Transkripsi Sambutan Presiden Jokowi dalam Acara Ngopi Bersama di Istana Bogor, 1 Oktober 2017

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 4 Oktober 2017
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 8.521 Kali

Logo-Pidato2Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semuanya

Ini tadi sudah ngopi semuanya? Saya lihat sudah. Ini sudah ada. Ini ada. Ini ada juga. Saya belum diberi.

Yang saya hormati Kepala Staf Kepresidenan, Kepala Bekraf, para pelaku usaha, dan seluruh komunitas kopi Indonesia

Hadirin yang berbahagia,
Kita tahu semuanya Indonesia adalah produsen kopi yang ke-4, di atasnya masih ada Brazil, Vietnam, Kolombia, baru Indonesia. Seharusnya kalau kita melihat di lapangan, misalnya di Aceh Tengah, di Gayo, di Bener Meriah itu ada.

Kemudian yang saya lihat kemarin juga di Jember juga. Saya kira banyak daerah-daerah baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan termasuk di Papua memiliki kesempatan untuk membesarkan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar di dunia karena memang lahannya ada.

Tetapi perlu juga saya ingatkan kepada kita semuanya bahwa kita jangan sampai hanya terjebak di on farm-nya, di budidayanya. Itu penting tapi menurut saya lebih penting, yang keuntungannya justru jauh lebih banyak adalah apabila kita bisa melihat proses bisnisnya sampai betul-betul tersajikan kopi itu di pembeli atau di konsumen. Karena justru keuntungan yang terbesar ada disitu. Oleh sebab itu petani akan terangkat harganya kalau proses bisnis itu betul-betul bisa kita kuasai.

Saya melihat, misalnya saya agak lama di Aceh, saya melihat sampai sekarang disana, ada yang dari Aceh? Dari Gayo? Enggak ada? Bener Meriah? Enggak ada? Dari dulu saya lihat terakhir sampai terakhir saya disana juga selalu yang dijual masih dalam bentuk green bean-nya. Kenapa tidak ada step yang di atasnya lagi? Atau step di atasnya lagi? Atau step di atasnya lagi. Inilah saya kira sebuah peluang besar yang kita miliki, saya kira anak-anak muda kita dengan membangun sebuah pasca panen yang baik, packaging yang baik, kemudian memprosesnya dengan barista-barista yang baik, dan menjualnya tidak lewat, kaya yang lalu-lalu, bisa dengan online store, toko online, saya kira ini akan lebih gampang kita masuk dan bertarung di pasar-pasar dunia.

Saya kira kalau kita lihat, mohon maaf, kalau saya bandingkan kopi yang dijual di tempat yang memiliki brand, sudah memiliki brand internasional, saya coba dengan brand lokal yang juga saya coba di Kopi Tuku, di Mas Tyo. Apa bedanya? Enggak ada. Lebih enak yang di sana. Harganya coba, harganya Rp18.000, yang disini Rp60.000. Saya pilih nongkrong di Cipete. Ya tempatnya kurang gede itu. Masa pelanggan disuruh antri sampai panjang gitu? Ya jangan dong. Apa di sengaja biar tambah gregetan gitu? Jadi saya kira ini ada brand-brand lokal yang kalau kita kompetisikan dengan brand internasional enggak kalah. Hanya keberanian kita, misalnya sudah punya taste yang bagus, cocok dengan konsumen, dengan pembeli, ya mestinya pembelinya antri sampai segitu panjangnya kenapa enggak segera dibuka langsung 1000 gerai, 1000 outlet gitu lho, cepat-cepatan. Saya tanya, hanya satu, gimana sih? Sekarang baru dua, ini kan, tambah satu. Janganlah. Ini ada kesempatan, ada peluang, buka sini rampung, loncat ke negara dekat-dekat di sekitar kita. Anak saya saja yang jualan martabak sudah saya kejar-kejar jangan jualan di Indonesia saja. Itu hanya jual martabak. Saya suruh coba loncat lah, meskipun jualan martabak tapi bisa meloncat kan, ya martabak internasional gitu lho. Martabak ada brand yang lebih naik gitu. Sekarang yang kita jual kan bukan fixed asset, light asset, brand value yang kita jual sekarang ini. Ini kalau sudah punya brand, segera gitu lho.  Enggak punya duit? Ngomong. Saya juga enggak punya tapi bisa nyarikan gitu.

Jadi kalau petani menjual green bean, paling berapa sih harganya? Rp10.000 sekarang? Berapa? Berapa? Yang green? Rp80.000? Oh ya sudah tinggi. Seingat saya terakhir-terakhir saya ke Aceh itu Rp20.000, pak. Sudah Rp80.000, oh ya sudah, berarti sudah meningkat. Petani lho ini, petani, benar dari petani itu sudah Rp80.000, benar? Petani, benar? Oke ya, jangan, karena di sini bukan petani.

Ya saya kira memang kita sekarang anak-anak muda, kalau dulu yang minum kopi yang sudah sepuh-sepuh, yang bapak-bapak, yang tua. Sekarang kan sudah menjadi lifestyle, menjadi gaya hidup. Jadi  anak muda sekarang nongkrong di warung-warung kopi, banyak bawa laptop, bawa smartphone, minumnya kopi hitam, bisa cappuccino, atau blended coffee, dan rasanya sekarang juga macam-macam. Saya kira inovasi-inovasi seperti inilah yang ke depan merupakan peluang besar kita, merupakan peluang besar betul. Dengan pasar yang ada di negara kita, ini peluang besar. Jangan dipakai oleh yang lain, kita pakai gitu. Tapi segera kuasai itu. Saya melihat perkembangan ini cukup baik. Tapi sekali lagi ini kompetisi, persaingan, dan pertarungan antar WNI itu sangat cepat sekali dan saya senang bahwa ada pertemuan-pertemuan seperti ini. Saya kira sesering mungkin tukar menukar masalah dan mungkin tantangan-tantangan yang ada, peluang-peluang yang ada, saya kira kita akan bisa lebih cepat majunya. Dan sekali lagi terima kasih atas kehadirannya pada sore hari ini.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Transkrip Pidato Terbaru