Inilah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Januari 2020
Kategori: Peraturan
Dibaca: 3.029 Kali

Kawasan Ekonomi Khusus

Dengan pertimbangan dalam rangka untuk penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus (KEK) dan melaksanakan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 12 ayat (6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Atas pertimbangan tersebut pada 6 Januari 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus. Menurut PP ini, penyelenggaraan KEK meliputi: a. pengusulan pembentukan KEK; b. penetapan KEK; c. pembangunan dan pengoperasian KEK; d. pengelolaan KEK; dan e. evaluasi pengelolaan KEK.

Pada Pasal 3 PP ini, Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK yaitu a. area baru; b. perluasan KEK yang sudah ada; atau c. seluruh atau sebagian lokasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). “Lokasi KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan lokasi KPBPB Batam, KPBPB Bintan, dan KPBPB Karimun yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai KPBPB sebelum atau sesudah jangka waktu yang ditetapkan berakhir,” bunyi Pasal 4 PP ini.

Lokasi yang diusulkan untuk menjadi KEK, menurut PP ini, harus memenuhi kriteria: a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung; b. dukungan dari Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/ kota; c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; dan d. mempunyai batas yang jelas.

“Dukungan Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b paling sedikit meliputi: a. komitmen rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah serta kemudahan; dan b. pendelegasian kewenangan di bidang perizinan, fasilitas, dan kemudahan,” bunyi Pasal 7 (3) PP ini.

Pembentukan Zona KEK, menurut PP ini, dapat terdiri atas: a. pengolahan ekspor; b. logistik; c. industri; d. pengembangan teknologi; e. pariwisata; f. energi; g. industri kreatif; h. pendidikan; i. kesehatan; j. olahraga; k. jasa keuangan; dan/atau l. ekonomi lain yang ditetapkan oleh Dewan Nasional.

Pembentukan KEK, menurut PP ini, dapat diusulkan oleh: a. Badan Usaha; b. Pemerintah Daerah kabupaten/kota; atau c. Pemerintah Daerah provinsi. Badan Usaha, sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1), terdiri atas: a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); c. koperasi; d. badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas; dan e. badan usaha patungan atau konsorsium. Dalam hal tertentu, menurut PP ini, Pemerintah dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Pengusulan KEK, menurut PP ini, disampaikan secara tertulis kepada Dewan Nasional KEK oleh: a. pimpinan Badan Usaha; b. bupati/wali kota; c. gubernur; d. menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian; atau e. Ketua Dewan Kawasan KPBPB. “Dewan Nasional melakukan kajian terhadap usulan pembentukan KEK sebagaimana dimaksud dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya usulan tertulis dan dokumen persyaratan secara lengkap,” bunyi Pasal 21 PP ini.

PP ini juga menyebutkan, dalam hal Dewan Nasional menyetujui pembentukan KEK, Dewan Nasional mengajukan rekomendasi pembentukan KEK kepada Presiden, jika disetujui, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Badan Usaha, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan Dewan Kawasan KPBPB, menurut PP ini, melakukan pembangunan KEK yang telah ditetapkan sampai siap beroperasi paling lama 3 (tiga) tahun.

“Pembiayaan untuk pembangunan KEK bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. badan usaha; dan/atau d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 39 PP ini. Pengelolaan KEK, menurut PP ini, dilakukan oleh: a. Administrator (yang dibentuk oleh Dewan kawasan); dan b. Badan Usaha pengelola.

Menurut PP ini, Administrator melaporkan pelaksanaan tugas kepada Dewan Kawasan. Hasil evaluasi, sebagaimana dimaksud PP ini, disampaikan kepada: a. Administrator; dan b. Dewan Nasional. Selanjutnya, menurut PP ini, hasil penilaian Dewan Nasional, dapat terdiri dari: a. memberikan arahan kepada Dewan Kawasan untuk peningkatan kinerja operasionalisasi KEK; b. melakukan pemantauan terhadap operasionalisasi KEK; dan/atau c. memberikan rekomendasi mengenai langkah tindak lanjut operasionalisasi KEK berupa: 1. pemutusan perjanjian pengelolaan KEK dalam hal Badan Usaha pengelola ditetapkan sesuai dengan ketentuan; 2. perbaikan manajemen operasional KEK dalam hal Badan Usaha pengelola merupakan Badan Usaha pengusul atau Badan Usaha yang melakukan kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha; atau 3. pengusulan pencabutan penetapan KEK.

Ketentuan Peralihan, sesuai Pasal 57 PP ini, yaitu: (1) Pengusulan pembentukan KEK yang telah disampaikan kepada Dewan Nasional dan belum diputuskan dan/atau ditetapkan sebagai KEK sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini; (2) Pembangunan KEK yang dilaksanakan dan belum dinyatakan siap beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, diselesaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini; dan (3) KEK yang telah beroperasi sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, disesuaikan pelaksanaan pengelolaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

 “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020, yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 8 Januari 2020. (Pusdatin/EN)

Peraturan Terbaru