Wapres: Pemerintah Upayakan Industri Batik Tidak Dikuasai Pemain ‘Besar’

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Oktober 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 26.144 Kali
Wapres didampingi Ibu Herawati Boediono Buka Pekan Batik Nusantara, di Pekalongan, Rabu (8/10)

Wapres didampingi Ibu Herawati Boediono Buka Pekan Batik Nusantara, di Pekalongan, Rabu (8/10)

Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengemukakan,  pemerintah mengupayakan agar industri batik tidak dikuasai pemain-pemain besar saja. Industri batik harus dipertahankan sebagai kekuatan ekonomi rakyat.

“Masih banyak ruang untuk mengembangkan batik, baik sebagai nilai budaya usantara, tapi juga sebagai produk ekonomi yang bisa menyejahterakan rakyat,” kata Wapres saat membuka Pekan Batik Nusantara di Lapangan Jatayu, Kawasan Budaya Kota Pekalongan, Jawa Tengah,  Rabu (8/10).

Untuk itu, Wapres meminta jajaran pemerintah untuk membantu agar para pengusaha dan pengrajin batik bisa menangkap selera pasar dan menghadirkan produk-produk bagi kelas menengah Indonesia yang punya daya beli tinggi. “Hal ini harus dibantu karena tidak mungkin pengrajin skala kecil-kecil bisa melakukannya sendiri,” ujar Wapres Boediono yang hadir bersama Ibu Herawati Boediono.

Dari sisi teknologi, kata Wapres, pemerintah pusat dan daerah bisa bekerjasama dengan melibatkan pihak lain demi mencari teknologi yang paling tepat untuk mengembangkan industri batik.

“Jangan sampai luntur, mudah rusak, atau dengan warna-warni yang menarik. Bahkan kalau menyasar ke lapisan pasar yang lebih tinggi, yang sangat peduli pada lingkungan, kita harus mencari produk batik yang pro lingkungan,” tutur Wapres.

Semua itu, lanjut Wapres, harus dilakukan agar produk batik terus disambut pasar, yang pada akhirnya akan meyejahterakan pengusaha dan pengrajin batik. Batik harus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, tidak hanya menjadi produk kodian.

Wapres Boediono mengakui bahwa sejak kecil ia sangat dekat dengan industri batik mengingat kakek dan neneknya adalah pengrajin dan pedagang batik. “Saya masih bisa membedakan kain mori promissima atau kain mori prima; mana batik dari Yogya, Solo atau Tulung Agung,” katanya.

Batik Pekalongan, lanjut Wapres, memiliki ciri khas sendiri mengingat pengaruh budaya global yang sejak lama menjadi bagian dari budaya kota-kota di pantai utara Jawa tersebut seperti pengaruh Tiongkok, Arab, Jepang bahkan Belanda.

Namun dalam mengembangkan wisata batik, Pekalongan juga bisa mengangkat aspek-aspek lain yang pada akhirnya akan berkontribusi kepada pembangunan daerah. “Kemajuan Indonesia tergantung dari kemajuan masing-masing daerah, karena tidak mungkin semua dari pusat. Kalau daerah maju, maka pusat maju,” katanya.

Menurut Walikota Pekalongan Muhammad Basyir Ahmad Syawie, Pekan Batik Nusantara adalah kegiatan yang dilakukan setiap tahun di kota Pekalongan sejak tahun 2006. Secara bergiliran pada tahun ganjil diadakan Pekan Batik Internasional, sedangkan pada tahun genap digelar Pekan Batik Nusantara seperti yang berlangsung pada 2014 ini.

Tujuan diselenggarakannya Pekan Batik Nusantara adalah untuk mengangkat Pekalongan sebagai ikon batik nasional, mengangkat potensi batik yang belum dieksloitasi, memberikan nilai tambah bagi batik sebagai industri kreatif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengusaha batik di Pekalongan. “Selembar batik, selaras nafas budaya,” kata Walikota Pekalongan Basyir Ahmad Syawie.

Pekan Batik Nusantara diselenggarakan mulai 8-12 Oktober 2014 di Lapangan Jatayu dan Kota Tua Pekalongan. Sejumlah kegiatan digelar untuk menyemarakkan Pekan Batik Nusantara ini atara lain pameran batik di Gelanggang Olahraga Jetayu dengan 140 pengusaha lokal, Pekalongan Batik Carnaval, Batik Art Street, lomba desain batik dan lain sebagainya.

Hadir dalam kesempatan pembukaan Pekan Batik Nusantara itu antara lai  Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, serta Walikota Pekalongan Muhammad Basyir Ahmad Syawie, dan para pimpinan daerah dari forum koordinasi wilayah Jawa Tengah.

(SetwapresRI/ES)

Berita Terbaru