UU No. 34/2014: Satu Tahun Ini, Pemerintah Harus Bentuk Badan Pengelolaan Keuangan Haji

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 November 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 53.563 Kali

Haji IndKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada 17 Oktober 2014 lalu telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH), yang sebelumnya telah disetujui oleh Rapat Paripurna DPR-RI pada 29 September 2014, dan disahkan oleh Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014.

Pada UU ini disebutkan, Pengelolaan Keuangan Haji bertujuan meningkatkan: a. Kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji; b. Rasionalitas dan efisisiensi penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH); dan c. Manfaat bagi kemaslahatan ummat Islam.

Adapun keuangan haji meliputi: a. Penerimaan yang meliputi: setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus, nilai manfaat Keuangan Haji, dana efisiensi Penyelenggaraan Ibadah Haji, Dana Alokasi Umum (DAU), dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat: b. Pengeluaran (meliputi penyelenggaraan Ibadah Haji, operasional BPKH, penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji, dsb); dan c. Kekayaan.

Menurut UU ini, Pengelolaan Keuangan Haji dilakukan oleh BPKH yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden. “Pengeloaan Keuangan Haji oleh BPKH dilakukan secara korporatif dan nirlaba,” bunyi Pasal 20 Ayat (4) UU ini.

BPKH sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, berkedudukan dan berkantor pusat di ibukota negara, dan dapat memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.

Tugas BPKH adalah mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji.

Adapun wewenang BPKH adalah: a. Menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat; dan b. Melakukan kerjasama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan Keuangan Haji.

“Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, BPKH berhak memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program pengelolaan Keuangan Haji yang bersumber dari nilai manfaat Keuangan Haji,” bunyi Pasal 25 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 itu.

Kewajiban BPKH, menurut UU ini di antaranya adalah: a. Mengelola Keuangan Haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan Jemaah Haji dan kemaslahatan Umat Islam; b. Memberikan informasi melalui media mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan; c. Melaporkan pelaksanaan Keuangan Haji, secara berkala setiap 6 (enam) bukan kepada Menteri Agama dan DPR; dan d. Membayar nilai manfaat setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus secara berkala ke rekening virtual setiap Jemaah Haji.

Organisasi BPKH

Menurut UU ini, BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas. Badan Pelaksana memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan Keuangan Haji. Sermentara Dewan Pengawas memiliki fungsi pengawasan terhadap pengelolaan Keuangan Haji.

Badan Pelaksanaan, menurut Pasal 29 UU ini, paling sedikit terdiri atas 5 (lima) orang anggota yang berasal dari profesional, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presidn untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Adapun Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) anggota yang terdiri atas, 2 (dua) orang dari unsur pemerintah (1 dari Kementerian Keuanga, dan 1 dari Kementerian Agama), dan 5 (lima) orang dari unsur masyarakat (yang dipilih oleh panitia seleksi yang dibentuk oleh Presiden).

Dalam struktur organisasi itu juga ada Pegawai BPKH, yaitu WNI yang karena keahliannya diangkat sebagai pegawai di BPKH sebagaimana akan diatur dalam Peraturan Presiden.

Persyaratan

Lebih lanjut UU ini menegaskan, untuk dapat diangkat sebagai anggota Badan Pelaksana dan anggota Dewan Pengawas, seorang calon selain harus memenuhi ketentuan umum, juga harus berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat dicalonkan; tidak sedang menjadi anggota atau menjabat sebagai pengurus partai politik; dan tidak sedang menjadi tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan.

Untuk memilih dan menetapkan anggota Badan Pelaksana dan anggota Dewan Pengawas, Presiden membentuk panitia seleksi, yang terdiri atas 3 (tiga) orang dari unsur Pemerintah, dan 6 (enam) orang dari unsur masyarakat.

“Keanggotaan panitia seleksi ditetapkan dalam keputusan Presiden,” bunyi Pasal 36 Ayat (3) UU No. 34/2014 ini.

Presiden memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pemerintah dan anggota badan pelaksana berdasarkan usul dari panitia seleksi. Selanjutnya, Presiden mengajukan nama calon anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur masyarakat kepada DPR sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan.

“DPR memilih anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur masyarakat paling lama 20 (dua pulu hari) kerja terhitung sejak tanggal penerimaan usulan dari Presiden,” bunyi Pasal 38 Ayat (3) UU tersebut.

UU ini menegaskan, bahwa peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak UU ini diundangkan. Sementara BPKH harus sudah terbentuk paling lama sejak UU ini diundangkan.

“UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 60 UU yang diundangkan pada 17 Oktober 2014 oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin itu.

(Pusdatin/ES)

Berita Terbaru