Urgensi Pengelolaan Kinerja PNS Berbasis SKP

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 Januari 2018
Kategori: Opini
Dibaca: 287.210 Kali

lucy arbOleh: Lucianasari

Sejak Tahun 1979, penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilakukan menggunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS.

Kenyataan empirik menunjukkan proses penilaian dengan DP3 cenderung hanya proses formalitas, memiliki bias dan subjektifitas yang tinggi, tidak objektif, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior) yang merupakan penilaian kualitatif atasan, serta tidak dapat mengukur secara langsung produktivitas dan hasil akhir kerja PNS.

Akhirnya DP3 kehilangan fungsi sebagai salah satu instrumen untuk menciptakan aparatur yang berkinerja tinggi sebagaimana nilai-nilai DP3 yang meliputi aspek kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan.

Seiring dengan derasnya arus reformasi birokrasi, aparatur negara dituntut untuk meningkatkan kinerja dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Maka pada Tahun 2014 Pemerintah Republik Indonesia melakukan penyempurnaan penilaian kinerja PNS yang semula menggunakan DP3  menjadi pola dan mekanisme penyusunan serta penilaian dengan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi kerja PNS dan secara efektif diimplementasikan pada 1 Januari 2014.

Secara umum, penilaian menggunakan SKP jika dilihat dari sistem penilaiannya lebih efektif dan lebih obyektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan, sehingga memiliki nilai edukatif karena hasil penilaian dikomunikasikan secara terbuka serta dapat mengukur secara langsung produktivitas dan hasil akhir kerja PNS.

Pengelolaan Kinerja PNS berbasis SKP hakikatnya mencakup tiga tahap utama, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap pemantauan (monitoring), dan tahap evaluasi (evaluation).

Pada tahap pertama yaitu perencanaan (planning), setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugasnya yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja  dengan memperhatikan perjanjian kinerja di awal masa jabatannya atau secara periodik setiap awal tahun pada jabatan yang sama. Pada prinsipnya, target di breakdown dari tingkat jabatan tertinggi sampai jabatan terendah secara hierarki sesuai kesepakatan pimpinan pada masing-masing unit kerja.

Selanjutnya pada tahap kedua yaitu pemantauan (monitoring), SKP yang telah ditetapkan pada awal tahun dimonitor pencapaiannya  secara terus-menerus untuk memastikan pencapaian target kinerja. Ada kalanya perlu diberikan feedback, couching dan konseling, ataupun tindakan disiplin sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Pada tahap ketiga yaitu evaluasi (evaluation), dilakukan penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013 yang bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier, dengan titikberat pada sistem prestasi kerja, serta diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati.

Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam 1 (satu) tahun yaitu akhir bulan Desember tahun bersangkutan atau paling lambat akhir bulan Januari tahun berikutnya, atau pada saat berakhirnya masa jabatan dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi baik yang berhubungan dengan pengangkatan dan pemberhentian, promosi, atau mutasi.

Penilaian prestasi kerja PNS dengan SKP terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu pencapaian SKP dengan bobot 60% dan perilaku kerja dengan bobot 40%. Penilaian perilaku kerja PNS meliputi aspek orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. Aspek kepemimpinan dinilai hanya untuk PNS yang menduduki jabatan. Penilaian perilaku kerja dilakukan melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap PNS sesuai kriteria yang ditentukan.

Dalam hal realisasi kerja melebihi target, maka penilaian capaian SKP dapat lebih dari 100 (seratus). Nilai total capaian prestasi kerja memiliki potensi fluktuatif. Hal ini terjadi karena penilaian prestasi kerja tidak harus memiliki tren positif, namun dilihat dari capaian riil kinerja periode yang bersangkutan, misalnya apabila pada periode sebelumnya pegawai yang bersangkutan mendapatkan tugas tambahan, namun pada tahun berikutnya tidak mendapatkan tugas tambahan, maka otomatis akan terdapat penurunan nilai prestasi kerja.

aplikasi skpGuna memudahkan proses penilaian kinerja pegawai, sejak tahun 2014 Sekretariat Kabinet telah menggunakan aplikasi SKP online sebagai alat penyusunan SKP dan penilaian prestasi kerja PNS di lingkungan Sekretariat Kabinet. Dalam pelaksanaannya, inventarisasi dokumen SKP maupun hasil penilaiannya membutuhkan waktu lama karena masih banyak pejabat dan pegawai yang kurang memahami akan pentingnya dokumen SKP bagi peningkatan karier ke depan, sehingga banyak yang menyerahkan dokumen SKP melebihi batas waktu yang telah ditentukan.

Sementara itu dalam perkembangannya, pada Tahun 2016 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor B/2810/M.PAN-RB/08/2016 perihal penilaian prestasi kerja PNS, yang menyebutkan bahwa “Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah melaporkan hasil Penilaian Prestasi Kerja PNS kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan penilaian prestasi kerja paling lama akhir Maret tahun berikutnya”. Kemudian ditindaklanjuti oleh BKN melalui SE Kepala BKN Nomor: K.26-30/V.104-4/99 dalam butir 3 yang menyebutkan bahwa “Pelaporan Penilaian Prestasi kerja PNS mulai Tahun 2016 sudah harus menggunakan aplikasi e-lapkin (laporan kinerja secara elektronik). Aplikasi e-lapkin ini digunakan untuk meng-input laporan kinerja individu tahunan yang berisi nilai prestasi kerja dan perilaku kerja setiap pegawai di Instansi.

Fungsi dari e-lapkin antara lain memudahkan Instansi dalam menyampaikan laporan kinerja individu tahunan serta menyajikan profil instansi, prestasi kerja pegawai, grafik perbandingan penilaian pertahun dan status pegawai. Pada Tahun 2017, aplikasi e-lapkin masih dalam tahap ujicoba. Selanjutnya penerapannya akan berlaku efektif pada Tahun 2018. Sekretariat Kabinet telah menyampaikan laporan kinerja individu tahun 2016 kepada BKN melalui aplikasi e-lapkin pada tanggal 13 Juni 2017.

Dengan adanya kewajiban pelaporan kinerja PNS secara elektronik ini, maka diharapkan setiap PNS dapat bekerja sama untuk menyampaikan hasil penilaian prestasi kerja setiap tahunnya secara tepat waktu agar pelaporan kinerja secara elektronik ke dalam aplikasi e-lapkin dapat dilaksanakan sesuai target waktu yang telah ditentukan. Perlu diketahui pula bahwa PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS, dalam hal ini yaitu PP Nomor 53 Tahun 2010.

Implementasi pengelolaan kinerja PNS berbasis SKP sangat penting karena bermanfaat dalam proses pengelolaan sumber daya manusia dengan lebih baik, antara lain dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka peningkatan kinerja organisasi melalui peningkatan prestasi kerja, pengembangan potensi dan karier, pengembangan manajemen, organisasi, dan lingkungan kerja, serta sebagai acuan standar penggajian, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi kerja PNS guna mewujudkan pencapaian kinerja organisasi yang optimal.

1**Penulis adalah Analis Kinerja pada Biro Akuntabilitas Kinerja dan Reformasi Birokrasi.

Opini Terbaru