Tidak Terkait Kasus Serang, Mendagri Jelaskan Perda Yang Dibatalkan Pemerintah Pusat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Juni 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 24.225 Kali
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mendagri menjelaskan Perda bermasalah yang dibatalkan oleh pemerintah pusat di Istana Merdeka, Jakarta (13/6). (Foto: Humas/Jay).

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan Perda bermasalah di Istana Merdeka, Jakarta (13/6). (Foto: Humas/Jay).

Menambahkan keterangan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menjelaskan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah yang dibatalkan oleh pemerintah pusat adalah yang menghambat investasi.

“Jadi kita ingin memotong jalur perpanjangnya birokrasi di daerah. Jadi paket kebijakan pemerintah yang sudah diterapkan oleh Bapak Presiden ini daerah harus mengikuti ini. Saya kira itu intinya,” kata Tjahjo kepada wartawan, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/6) sore.

Selain itu, lanjut Mendagri, Perda yang dibatalkan itu yang menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah. Ia memberikan contoh misalnya, orang mau membuat usaha di daerah, tidak perlu harus ada izin prinsip, tidak perlu harus ada izin usaha, tidak perlu harus ada IMB (Izin Mendirikan Bangunan), tidak perlu harus ada izin HO.

“Empat ini kan cukup satu saja izin usaha, titik. Tidak harus semuanya diurus. Ini yang saya kira harus dipotong, termasuk retribusi-retribusi yang tidak perlu, termasuki izin-izin gangguan yang saya kira itu masih digunakan zaman Belanda. Saya kira itu yang menjadi prinsip,” terang Tjahjo seraya menyampaikan apresiasi bahwa daftar Perda yang telah dibatalkan itu juga ada yang atas inisiatif gubernur sendiri.

Apa ini terkait peraturan terkait razia bulan puasa di Serang kemarin? “Oh Bukan, ini masih dalam konteks ekonomi yang menghambat investasi perizinan yang bertele-tele, yang terlalu panjang termasuk retribusi-retribusi yang dianggap masih bermasalah saya kira baru pada tahap itu,” tegas Tjahjo.

Menurut Mendagri hampir semua daerah berinisiatif memotong Perda bermasalah. Ia menunjuk contoh misalnya di Lampung, ketentuan yang berkaitan dengan retribusi daerah, kemudian Maluku yang berkaitan dengan retribusi jasa umum, kemudian Maluku Utara yang berkaitan dengan bagaimana untuk meningkatkan penanaman modal di daerah itu lebih ditingkatkan.

Selanjutnya, di Jawa Timur itu ada tentang Perda Pengelolaan Barang Milik Daerah, ada Perda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah di beberapa kabupaten baik Malang, Pasuruan, Mojokerto, Madiun yang berbeda-beda. “Saya kira perlu ada keseragaman yang ada. Ini kebanyakan di sini,” kata Tjahjo.

Kemudian, lanjut Mendagri, ada juga yang berkaitan dengan retribusi penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil, ini di-drop karena apapun itu harus bagian dari pelayanan kepada masyarakat. “Kebanyakan yang tadi retribusi penggantian biaya cetak dokumen Akte Kependudukan, dan dokumen Akte Catatan Sipil, ini yang paling banyak di sejumlah daerah-daerah di tingkat dua,” jelas Tjahjo.

Menurut Mendagri, pihaknya sudah menginstruksikan bahwa masyarakat itu mengurus KTP, mengurus akte kelahiran, mengurus akte kematian misalnya, mengurus kepemakaman itu pada prinsipnya gratis. Ia menegaskan, yang membayar tetapi disesuaikan dengan kemampuan itu adalah masalah jual-beli, seperti IMB.

“IMB itu bagi menengah ke bawah sama menengah ke atas dibedakan, bagi karyawan kecil misalnya dia beli rumah sederhana Rp10 juta aturan IMB itu memang harus membayar retribusi. Tapi kalau rumah atau rusunnya harganya 10 juta tapi bayarnya retribusi sampai 2 juta kan tidak pas, itu makanya diberi kebijakan pemotongan diskon pembayaran IMB dipotong mencapai 95%. Soal bayar karena undang-undang jadi dia bayar Rp1 pun sah,” terang Tjahjo.

Meski telah membatalkan 3.143 Perda bermasalah, masih ada perda-perda lain yang menyangkut APBD, menyangkut RT/RW, menyangkut pajak daerah, menyangkut retribusi daerah, menyangkut RPJPM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah), menurut Mendagri, itu sebelum dilaksanakan oleh daerah harus izin Mendagri, untuk dilakukan evaluasi. Setelah dievaluasi oke, jalan. (AGG/ES)

Berita Terbaru