Temui PP Muhammadiyah, Presiden: Islam di Indonesia Harus Jadi Barometer Kemajuan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 April 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 38.100 Kali
Presiden Jokowi saat menerima PP Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta Jumat (1/4) sore. (Foto:Humas/Jay)

Presiden Jokowi saat menerima PP Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4) sore. (Foto:Humas/Jay)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah serta Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4) sore. Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si mengatakan pertemuan yang dilangsungkan tadi untuk silaturahmi dan dalam rangka menyampaikan undangan kepada Presiden.

 
“Kami mengundang Bapak Presiden untuk membuka dan memberi amanat dalam acara besar yakni konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan yang bersamaan dengan momentum peringatan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional,” tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si, Jumat (1/4) sore.

 
Acara akan diselenggarakan selama 2 hari, pada tanggal 20-21 Mei 2016 di Yogyakarta. Konvensi ini merupakan gerakan nasional untuk menghimpun para elit strategis pejabat, termasuk politisi dan para kepala daerah yang memiliki track record dan terobosan yang membawa kemajuan dan memberi inspirasi untuk Indonesia yang lebih dinamis. Sekaligus juga mengundang tokoh lintas civil society dan komponen bangsa, hingga mereka yang di daerah pelosok (tokoh informal) yang memiliki pengaruh dan pengalaman sebagai inspirator untuk perubahan.
 
“Yang sering kami sebut, mungkin orang-orang biasa tetapi berkarya, berpikir, dan bertindak luar biasa,” jelas Haedar.
 
Selain itu, dalam pertemuan juga membahas mengenai beberapa hal berkaitan dengan ekonomi kerakyatan, pendidikan dan aksi terorisme dan radikalisme. Ketua Umum PP Muhammadiyah menyampaikan, Muhammadiyah ingin mengajak seluruh komponen bangsa untuk menatap Indonesia ke depan dengan sikap yang optimis, positif dan tahu potensi besar kita, sekaligus mengurangi cara berpikir kita yang pesimis
 
Ia juga menyampaikan pandangannya mengenai potensi besar bangsa untuk menjadi bangsa yang produktif, maju, bangkit, khususnya bersama negara-negara lain di ASEAN. Hal tersebut menurutnya selaras dengan semangat Nawa Cita pemerintahan sekarang.
 
 “Dan momentum Kebangkitan Nasional akan kita jadikan sebagai titik balik baru buat Indonesia menggerakkan generasi bangsa yang optimis sekaligus juga berorientasi produktif,” jelasnya.
 
Dalam hal pendidikan, ia menyampaikan kepada Presiden bahwa Muhammadiyah memiliki institusi pendidikan baik negeri maupun swasta. Menurutnya, dalam hal pendidikan merupakan pilar strategis dalam membangun bangsa. Untuk itu, ia menyampaikan bahwa perlu akukan terobosan di bidang pendidikan untuk membangun daya saing.
 
“Apalagi di era keterbukaan termasuk MEA yang ini kita perlu sikapi dengan tegas, akan membangkitkan pendidikan yang akan membangun produktifitas dan daya saing bangsa yang kita sesungguhnya berpotensi besar untuk menjadi bangsa yang maju,” ungkapnya pada wartawan.
 
Muhammadiyah memiliki infrastruktur pendidikan tinggi termasuk 172 universitas, rumah sakit yang tersebar di berbagai tempat, serta lembaga-lembaga ekonomi yang berbasis di UMKM.
 
Berkaitan dengan ekonomi, menurutnya tidak bisa menjadi bangsa yang mandiri tanpa kemandirian ekonomi. Diperlukan mobilisasi ekonomi rakyat agar membangkitkan ekonomi kerakyatan sehingga akan menjadi bangsa yang mandiri. Hal lain, Ketua Umum PP Muhammadiyah mengatakan bahwa di dalam pertemuan Presiden menyampaikan, memang sudah saatnya bangsa ini mengedepankan politik kerja dari pada politik bicara.
Politik kerja akan menciptakan bangsa ini sebagai bangsa yang optimis, produktif, dan bangsa yang sadar akan potensinya. “Jadi politik kerja menjadi kunci dalam dorongan kita untuk selalu bekerja dan kedepan kita menjadi bangsa yang besar,” sambungnya.
 
Menurutnya, hal tersebut telah ditunjukkan oleh Presiden saat agenda OKI beberapa waktu lalu. Namun kata beliau memang perlu ada perubahan persepsi agar bangsa ini selalu berpikir positif dan produktif. Ia menyampaikan, Presiden juga mengapresiasi langkah untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah dengan memberikan penekanan bahwa kebijakan pemerintah dengan mengembangkan berbagai macam infrastruktur itu tidak lain sebagai ikhtiar untuk memobilitasi potensi ekonomi kita. “Sehingga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang mandiri secara ekonomi sebagai bagian dari Trisakti,” tutur Haedar menyampaikan pernyataan Presiden Jokowi.
 
Lebih lanjut, mengenai tindakan terorisme dan radikalisme radikalisme yang terjadi, Muhammadiyah memandang bahwa ini merupakan virus yang akan menahan laju kemajuan bangsa ini. Ia mengatakan bahwa Muhammadiyah satu pandangan dan satu visi dengan pemerintah. Menurutnya,  terorisme, radikalisme, dan berbagai bentuk tindakan destruktif harus diusahakan dengan langkah preventif.
 
“Penindakan terorisme, dan bentuk-bentuk radikalisme itu tidak bisa dilakukan dengan generalisasi dan kita perlu melakukan blocking area,” tambahnya.
 
Ia mengharapkan, dengan tindakan preventif yang dilakukan Indonesia tidak dikenal sebagai negara terorisme. Ia memandang di sini pentingnya penanganan terorisme perlu dilakukan secara seksama baik dalam aspek hukum maupun dalam penanganan isu.
 
Ia menambahkan, Presiden juga menyampaikan tentang terorisme dan radikalisme. Ia menyampaikan bahwa Presiden satu pandangan dengan Muhammadiyah bahwa Islam Indonesia itu menjadi Islam yang bisa menjadi barometer dari kemajuan, Islam yang moderat, Islam yang toleran, juga Islam yang membawa kemajuan, kejayaan.
“Dan Indonesia itu besar, dan beliau merasakan betul apresiasi dari negara-negara di timur tengah,” tutupnya.
 
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi didampingi oleh Kepala Staf Presiden Teten Masduki dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Sedangkan, dari unsur PP Muhammadiyah selain Ketua Umum Muhammadiyah juga hadir Dr. Abdul Mukti, Prof. Dr. Muhajir Effendi, Prof. Dr. Suyatno, Prof. Dr. Bambang Setiaji. (FID/EN)
Berita Terbaru