Sudah Turunkan Jadi 4,39 Hari, Presiden Jokowi Minta Waktu ‘Dwelling Time’ Diturunkan Lagi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Desember 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 63.342 Kali
Menko Maritim Rizal Ramli didampingi Seskab Pramono Anung dan Menhub Ignasius Jonan memberi keterangan pers, di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/12)

Menko Maritim Rizal Ramli didampingi Seskab Pramono Anung dan Menhub Ignasius Jonan memberi keterangan pers, di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/12)

Pemerintah telah berhasil memangkas waktu bongkar muat barang di pelabuhan atau dwelling time yang sebelumnya sempat mencapai 6-7 hari menjadi 4,39 hari. Namun demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih meminta agar waktu dwelling time itu bisa lebih dipangkas lagi.

“Presiden meminta untuk mengurangi dwelling time. Tadinya awal tahun 2015, dwelling time itu antara 6-7 hari, kita berhasil turunkan menjadi sekitar 4,39 hari,” kata Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli kepada wartawan usai rapat terbatas, di kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/12) sore.

Menurut Rizal, ada beberapa strategi untuk menurunkan dwelling time. Pertama, mengurangi regulasi yang terlalu bikin ribet dan bikin sulit proses ekpor dan impor.

Beberapa aturan yang dihapus, menurut Rizal, adalah 18 peraturan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, 1 peraturan pemerintah dan 19 peraturan menteri, BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) 2 peraturan Kepala BPOM, serta dari Bea Cukai dihapuskan 3 peraturan menteri, juga ditambah 2 peraturan menteri diubah.

Strategi kedua, lanjut Menko Kemaritiman, adalah pembenahan jalur dan pemeriksaan fisik. Ia menyebutkan, ada dua jalur di Bea Cukai. Satu jalur hijau, sekitar 94 persen dari arus barang.

“Hitung-hitung memang biasanya lebih cepat, pemeriksaannya random dan banyak yang sifatnya post audit. Yang 6% adalah jalur merah artinya memerlukan pemeriksaan fisik yang lebih ketat terutama dari importir-importir yang track record-nya tidak terlalu credible,” jelas Rizal.

Menko Maritim menyampaikan bahwa hal ini akan dirapikan, dan juga proses pemeriksaan fisik dipercepat dengan target paling lambat harus selesai jam 12 di hari berikutnya. “Jadi kalaupun ada pemeriksaan fisik kontainer, masuk untuk diperiksa oleh Bea Cukai harus selesai sebelum jam 12 hari berikutnya,” jelas Rizal.

Hal lainnya yakni pemberitahuan impor atau manifest diminta kepada importir untuk mengirimkannya, memasukkannya sebelum barangnya datang. Rizal akui memang banyak juga yang tidak mengikuti ini. Barangnya sudah datang, manifestnya atau dokumennya belum masuk. “Ya ini akan diberikan sanksi agar supaya lebih cepat dokumen masuk sebelum barangnya tiba”, tambah Rizal.

Strategi ketiga, menurut Menko Maritim, adalah soal jalur kereta api. Seperti diketahui, di seluruh dunia kereta api itu masuk langsung ke daerah pelabuhan. Sehabis pemeriksaan, kontainer diangkut kereta api dibawa keluar secepatnya.

“Nah, PT Kereta Api Indonesia sudah membangun rel kereta api, 45% pengerjaannya sudah selesai, diharapkan kereta api pelabuhan ini akan mulai beroperasi akhir Februari 2016,” tutur Rizal seraya menyebutkan, kalau ini dilakukan maka dwelling time akan berkurang 40 hari lebih dan kemacetan di Tanjung Priok juga akan berkurang.

Selanjutnya adalah pengenaan denda atas kontainer. Seperti diketahui, biaya simpan kontainer di Tanjung Priok di lini satu, sangat murah sekali, hanya Rp28.500. Dengan demikian, menurut Rizal, cukup banyak importir yang  simpan di situ dan tidak usah diangkut keluar, karena biaya penyimpanan kontainer di luar itu jauh lebih mahal.

Rizal Ramli menyampaikan bahwa Menteri Perhubungan telah mengeluarkan peraturan bahwa penimbunan kontainer paling lama hanya 3 hari setelah pemeriksaan setelah itu dikenakan denda. Ia juga menyebutkan, selama ini Pelindo menolak mengenakan denda karena dendanya memang tinggi, Ro  5 juta sehingga kontainer-kontainer kabur secepatnya, ”terbang”. Hal ini dapat dilakukan agar dwelling time-nya turun, akan tetapi manajemen Pelindo menolak.

Namun, dalam rapat terbatas tadi, menurut Menko Kemaritiman, telah diputuskan dan meminta kepada Menteri BUMN agar menggunakan sistem denda. Menteri BUMN yang akan menentukan dendanya. Prinsipnya dendanya harus cukup tinggi agar kontainer ini bisa keluar secepat mungkin. “Kalau kita laksanakan sistem denda ini, dwelling time akan berkurang 40 hari lagi,” kata Rizal Ramli meyakinkan.

Yang kelima, menurut Menko Maritim, menyangkut sistem teknologi informasi. Tagihan Bea cukai sudah dapat dilakukan melalui billing system sehingga pembayaran dapat dilakukan setiap saat.

“Nah selama ini, kalau misalnya barangnya datang hari Jumat ya harus nunggu hari Senin baru bisa bayar. Tapi sekarang dengan sistem ini hari Minggu pun hari Sabtu bisa bayar, sehingga proses pembayaran barang itu bisa lebih cepat,” tambah Rizal.

Selama ini, menurut Rizal, juga sudah ada Indonesian National Single Window yang merupakan tulang punggung dari sistem informasi ekspor dan impor. Namun, patut disayangkan karena hal ini kurang efektif.

Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Perhubungan berencana aktifkan sistem Inaport. Sistem yang dapat membuat semua nanti data terintegrasi sehingga bisa diketahui posisi kontainer dimana lokasinya, pemiliknya siapa, dan isinya apa. “Integrated data system ini akan diefektifkan mulai tahun 2016,” ungkap Rizal.

Hal lain adalah terkait mafia pelabuhan. Mengenai pelabuhan, Menko Maritim sampaikan bahwa Presiden meminta kepada Polri dan Bea Cukai untuk melakukan pengawasan dan penertiban terhadap mafia yang beroperasi di pelabuhan.

Sementara itu, Menteri Perhubungan menambahkan bahwa akan ada launching program data terintegrasi kira-kira April sampai Juni. Selanjutnya, Menhub sampaikan mengenai rel, PT KAI akan ada kerja sama dengan Pelindo. (Fid/EN/Jay/Oji/ES)

Berita Terbaru