Tekan Defisit: Impor Barang Konsumsi Ditarik PPh 7,5%, BUMN Diminta Perketat Impor Barang Modal

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 15 Agustus 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 16.909 Kali
Menkeu Sri Mulyani didampingi Gubernur BI Perry Warjio menyampaikan keterangan pers usai rapat terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8) sore. (Foto: AGUNG/Humas)

Menkeu Sri Mulyani didampingi Gubernur BI Perry Warjio menyampaikan keterangan pers usai Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8) sore. (Foto: Agung/Humas)

Pemerintah mengambil langkah tegas dalam upaya mengendalikan defisit transaksi berjalan yang pada kuartal II Tahun 2019 ini sudah mencapai 3% dari Gross Domestic Product (GDP). Pemerintah akan mengendalikan impor barang, terutama impor barang yang menyangkut proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan instruksi yang sangat tegas, bahwa semua di Kabinet harus melakukan langkah-langkah untuk mengamankan neraca pembayaran, terutama pada defisit transaksi berjalan.

“Kita sekarang harus melakukan tindakan tegas untuk mengendalikan, karena kalau tidak ekspor kita walaupun pertumbuhannya cukup bagus dan double digit, namun karena impornya jauh lebih tinggi dan pertumbuhannya double digit yang sangat tinggi, ini menyebabkan kita harus melakukan langkah yang cukup tegas dan agak drastis pada pengendalian impor,” terang Sri Mulyani kepada wartawan usai Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8) sore.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah, menurut Menkeu, pertama, untuk impor yang menyangkut proyek-proyek infrastruktur yang dikendalikan oleh pemerintah, terutama PLN dan Pertamina diminta untuk melihat komponen impor dari proyek-proyek mereka,  tidak hanya memenuhi TKDN yaitu komponen dalam negeri, tapi juga melihat secara langsung berapa jumlah impor barang modal.

“Untuk proyek belum financial closing akan ditunda. Dan kita akan melakukan enam bulan ini secara sangat firm terhadap dua BUMN ini, sehingga kontribusi terhadap impor barang modal terutama dari BUMN bisa dikendalikan,” kata Sri Mulyani.

Menteri ESDM, lanjut Sri Mulyani, akan melihat dari sisi master list semua yang merupakan request untuk impor akan disetop dulu sampai enam bulan ke depan, dan dilihat kondisi neraca pembayaran kita harus membaik.

Kedua, untuk barang-barang yang berhubungan dengan barang konsumsi maupun bahan baku yang  lihat memiliki potensi untuk subsitusi produk dari dalam negeri, menurut Menkeu, pemerintah akan menetapkan PPh impor sebesar 7,5%.

“Kita akan lihat kalau barang ini permintaannya melonjak tinggi dan dia tidak betul-betul strategis dan sangat dibutuhkan di dalam perekonomian, maka akan dikendalikan,” ujar Sri Mulyani seraya menambahkan, dirinya menduga berbagai macam belanja online yang berasal dari luar, yang memang berkontribusi terhadap tingginya lonjakan impor barang konsumsi.

Dorong Ekspor

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, bahwa pemerintah juga akan melakukan langkah-langkah untuk terus mendorong ekspor,  baik dari sisi pembiayaan, sisi policy untuk insentif, maupun dari sisi kemampuan kita untuk penetrasi pasar.

“Itu akan dilakukan secara bersama-sama dengan menggunakan instrumen pemerintah, apakah itu LPII, OJK yang melakukan policy untuk relaksasi, dan kita melakukan dengan instrumen fiskal untuk melakukan insentif,” jelas Menkeu.

Menkeu memastikan, bahwa pemerintah bersama-sama Bank Indonesia yang memiliki kewenangan untuk menjaga nilai tukar, bersama-sama untuk menjaga kestabilan perekonomian Indonesia, terutama pada saat kita menghadapi persepsi dunia luar terhadap kondisi ekonomi di negara-negara emerging.

“Kita harus menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki fundamental yang baik, dan ini harus dikomunikasikan terus. Dan kalau ada yang dianggap memiliki kerawanan, pemerintah tidak segan untuk melakukan tindakan korektif tegas dan cepat di dalam rangka untuk melakukan koreksi terhadap potensi kerawanan tersebut,” tegas Menkeu. (DND/ES)

Berita Terbaru