Umat Islam Korban Terbanyak, Presiden Jokowi: Jangan Biarkan Dunia Dalam Situasi Konflik

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Januari 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 17.913 Kali
Presiden Jokowi bersalaman dengan PM Pakistan di National Assembly, Islamabad, Pakistan, Jumat (26/1). (Foto: Humas/Rahmat)

Presiden Jokowi bersalaman dengan PM Pakistan di National Assembly, Islamabad, Pakistan, Jumat (26/1). (Foto: Humas/Rahmat)

Pada bagian lain pidatonya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, bahwa ekonomi suatu negara dan kawasan dapat tumbuh apabila terdapat stabilitas politik dan keamanan. Sebaliknya, kegiatan ekonomi tidak akan tumbuh apabila konflik dan bahkan perang  terjadi.

“Konflik dan perang tidak akan menguntungkan siapapun. Masyarakat terutama wanita dan anak-anak selalu menjadi pihak yang paling dirugikan dengan adanya konflik dan perang,” kata Presiden Jokowi saat berbicara di hadapan anggota Parlemen (National Assembly) Pakistan, di Islamabad, Jumat (26/1) malam.

Konflik dan perang dinilai Presiden juga menghancurkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang diberikan oleh Allah.

“Oleh karena itu sudah menjadi komitmen Indonesia untuk turut serta menjaga perdamaian dunia sebagai nett contributor to peace,” tutur Presiden.

Menurut Kepala Negara, bersama dengan ASEAN, selama 50 tahun terakhir, Indonesia telah bekerja keras untuk menciptakan ekosistem perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara.

“Melalui persatuan dan sentralitas ASEAN, Indonesia juga terus berkontribusi menciptakan kawasan Asia Pasifik yang stabil dan sejahtera,” kata Presiden.

Di kawasan lebih luas, Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia juga ingin terciptanya suatu ekosistem perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik. Menjadikan Indo-Pasifik sebagai kawasan pertumbuhan bagi dunia.

Sedangkan di tingkat global, seperti halnya Pakistan, Indonesia juga merupakan salah satu penyumbang terbesar Pasukan Perdamaian Dunia, dan sudah menjadi tekad bagi Indonesia untuk menjadi “True Partner for World Peace”.

Umat Islam Korban Terbanyak
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan, bahwa dalam dua tahun ini, Indonesia terus bekerja sama dan memberikan kontribusi untuk mengatasi perbedaan antar negara; membantu kemanusiaan termasuk di wilayah konflik; membantu menjaga keamanan kawasan; mengatasi ancaman kejahatan lintas batas, termasuk perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, dan ancaman terorisme.

Ia menyebutkan, ancaman radikalisme terorisme terjadi di mana-mana. Bahkan tidak ada satupun negara yang kebal dari ancaman terorisme. Serangan terorisme terjadi di hampir semua negara termasuk di Indonesia dan Pakistan.

“Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik, perang, dan terorisme,” ucap Presiden seraya menambahkan, 76% serangan teroris terjadi di negara Muslim; 60% konflik bersenjata terjadi di negara Muslim.

Lebih jauh lagi, tegas Kepala Negara, jutaan umat muslim juga harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik,  67% pengungsi berasal dari negara Muslim.

Selain itu, Presiden mengingatkan bahwa jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya. Kondisi yang memprihatinkan ini sebagian terjadi karena kelemahan internal, namun kontribusi faktor eksternal juga tidak sedikit.

“Apakah kita akan biarkan kondisi yang memprihatinkan ini terus berulang terjadi dan berulang terjadi lagi? Kalau anda bertanya kepada saya, maka saya akan menjawab tidak. Kita tidak boleh membiarkan negara kita terus dalam situasi konflik, kita tidak boleh membiarkan dunia dalam situasi konflik. Penghormatan kita kepada kemanusiaan, kepada humanity seharusnya yang menjadi pemandu kita dalam berbangsa dan bernegara, sekali lagi penghormatan terhadap kemanusiaan,” ucapnya.

Presiden menggarisbawahi bahwa sejarah mengajarkan kepada semua bahwa senjata dan kekuatan militer tidak akan mampu menyelesaikan konflik. Senjata dan kekuatan militer saja, tidak akan mampu untuk menciptakan dan menjaga perdamaian dunia.

“Yang akan terjadi justru persaingan, perlombaan senjata yang akan terus menciptakan ketegangan. Indonesia adalah negara yang pernah mengalami konflik,” kata Presiden.

Presiden menunjuk contoh menyebutkan bahwa konflik di Aceh telah terjadi lebih 30 tahun dan dengan menggunakan pendekatan militer saja tidak dapat menyelesaikan konflik di Aceh. Konflik ini akhirnya selesai dengan negosiasi, dengan dialog.

Oleh karena itu, menurut Presiden, habit of dialogue harus terus dikedepankan. Habit of dialogue inilah yang juga menjadikan ASEAN, Asosiasi 10 negara di Asia Tenggara mampu menjadi mesin stabilitas dan kesejahteraan Asia Tenggara.

“Saya berharap setiap dari kita, setiap dari kita akan menjadi kontributor dari perdamaian dunia, setiap dari kita menjadi kontributor upaya menyejahterakan dunia demi kemanusiaan, demi keadilan. Kita harus menjadi part of solution dan bukan menjadi part of the problem. Mari kita bekerja sama demi terciptanya dunia yang damai dan sejahtera demi seluruh umat manusia yang hidup di dunia,” ucap Presiden mengakhiri pidatonya. (EN/RAH/ES)

Berita Terbaru