Teken Perpres, Presiden Jokowi Bentuk Tim Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum
Dengan pertimbangan bahwa pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum telah terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian besar terhadap kesehatan, ekonomi, sosial, ekosistem, sumber daya lingkungan, dan mengancam tercapainya tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah menganggap perlu diambil langkah-langkah percepatan dan strategis secara terpadu untuk pengendalian dan penegakan hukum, guna pemulihan DAS Citarum.
Atas pertimbangan tersebut, pada 14 Maret 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum (tautan: Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum).
Untuk melaksanakan percepatan Pengendalian dan Kerusakan DAS Citarum secara terpadu, melalui Perpres ini, pemerintah membentuk Tim Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum, yang selanjutnya disebut Tim DAS Citarum.
Tim DAS Citarum bertugas mempercepat pelaksanaan dan keberlanjutan kebijakan pengendalian DAS Citarum melalui operasi pencegahan, penanggulangan pencemaran dan kerusakan, serta pemulihan DAS Citarum secara sinergis dan berkelanjutan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah termasuk optimalisasi personel dan peralatan operasi, bunyi Pasal 3 ayat (1) Perpres ini.
Tim DAS Citarum itu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dan terdiri atas: a. Pengarah; dan b. Satuan Tugas, yang selanjutnya disebut Satgas.
Pengarah Tim DAS Citarum terdiri atas: Ketua: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman; Wakil Ketua I: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Wakil Ketua II: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Wakil Ketua III: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Adapun anggota Pengarah Tim DAS Citarum terdiri atas: 1. Mendagri; 2. Menteri Agama; 3. Menteri Keuangan; 4. Menristekdikti; 5. Menteri Kesehatan; 6. Menteri Perindustrian; 7. Menteri ESDM; 8. Menteri PUPR; 9. Menteri Pertanian; 10. Menteri LHK; 11. Menteri Kelautan dan Perikanan; 12. Menteri ATR/Kepala BPN; 13. Menteri PPN/Kepala Bappenas; 14. Menteri BUMN; 15. Jaksa Agung; 16 Panglima TNI; 17. Kapolri; 18. Sekretaris Kabinet; dan 19. Kepala BPKP.
Pengarah sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini bertugas: a. menetapkan kebijakan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum secara terintegrasi dan berkelanjutan; dan b. memberikan arahan dalam pelaksanaan tugas Satgas, termasuk untuk penyempurnaan, pencabutan, dan/atau penggantian ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung atau menghambat upaya Pengendalian DAS Citarum, dan untuk mengambil langkah mitigasi dampak sosial yang timbul dalam upaya Pengendalian DAS Citarum.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Pengarah dibantu Sekretariat yang secara fungsional dilakukan oleh salah satu unit kerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, bunyi Pasal 7 Perpres ini.
Satgas
Adapun Satgas DAS Citarum, menurut Perpres ini, terdiri atas: Komandan: Gubernur Jawa Barat; Wakil Komandan Bidang Penataan Ekosistem I: Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi; Wakil Komandan Bidang Penataan Ekosistem II: Pangdam Jayakarta; Wakil Komandan Bidang Pencegahan dan Penindakan Hukum I: 1. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Barat; 2. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat; dan Wakil Komandan Bidang Pencegahan dan Penindakan Hukum II: Kapolda Metropolitan Jakarta.
Perpres ini menyebutkan, Komandan Satgas dapat mengangkat Tim Ahli yang bertugas membantu pelaksanaan Satgas, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Komandan Satgas.
Satgas bertugas melaksanakan arahan Pengarah dalam melakukan percepatan dan keberlanjutan Pengendalian DAS Citarum melalui pelaksanaan operasi penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum secara sinergis dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan personel dan peralatan operasi, bunyi Pasal 9 Perpres ini.
Menurut Perpres ini, dalam melaksanakan tugasnya, Satgas berwenang:
- menetapkan rencana aksi pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan Pengarah;
- melokalisasi dan menghentikan sumber pencemaran dan/atau kerusakan Sungai Citarum;
- meminta keterangan, data dan/atau dokumen termasuk memasuki dan memeriksa pabrik, tempat usaha, pekarangan, gudang, tempat penyimpanan, dan/atau saluran pembuangan limbah pabrik/tempat usaha sewaktu-waktu diperlukan;
- mencegah dan melarang masyarakat untuk masuk kembali untuk mendirikan permukiman di wilayah yang memiliki fungsi lindung;
- membentuk Komando Sektor yang dipimpin oleh perwira Tentara Nasional Indonesia sebagai Komandan Sektor;
- membagi wilayah kerja DAS Citarum berdasarkan Komando Sektor
- mengikutsertakan K/L, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam pelaksanaan tugas Komando Sektor, disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan operasi penanggulangan, pencegahan, dan pemulihan ekosistem DAS Citarum, serta penindakan hukum;
- memerintahkan Komando Sektor untuk melaksanakan operasi penanggulangan pencemaran dan kerusakan DAS Citarum di lokus yang ditentukan oleh Satgas; dan
- melakukan kegiatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum sesuai dengan tugas dan kewenangan Satgas apabila rencana aksi sebagaimana dimaksud belum ditetapkan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, menurut Perpres ini, Satgas dibantu Sekretariat Satgas yang dipimpin oleh Kepala Sekretariat. Kepala Sekretariat dan susunan Sekretariat Satgas, menurut Perpres ini, susunannya ditetapkan oleh Komandan Satgas.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Pengarah dan Satgas diatur dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman selaku Ketua Pengarah, bunyi Pasal 11 Perpres ini.
Perpres ini menegaskan, Tim DAS Citarum melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan tugas kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan dan sewaktu-waktu diperlukan.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, bunyi Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 15 Maret 2018 itu. (Pusdatin/ES)