Sudah Keterlaluan, Pemerintah Akan Represif Hadapi Medsos Menyimpang

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 4 Januari 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 45.411 Kali
image

Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (4/1). (Foto: Humas/Jay)

Pemerintah mengkhawatirkan perkembangan komunikasi di media sosial yang diisi berita-berita tendensius, fitnah, bohong, menyesatkan, menanamkan kebencian, atau ujaran-ujaran kebencian.

“Itu sekarang cukup merebak. Memang kebebasan boleh, negeri ini memang memberikan suatu kebebasan. Kebebasan adalah hak dalam demokrasi. Tapi kewajiban untuk menaati hukum peraturan perundangan itu juga merupakan kewajiban yang harus ditaati,” kata Menko Polhukam Wiranto kepada wartawan usai Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/1).

Menko Polhukam mengingatkan, media sosial tidak boleh digunakan untuk hal-hal negatif seperti itu. Ia menyebutkan, saat ini kondisinya sudah terlalu parah, baik yang menyerang pribadi, kelompok masyarakat lainnya, maupun kebijakan negara.

Oleh karena itu, lanjut Wiranto, sudah ada satu rencana untuk melakukan langkah-langkah represif, terutama preventif agar kebebasan media terutama di media sosial, dapat diatur dengan baik serta dilaksanakan secara etis, bermartabat, dan tidak merugikan kepentingan nasional.

“Tentu yang sudah keterlaluan, yang sudah jelas-jelas melanggar hukum akan ditindak secara tegas. Polisi sudah diinstruksikan, atau aparat penegak hukum sudah diinstruksikan untuk melakukan langkah-langkah tegas tanpa kompromi,” tegas Wiranto.

Dewan Kerukunan
Sebelumnya Menko Polhukam Wiranto mengemukakan, bahwa pemerintah akan meminta DPR segera menyelesaikan pembahasan mengenai revisi Undang-Undang Terorisme. Karena berdasarkan pengamatan, dari kondisi strategis global, regional, dan nasional, ancaman terorisme dinilai sangat mendesak untuk dihadapi.

“Serangan terorisme itu sekarang sudah merupakan tren dunia dimana semuanya sepakat untuk dihadapi secara bersama-sama. Tidak ada satu negara pun yang tidak sepakat bahwa terorisme harus dihadapi bersama-sama negara di dunia, termasuk Indonesia,” jelas Wiranto.

Oleh karena itu, menurut Menko Polhukam, karena terorisme tidak mengenal undang-undang, tidak mengenal batas negara, maka pemerintah sepakat untuk menghadapinya dengan cara-cara yang terukur tetapi cukup cerdas karena harus berdasarkan suatu undang-undang.

“Nah inilah kita mengharapkan supaya revisi undang-undang terorisme segera dapat ditetapkan,” ujar Wiranto.

Untuk masalah bela negara, menurut Menko Polhukam, pemerintah merasakan perlunya kembali semangat untuk membela negara. Semangat membela negara ini, bukan hanya dibebankan kepada aparat keamanan, Polisi dan TNI, tetapi juga harus dilakukan oleh semua warga negara Indonesia.

“Ini amanat UUD. Oleh karena itu, perlu segera dibentuk suatu wadah untuk bisa membina, membangun kembali semangat bela negara itu di seluruh warga negara Indonesia,” jelas Wiranto.

Namun Menko Polhukam menegaskan, tidak akan dibentuk badan baru melainkan akan diberikan tugas kepada Wantanas (Dewan Ketahanan Nasional), yang merupakan wadah untuk menyusun konsep yang diusulkan kepada Presiden.

“Sekarang akan di switch tugasnya untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan membangun kembali semangat bela negara yang merupakan kebutuhan yang sangat mendesak,” terang Wiranto.

Selain bela negara, menurut Menko Polhukam, pemerintah juga sudah menetapkan unit kerja untuk kembali memantapkan ideologi Pancasila.

“Jadi ini serentak, di satu sisi Pancasila dimantapkan kembali melalui unit kerja itu yang dibentuk oleh pemerintah dan di satu sisi bela negara juga terus kita tanamkan ke seluruh warga negara Indonesia untuk menjadi satu kekuatan baru,” ujarnya.

Menko Polhukam menambahkan, Presiden juga sudah setuju untuk dibentuknya Dewan Kerukunan Nasional yang diperlukan karena Indonesia mempunyai sejarah dan setiap suku bangsa di Indonesia selalu menyelesaikan masalah dengan cara-cara musyawarah mufakat terlebih dahulu.

Menurut Wiranto, Dewan Kerukunan Nasional itu sebagai bagian usaha untuk mengganti posisi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang dulu tidak disetujui oleh Mahkamah Konstitusi.

“Sekarang akan membentuk Dewan Kerukunan Nasional, tapi bukan berarti untuk menghidupkan kembali KKR. Tetapi dengan cara lain kita menghidupkan justru suatu falsafah bangsa kita sendiri, menyelesaikan perkara dengan cara musyawarah dan mufakat, itu juga akan kita bentuk,” kata Wiranto. (FID/ES)

Berita Terbaru