. Kalau enggak ada beli dalam lingkup kecamatan, jangan keluar dari lingkup kecamatan. Karena apa? Kita ingin dana yang tadi, Rp257 triliun sampai akhir tahun ini beredar terus di desa-desa jangan sampai keluar dari desa itu. Uang terus berputar-berputar di desa itu. Beli semen usahakan di desa itu, ada yang ngomong ke saya, “Pak Presiden harganya Rp3.000 lebih mahal,” enggak apa-apa beli dari desa itu, “Pak harganya Rp6.000 lebih mahal,” beli di desa itu tetap. Supaya apa? Uangnya itu beredar dari warung, toko-toko yang ada di desa itu terus berputar-putar. Jangan sampai uang Rp257 triliun yang sudah kita serahkan langsung kepada desa kembali lagi ke jakarta, jangan. Usahakan terus berputar-putar. Karena teori ekonominya, semakin banyak peredaran uang yang ada di sebuah wilayah, kesejahteraan masyarakat yang berada di wilayah itu akan semakin baik. Itu teori ekonomi.

Jadi kalau mau beli pasir beli di desa itu, mau beli batu beli di desa itu, mau beli bata beli di desa itu, mau beli semen beli di desa itu, tenaga kerja gunakan 100 persen dari desa itu, semuanya. Jadi uang itu hanya sini pindah sini, sini pindah sini, sini pindah sini, begitu terus mutar, mutar, mutar pada setiap tahun. Nanti kita tambah, kita tambah, kita tambah sehingga perputaran uang itu akan semakin banyak. Supaya ini mengerti dulu.

Silakan kemarin dalam empat tahun kita lebih konsentrasi fokus ke infrastruktur, saluran irigasi, jalan desa, jembatan desa atau embung, silakan. Tetapi mulai tahun ini geserlah, tidak  semuanya juga, mulai digeser  kepada pemberdayaan ekonomi, digeser kepada inovasi-inovasi yang baru. Apa itu? Misalnya, misalnya pengembangan wisata desa, pengembangan wisata desa. Saya berikan contoh, ini di dekat kita, di Provinsi Yogyakarta ada, kemudian di Provinsi Jawa Tengah juga ada, di sini di Jawa Timur saya kira juga banyak. Tolong dilihat. Saya berikan contoh di Umbul Ponggok, ini di Klaten, itu setahun bisa memberikan income kepada desa Rp14 miliar, setahun, bayangkan. Karena apa? Umbulnya digarap bagus, di situ ada persewaan untuk menyelam, di situ ada warung-warung, rumah makan kecil-kecil banyak sehingga income desa itu menjadi, tadi yang saya sampaikan, Rp14 miliar per tahun, bayangkan, gede sekali. Oleh sebab itu, di sini juga sama, lihat adakah umbul, adakah misalnya pantai, yang dekat pantai, yang bisa dikembangkan untuk wisata. Kalau ada pikirkan bagaimana harus dibangun, sarana prasarana yang memberikan dukungan kepada wisata desa itu. Tapi juga ingat yang namanya marketing, yang namanya pemasaran itu sangat penting. Kalau masih merasa ragu-ragu jangan coba-coba masuk kesana. Begitu uang itu dimasukkan misalnya membangun desa wisata kemudian tidak laku, dana itu menjadi muspro. Hati-hati, harus ada kalkulasi, harus ada hitung-hitungan yang detail sehingga untung dan rugi itu betul-betul bisa dikalkulasi dengan baik.

Kita sangat bersyukur banyak BUMDes yang telah dibangun, saya kira tidak usah terlalu banyak yang mau diacarakan. Fokus saja pada satu-dua yang bisa diangkat, dikembangkan. Kalau sudah bagus berhasil, angkat yang lain satu lagi. Jangan semua dikerjakan. Fokus, kerja itu fokus, fokus.

Yang kedua, saya juga ingin sampaikan bahwa dari Rp187 triliun yang telah disalurkan kepada Dana Desa di seluruh tanah air telah terealisasi, jadi yaitu jalan desa sebanyak 191.000 kilometer jalan desa, posyandu ada 24.000 posyandu yang telah diselesaikan, PAUD ada 50.000 PAUD yang telah selesai dari Dana Desa, pasar desa ada 8.900 pasar desa. Pasar desa itu penting sehingga produk-produk petani, produk-produk nelayan bisa masuk kesana dan bisa dijual baik ke kota, baik juga kepada konsumen langsung. Irigasi ada 58.000 irigasi yang telah dibangun dari Dana Desa di seluruh tanah air. Embung ada 4.100 embung yang telah dibangun dari Dana Desa. Artinya dana ini betul-betul menetas, netes dipakai oleh desa itu, netes. Sehingga kalau tadi Pak Bupati menyampaikan ditambah juga dari kabupaten ya layak.

Tapi saya titip kepada pendamping desa agar komunikasi dengan kepala desa itu sambung. Kalau ada yang macam-macam diingatkan, diingatkan. Pak Kades hati-hati Pak Kades, dana ini diawasi, saya mungkin mata saya hanya dua tapi intelijen saya banyak sekali. Intelijen saya siapa sih? Rakyat. Masuk saya pas ke desa, “Pak Kades-nya gini gini gini,” tahu saya. Masuk ke desa, ‘Pak Kades-nya gini, gini, gini’, itu baik gitu lho. “Pak Kades-nya baik Pak, di sini baik,” “Pak di sini Kades-nya baik,” itu yang kita tunggu.  Jangan sampai ada yang masuk ke kuping saya, “Pak ini Rp1,3 miliar yang dikerjain hanya Rp300,” nah hati-hati. Hati-hati seperti ini, saya jamin saya tahu, entah lewat mana saya tahu, jadi hati-hati. Semuanya gunakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Ada yang pendamping desa di sini ada? Enggak, maksud saya ada yang mau maju? Ya boleh Bu maju Bu. Pak Kades?

(Dialog Presiden RI dengan Perwakilan Pendamping Desa dan Kepala Desa)

Terakhir Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya ingin titip karena Bapak-Ibu semuanya juga sering berhubungan dengan masyarakat baik pak kades, baik pendamping desa, baik kader PAUD, baik kader posyandu, dan PPK saya titip, terakhir ini saya titip dan mengingatkan kepada kita semuanya bahwa negara kita ini negara besar. Penduduk kita sekarang sudah 260 juta yang hidup di 17.000 pulau yang kita miliki, tersebar di 34 provinsi di 514 kabupaten dan kota. Apa yang ingin saya ingatkan? Kita ini dianugerahi oleh Allah berbeda-beda. Berbeda-beda suku, berbeda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, berbeda bahasa daerah, beda-beda semuanya. Kita memiliki 714 suku yang berbeda-beda yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Bahasanya 1.100 lebih bahasa daerah yang kita miliki. Berbeda-beda, benten-benten sedanten, beda-beda semuanya.

Ini saya rasakan, saya alami setelah saya pergi dari kabupaten ke kabupaten, provinsi ke provinsi, pindah dari pulau ke pulau, beda semuanya. Apa yang bisa kita tarik dari sini? Saya ingin mengingatkan yang namanya Afghanistan itu hanya memiliki tujuh suku, di Indonesia ada 714 suku yang berbeda-beda. Afghanistan sudah perang 40 tahun tidak selesai-selesai, gara-gara dua suku yang berantem dan bertikai, konflik satu membawa teman dari luar satu membawa teman dari luar, perang. Sudah 40 tahun tidak selesai-selesai. Saya mendengar langsung cerita dari Presiden Ashraf Ghani. Dan dari Ibu Rula Ghani, ini istrinya Presiden, cerita kepada saya dan mbrabak. Apa yang diceritakan oleh beliau Ibu Rula Ghani? “Presiden Jokowi, 40 tahun yang lalu negara kami ini aman, tenteram, damai, tidak ada masalah. Saya menyetir mobil dari kota satu ke kota yang lain, menyetir mutar-mutar di kota aman, tidak ada masalah apa-apa. Tetapi begitu perang konflik itu datang, perang itu datang saya sudah 40 tahun sudah tidak bisa menyetir lagi. Naik sepeda di jalan saja sudah tidak berani karena bom dan peluru bisa datang setiap saat.” Bayangkan.

Saya, saat itu tahun lalu, saya ke Kabul, Afghanistan. Saya sebetulnya sudah diperingatkan, “Bapak tidak usah kesana,” tapi saya sudah janjian dengan Dr. Ashraf Ghani untuk ke Kabul. Saya kesana. Dua hari sebelum saya kesana ada bom menewaskan 103 masyarakat, lima jam sebelum saya turun ada bom lagi ada puluhan yang luka. Artinya memang kalau sudah konflik itu menghentikannya sulit, merukunkannya kembali sulit, menjadikan satu kembali juga sulit.

Oleh sebab itu, saya ingatkan kepada kita semuanya, dan saya mengajak Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya tolong masyarakat juga diingatkan, bahwa aset terbesar bangsa kita adalah persatuan, aset terbesar bangsa ini adalah kerukunan, aset terbesar bangsa ini adalah persaudaraan. Aset besar kita adalah persatuan, kerukunan, persaudaraan. Kita jaga terus, marilah kita jaga terus ukhuwah islamiah kita, ukhuwah wathaniyah kita, jaga terus. Karena kalau sudah konflik seperti itu, sekali lagi, merukunkannya kembali sudah sangat sulit.

Kita ini sudah mulai ini ada tanda-tanda yang harus masyarakat itu mulai hilangkan ini. Jangan sampai karena pilihan bupati, jangan sampai karena pilihan gubernur, jangan sampai karena pilihan presiden antarkampung tidak saling ngomong, antartetangga tidak saling ngomong, di majelis taklim tidak saling menyapa. Lho, lho, lho, lho, lho. Padahal pesta demokrasi yang namanya pemilu/pilkada itu setiap lima tahun ada terus, ada terus, ada terus. Kalau tidak saya ingatkan berbahaya sekali kita nanti. Dimulai dari begitu, tidak saling sapa, tidak saling ngomong. Di Afghanistan juga seperti itu, dimulai dari hal-hal kecil seperti itu. Tapi hati-hati lah, saya ingin mengajak kita semuanya. Beda pilihan itu tidak apa-apa, namanya pesta demokrasi tapi kalau mau pilih bupati, mau pilih gubernur, lihat rekam jejaknya dilihat, prestasinya pernah berprestasi apa dilihat, gagasannya apa dilihat, ide-idenya apa dilihat, programnya apa dilihat. Jadi kalau ada fitnah-fitnah, kita, “ini fitnah, ini kabar bohong, ini hoaks,” hilang semuanya.

Karena sekarang ini kalau sudah masuk ke tahun politik isinya kita itu coba lihat di medsos, isinya sudah tidak karu-karuan. Benar tidak? Fitnah-fitnah sudah tidak karu-karuan. Ada itu di medsos banyak sekali, Presiden Jokowi itu PKI. Padahal waktu PKI dibubarkan tahun ’65-’66. Saya lahir itu ‘61, umur saya baru empat tahun kok dibilang aktivis PKI itu dari mana? Apa ada PKI balita? Logikanya tidak masuk tapi itu ada yang percaya. Dari survei yang kita lakukan sembilan juta orang kita itu percaya mengenai kabar itu. Ini kan bahaya kalau saya tidak… Kalau saya empat tahun ini sudah diam saja, diomongin kayak begitu saya diam. Sabar, sabar, sabar, sabar, ya Allah, sudah. Tapi sekarang saya harus ngomong kalau tidak nanti, saya kaget juga bahwa yang percaya segitu banyaknya, harus saya sampaikan. Gambar di medsos coba seperti itu, itu namanya Ketua PKI DN Aidit, pidato tahun 1955 saat pemilu, pidatonya saya cek ini pidatonya tahun 1955, dia pidato kok di bawahnya ada saya? Coba gambar-gambar seperti ini kalau tidak diluruskan berbahaya sekali, orangnya lahir belum kok sudah dekat podium di sini itu. Saya lihat itu di HP saya saya lihat-lihat kok wajahnya ya persis saya juga. Ini yang rekayasa seperti inilah yang harus kita kejar terus, jangan sampai hal-hal kayak begini dikembangkan di masyarakat, sesuatu yang tidak sehat, membohongi, memberikan kabar yang tidak betul, memfitnah. Gambar seperti ini tidak hanya satu, ratusan banyaknya. Tapi yang saya ceritakan satu saja karena waktunya sudah jumatan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, marilah kita jaga bersama-sama Dana Desa ini agar betul-betul kita bisa mengembangkan potensi-potensi, kekuatan-kekuatan yang ada di desa dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat desa.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru