Tahun 2021: Bangkit untuk Maju Bersama

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 7 Januari 2021
Kategori: Opini
Dibaca: 1.552 Kali


Oleh Usep Setiawan[1]

Tahun 2020 menjadi tahun ujian bagi umat manusia secara global. Pandemi Covid-19 yang berasal dari Wuhan, Republik Rakyat Cina dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, tak mengenal batas negara dan bangsa. Semua negara terkena dampak. Semua bangsa tak ada yang kebal terhadap serangan virus corona ini.

Respon setiap negara berbeda-beda. Negara yang pemerintahnya congkak, kecenderungan tingkat keterjangkitan warganya cukup tinggi. Sebaliknya, negara yang sigap mencegah penularan maka tingkat keterjangkitannya rendah. Indonesia tak luput dari pandemi ini.

Sejak pandemi menerpa, setidaknya 700 ribu orang terinfeksi, lebih dari 21 ribu orang meninggal di Indonesia. Moeldoko Kepala Staf Kepresidenan menyatakan, kita semua berduka atas gugurnya pahlawan kemanusiaan seperti para dokter, perawat, pekerja kesehatan, dan para relawan yang telah bertaruh nyawa dalam peperangan melawan Covid-19. Mereka menjadi martil bagi keselamatan sebuah peradaban (31/12).

Penulis pernah ditanya seorang kawan dari Bandung, apa yang sudah dilakukan pemerintah pusat untuk mencegah dan menanggulangi dampak Covid-19?

Kesungguhan langkah
Pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo telah melakukan berbagai langkah untuk mencegah penularan dan mengatasi dampak pandemi Covid-19. Mulai dengan mengubah fokus dan merealokasi anggaran pembangunan. Konsekuensinya, UU APBN diubah melalui Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 yang kemudian menjadi UU No. 2/2020 setelah disetujui DPR RI.

Pemerintah gencar mengkampanyekan adaptasi kebiasaan baru atau New Normal kepada masyarakat dan aparat pemerintahan. Kebiasaan mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir, memakai masker saat keluar rumah dan beraktivitas di luar rumah, serta menjaga jarak fisik dan mencegah kerumunan banyak orang untuk menghindari penularan virus.

Presiden juga sudah membentuk lembaga khusus lintas sektor untuk menanggulangi Covid-19. Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, yang kemudian diubah menjadi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dengan komite penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi di dalamnya yang bersifat ad-hoc menjadi bukti kesungguhan pemerintah dalam mengkonsolidasikan sumber daya yang dimiliki.

Pemerintah juga mengalokasikan triliunan rupiah dana untuk berbagai skema bantuan sosial bagi warga masyarakat yang terdampak pandemi, di desa maupun kota. Bantuan sosial dari beragam program perlindungan sosial dikucurkan pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga desa/kelurahan secara cepat dan tepat.

Sepanjang 2020, pemerintah telah mengalokasikan total anggaran untuk biaya penanganan Covid-19 sebesar 695,2 Triliun. Untuk bantuan sosial saja sebesar Rp203,90 triliun. Pemerintah telah membagikan 5.123.940 alat perlindungan diri, dan 24.180.449 masker bedah. Dikucurkan Rp123,46 triliun insentif usaha mikro, kecil, dan menengah. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menggerakkan ekonomi nasional (Kaleidoskop 2020, KSP).

Terus berbenah
Diakui, penyaluran bantuan sosial kepada warga terdampak Covid-19 belum seluruhnya berlangsung mulus. Kesimpangsiuran data warga yang berhak biasanya menjadi kendala. Kasus penyelewengan seperti yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara oleh KPK juga terjadi. Pemerintah terus berbenah.

Presiden telah menunjuk Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial baru untuk memimpin Kementerian Sosial. Publik berharap banyak kepada mantan Walikota Surabaya itu agar bisa lebih baik dalam mengelola dan menyalurkan berbagai bantuan sosial. Kehebatan Risma di Surabaya diharapkan bisa diangkat ke tingkat nasional.

Koordinasi dan sinergi pemerintah pusat, provinsi dengan kabupaten/kota digencarkan melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Kesulitan koordinasi sebagai penyakit bawaan birokrasi diterobos. Lemahnya kepemimpinan Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Agama sebagai bidang penting setelah pandemi, diatasi Presiden dengan reshuffle pada 23 Desember lalu.

Kebijakan penyediaan vaksin gratis bagi seluruh rakyat Indonesia ditempuh. Keputusan Presiden Jokowi menggratiskan biaya vaksin Covid-19 bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali diumumkan pada 16 Desember 2020. Sekarang impor vaksin mulai datang ke Tanah Air, dan menunggu uji klinis sebelum disuntikkan kepada seluruh warga Indonesia.

Setelah berbagai program dan kegiatan dilakukan pemerintah untuk menangani Covid-19, apa langkah strategis yang perlu diambil agar kita segera pulih dan bangkit dari keterpurukan?

Pulih dan bangkit
Penulis mengajukan pendekatan antropologis. Sebagai ilmu tentang kebudayaan manusia, antropologi dapat memberikan perspektif holistik dalam penanganan pandemi. Antropologi mengedepankan pendekatan sosial budaya untuk mendorong penerapan kebiasaan baru sebagai fenomena budaya. Pandemi tak cukup didekati pendekatan struktur formal kenegaraan.

Pendekatan teknokratis yang birokratis semata tak cukup menjawab kebutuhan responsif masyarakat Indonesia terhadap pandemi. Mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru perlu langkah budaya. Kampanye pemerintah untuk menjalankan protokol kesehatan tidak akan efektif jika tidak menggunakan pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat Indonesia yang majemuk.

Contohnya, “pesan ibu” untuk menjalankan protokol kesehatan menjadi lebih efektif untuk mengingatkan masyarakat yang cenderung patuh pada ibu. Tentu, “ibu” di sini bisa dimaknai sebagai pesan pemerintah. Namun, jika menggunakan “pesan pemerintah” tentu hal ini dirasa terlalu kaku atau terkesan menggurui.

Segi informalitas dan kelenturan sangat menonjol dalam pendekatan antropologi. Tak semua hal yang bersifat formal itu mudah berlaku dalam kenyataan sosiologis masyarakat. Tak semua kebijakan legal juga bisa langsung efektif berlaku di masyarakat. Formalitas dan legalitas kebijakan perlu dikawal pendekatan budaya agar lebih efektif pelaksanaannya di lapangan.

Karenanya, dalam mengajak masyarakat untuk taat protokol kesehatan demi keselamatan dan kesehatan seluruh warga, demikian halnya dengan pemulihan ekonomi masyarakat, para antropolog di seluruh wilayah Indonesia perlu menunjukan aspek-aspek sosial budaya yang ada di komunitas masyarakat di daerah tersebut kepada pemerintah di daerahnya.

Antropolog tak perlu menunggu undangan pemerintah untuk melakukannya. Ini menjadi panggilan profesi keilmuan yang mesti disumbangkan para antropolog ketika negara dan bangsa sedang diterjang pandemi, agar bangkit untuk maju bersama. Selamat Tahun Baru 2021. ***

Jakarta, 31 Desember 2020

[1] Usep Setiawan adalah Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden, dan Ketua Dewan Eksekutif Ikatan Kekerabatan Alumni Antropologi Universitas Padjadjaran Bandung.

Opini Terbaru