Tahap I Reformasi Hukum, Wiranto: Berantas Pungli, Penyelundupan, dan Percepatan Pelayanan SIM/STNK

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 11 Oktober 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 43.967 Kali
Menko Polhukam Wiranto memberi keterangan pers terkait hasil Ratas Reformasi Hukum (11/10). (Foto: Humas/Jay)

Menko Polhukam Wiranto memberi keterangan pers terkait hasil ratas Reformasi Hukum (11/10). (Foto: Humas/Jay)

Guna memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap hukum nasional, memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, dan adanya kepastian hukum bagi masyarakat, pemerintah bertekad akan menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara melalui reformasi di bidang hukum.

Menko Polhukam Wiranto mengemukakan, banyak sekali masalah hukum yang kita hadapi. Tanpa kita sadari, di berbagai lini kehidupan masyarakat sangat banyak hal-hal yang perlu dilakukan satu proses reformasi dan revitalisasi. Namun, lanjut Wiranto, tentu kita tidak bisa melaksanakan itu semua.

“Ada satu prioritas dan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan segera untuk memberikan satu jaminan kepada masyarakat bahwa pemerintah benar-benar secara serius akan menangani reformasi hukum ini,” jelas Wiranto kepada wartawan usai Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (11/10) sore.

Ia menyebutkan, dalam waktu singkat ini tahap pertama dari reformasi hukum atau revitalisasi hukum nasional kita akan melakukan satu langkah yang disebut Operasi Pemberantasan Pungli (OPP) dan suap. Hal ini karena pungli sekarang sudah sangat merajalela dalam kehidupan kita sebagai bangsa.

“Tadi dibahas bahwa pungli ada karena terkadang mengurus sesuatu lama, dan untuk mempercepat itu maka muncul suatu transaksi-transaksi gelap. Itu pungli dan itu akan diberantas. Segera akan dihabiskan. Sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, lebih murah,” tegas Wiranto.

Terkait hal tersebut, Menko Polhukam Wiranto menjelaskan, akan ada sistem baru yang akan dilakukan. Misalnya nanti ada satu sistem pelaporan dari publik tentang suap lewat online dan nanti bisa masyarakat mengetahui atau mengalami permintaan untuk pungli, pembayaran tidak wajar, bisa langsung nanti melaporkan lewat online kepada satuan terkait itu dan langsung akan ditangani.

“Mudah-mudahan bisa cepat ditangani. Dengan cara itu, mudah-mudahan pungli berangsur-angsur hilang dari budaya kita yang tidak sehat itu,” tegas Wiranto.

Yang kedua, juga merugikan negara, menurut Menko Polhukam, adalah operasi pemberantasan penyelundupan.

Menurut Wiranto, pintu penyelundupan di Indonesia itu banyak sekali. Banyak pelabuhan-pelabuhan tikus istilahnya, banyak tempat-tempat terpencil yang sangat rawan terhadap penyelundupan ini. Ia menyebutkan, penyelundupan ini sekarang  begitu maraknya sehingga  merugikan perekonomian nasional, merugikan produksi nasional, dan menyebabkan tentunya terganggunya roda perputaran ekonomi nasional.

“Ini juga akan segera dalam tahap pertama ini diselesaikan. Sehingga nanti akan dibentuk satgas pemberantasan penyelundupan yang akan menangani khusus penyelundupan,” ungkap Wiranto.

Berikutnya, menurut Menko Polhukam, juga akan dilakukan program percepatan pelayanan SIM (Surat Izin Mengemudi), STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor), dan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolosian).

Diakui Wiranto, sekarang memang kalau SIM dan SKCK itu sudah cepat sebenarnya, 2 jam. Tetapi untuk STNK dan BPKB ini mudah-mudahan paling lambat bulan Januari juga bisa cepat. “Tadi Kapolri sudah bisa menjamin bahwa program percepatan pelayanan publik untuk SIM, STNK, BPKB, SKCK ini akan lebih cepat lagi. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan kesulitan untuk mengurus masalah ini,” kata Wiranto.

Berikutnya, lanjut Menko Polhukam,  juga program pelayanan izin tinggal terbatas dan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) bebas korupsi dengan teknologi informasi transparan. “Nah ini juga masuk tahap pertama, sehingga bisa lebih cepat dan lebih terpadu lagi,”ujarnya.

Yang juga tidak kalah penting, menurut Wiranto, adalah program relokasi Lapas. Ia menyebutkan, dari hasil survei yang dilakukan oleh tim kelompok kerja hampir semua lapas di Indonesia sudah over capacity. Jumlah penghuni lebih besar dari pada apa yang seharusnya disediakan oleh lapas itu.

“Rata-rata kelebihannya berkisar antara 75%-200%. Sehingga secara nasional itu kelebihannya sekitar 80% dari kapasitas yang dimiliki lapas. Oleh karena itu, telah diputuskan dalam ratas tadi bahwa perlu adanya relokasi lapas-lapas yang memang perlu untuk direlokasi terutama adanya pemisah penghuni lapas dari narkoba, terorisme, dan radikalisme,” papar Wiranto.

Menko Polhukam Wiranto menambahkan, juga akan ada suatu pembaruan sistem untuk tindak pidana ringan itu tidak harus kemudian masuk peradilan. Tetapi ada cara-cara baru yang lebih efisien untuk mereka cukup denda saja dengan cara-cara yang lebih persuasif, menyadarkan mereka tanpa mengkriminalisasi mereka sebagai penindak kriminal untuk mengurangi lapas tadi.

“Tahap pertama kita akan fokus pada 5 hal itu. Akan kita selesaikan dan masih ada hal lain yang nanti akan menyusul, setahap demi setahap,” pungkas Wiranto seraya berharap, mudah-mudahan masyarakat memahami masalah ini dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada aparat pemerintah yang ditugaskan untuk melakukan reformasi di bidang hukum ini. (FID/ES)

Berita Terbaru