Tutup Diklat Penjenjangan Penerjemah, Deputi DKK: Teruslah Belajar dan Tingkatkan Kompetensi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 April 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 18.031 Kali
Deputi DKK saat menghadiri acara penutupan Diklat Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama Angkatan VIII Tahun 2019 di Badan Diklat Kejaksaan RI Ceger, Jakarta Timur, Jumat (12/4). (Foto: Humas/Oji).

Deputi DKK saat menghadiri acara penutupan Diklat Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama Angkatan VIII Tahun 2019 di Badan Diklat Kejaksaan RI Ceger, Jakarta Timur, Jumat (12/4). (Foto: Humas/Oji).

Sekretariat Kabinet (Setkab) selaku Instansi Pembina Jabatan Fungsional Penerjemah, telah berhasil menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional untuk ketiga kalinya dan kali ini sebanyak 22 orang.

“Dengan demikian, menurut catatan kami sudah ada 175 PFP (Pejabat Fungsional Penerjemah) dari seluruh Indonesia telah mengikuti Diklat Fungsional ini,” ujar Yuli Harsono, Deputi Bidang Dukungan Kerja Kabinet saat menutup acara Diklat Fungsional Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama Angkatan VIII Tahun 2019 di Badan Diklat Kejaksaan RI Ceger, Jakarta Timur, Jumat (12/4).

Yuli meyakini bahwa seiring waktu jumlah PFP akan terus bertambah karena penerjemah tidak hanya dari pusat tapi juga daerah.“Peningkatan jumlah PFP merupakan cerminan kesadaran para PNS atau ASN untuk memilih pengembangan karir sebagai penerjemah dalam memanfaatkan peluang yang semakin terbentang luas dengan meningkatnya profil Indonesia di kancah internasional saat ini,” ujarnya.

Menurut Yuli, Sekretariat Kabinet juga terus berusaha melibatkan para PFP untuk penerjemahan tulis pada konferensi internasional, seperti World Culture Forum (WFP), World Coral Reef Forum (WCRF), Konferensi Asia Afrika (KAA) Bali Democracy Forum, Annual Meeting International Monetary Fund World Bank Group 2018.

“Dan, ke depan kami akan terus mengirimkan PFP pada berbagai kegiatan internasional lainnya. Harapannya, para PFP dapat lebih berpartisipasi di konferensi-konferensi internasional di masa mendatang,” tambahnya.

Untuk penerjemahan lisan, menurut Deputi DKK, di tahun 2018 PFP juga dilibatkan pada beberapa kegiatan, di antaranya Pidato Presiden RI pada peresmian pembukaan Konferensi Internasional dan Table Top Exercise Global Health 24 Oktober 2018 di Istana Negara Jakarta.

“Kemudian lagi, kami juga mengikutsertakan teman-teman penerjemah pada Konferensi Pers Bersama Presiden Joko Widido dengan PM Laos pada kunjungan kenegaraan PM Laos di Istana Bogor dan lain-lain,” tambahnya.

Untuk meningkatkan kesadaran pentingnya penerjemah, sambung Yuli, Sekretariat Kabinet juga terus menyosialisasikan peluang pengangkatan PFP baru pada instansi pemerintah pusat dan daerah. “Yang masih terbuka dengan menggunakan mekanisme pengangkatan pertama kali, perpindahan dari jabatan lain, dan penyesuaian/inpassing yang berlaku secara nasional hingga tanggal 6 April 2021,” ujar Yuli.

Dalam hal pengembangan, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, juga telah mengirimkan surat kepada pimpinan kementerian dan lembaga guna mendorong pengangkatan PFP baru. “Hal ini karena pentingnya memiliki penerjemah pada instansi masing-masing, baik di tingkat pusat maupun daerah,” tandas Yuli.

Hal lain yang dilakukan, lanjut Deputi DKK, mendorong pengangkatan PFP di daerah dalam rangka mendukung kegiatan penerjemahan pada pemerintah daerah, terutama dalam hal mendukung pengembangan kerja sama sister city dengan mitra internasional maupun daerah.

Di akhir sambutan, Yuli menyampaikan agar para penerjemah memiliki kebanggaan dalam bekerja di bidang penerjemahan. “Jalankan pekerjaan sebagai penerjemah dengan penuh semangat, dedikasi, dan konsisten. Teruslah belajar dan tingkatkan kompetensi teman-teman penerjemah di bidang penerjemahan tulis dan lisan,” pungkas Yuli.

Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Naskah dan Terjemahan, Eko Harnowo, menyampaikan bahwa Diklat fungsional ini juga dimaksudkan untuk membantu menyiapkan PFP agar profesional serta mampu menghadapi berbagai jenis tugas penerjemahan di instansinya masing-masing.

“Dengan demikian, mereka diharapkan akan dapat berkontribusi dalam mendukung pencapaian kepentingan nasional di berbagai sektor,” ujar Eko.Dalam kaitan itu, Eko menyampaikan bahwa kurikulum diklat fungsional ini dirancang melalui konsultasi dengan para akademisi dan pakar penerjemahan, serta mencakup aspek teori dan praktik dalam empat bidang, yaitu penerjemahan tulis, penerjemahan lisan, penyusunan naskah bahan penerjemahan, serta penerjemahan teks naskah kuno/arsip kuno/prasasti.

“Untuk mendukung proses pembelajaran dalam diklat fungsional ini, Sekretariat Kabinet telah mengoordinasikan penyusunan 2 modul untuk 4 bidang tersebut,” tambahnya. Modul pertama, lanjut Eko, membahas kemahiran berbahasa dan modul kedua membahas penerjemahan yang secara keseluruhan berjumlah 726 halaman.

Modul pertama disusun oleh Dr. Untung Yuwono, dari Universitas Indonesia, untuk Kemahiran Berbahasa Indonesia; dan oleh Drs. Faldy Rasyidie, M.Sas., dari Universitas Nasional, untuk Kemahiran Berbahasa Inggris.

Sedangkan Modul kedua disusun oleh Prof. Dr. Benny H. Hoed, Prof. Dr. Rahayu S. Hidayat, dan Dr. Grace Wiradisastra, M.Ed., dari Universitas Indonesia, untuk Penerjemahan Tulis; oleh Dra. Diah Kristina, M.A., Ph.D., dari Universitas Sebelas Maret, untuk Penerjemahan Lisan; oleh Dr. Sugeng Hariyanto, S.Pd., M.Pd., dari Politeknik Negeri Malang, untuk Penyusunan Naskah Bahan Penerjemahan; dan oleh Prof. Dr. Titik Pujiastuti, S.S., M.Hum., dari Universitas Indonesia, untuk Pengalihaksaraan dan Penerjemahan Teks Naskah Kuno/Arsip Kuno/Prasasti.

Materi dalam 4 bidang tersebut, lanjut Eko, akan disampaikan oleh para pengajar yang memiliki kompetensi tinggi dan pengalaman panjang di bidangnya masing-masing serta berasal dari 19 lembaga pemerintah dan swasta. “Para pengajar ini selain mencakup akademisi, pengajar juga berasal dari kalangan pemerintah maupun praktisi internasional,” jelasnya.

Guna penyampaian seluruh materi dalam 4 bidang tersebut, tambah Eko, maka diklat fungsional diselenggarakan selama 6 minggu dengan jumlah 271 jam pelajaran, yaitu rata-rata 10 jam pelajaran setiap hari. Pada kesempatan itu, Asdep Naster juga menyampaikan, dalam rangka memperluas pengetahuan PFP, para peserta juga diajak berkunjung diantaranya ke Kementerian Luar Negeri, UN, Perpustakaan Nasional, dan Kantor Berita Antara.

Ia meyakini para Pejabat Fungsional Penerjemah telah berupaya maksimal dalam mengikuti diklat ini sehingga di akhir diklat ini dapat lulus dan memperoleh 3 sertifikat.

“Pertama, Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama dari Lembaga Administrasi Negara; kedua, Sertifikat UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan ketiga, Sertifikat EPT (English Proficiency Test) dari Lembaga Bahasa Internasional Universitas Indonesia,” pungkasnya.

Diklat yang diselenggarakan sejak tanggal 4 Maret 2019 hingga 13 April 2019 ini, mengangkat tema, “Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pejabat fungsional penerjemah”.

Sebagai informasi, peserta Diklat Fungsional Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama Angkatan VII berasal dari Kementerian Hukum dan HAM RI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Arsip Nasional, Pemerintah Provinsi Riau, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Kabupaten Bangka Barat. (FID/EN)

Berita Terbaru