Pengelolaan Hutan Harus Padukan Pertimbangan Lingkungan dengan Ekonomi dan Sosial

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 November 2021
Kategori: Berita
Dibaca: 1.217 Kali

Presiden Joko Widodo saat menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use, di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa (02/11/2021). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa keberhasilan pengelolaan iklim di Indonesia dapat dicapai karena Indonesia menempatkan aksi iklim dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Pertimbangan aspek lingkungan dengan ekonomi dan sosial harus dipadukan.

Hal tersebut disampaikan Presiden saat menjadi salah satu pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa (02/11/2021).

“Kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan harus memadukan pertimbangan lingkungan dengan ekonomi dan sosial. Kemitraan dengan masyarakat juga diutamakan,” ujar Presiden dalam pidatonya.

Di hadapan para pemimpin dunia, Presiden menjelaskan bahwa program perhutanan sosial dibuat agar konservasi hutan disertai terciptanya penghidupan bagi masyarakat sekitar. Hal ini penting, karena 34 persen dari seluruh desa di Indonesia berada di perbatasan atau di dalam kawasan hutan.

“Jutaan masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor kehutanan. Menafikan hal ini bukan saja tidak realistis, namun juga tidak akan sustainable,” tegasnya.

Presiden Jokowi menyebut bahwa 90 persen penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem bergantung pada hutan. Penyalahgunaan isu perubahan iklim sebagai hambatan perdagangan adalah kesalahan besar.

“Hal itu akan menggerus trust terhadap kerja sama internasional atasi climate change, dan malah menghalangi pembangunan berkelanjutan yang justru sangat dibutuhkan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menilai bahwa pengelolaan hutan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan menjadi satu-satunya pilihan. Indonesia siap berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk itu.

“Mari kita kelola hutan yang pro-environment, pro-development, dan people-centered. Ini adalah tujuan utama dari Forest, Agriculture and Commodity Trade Dialogue atau FACT Dialogue, yang diketuai bersama Indonesia bersama Inggris sehingga hutan akan menjadi solusi berkelanjutan bagi aksi iklim global,” ajaknya.

Sebelumnya, pada KTT Pemimpin Dunia COP26, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa sektor kehutanan dan lahan Indonesia akan mencapai Net Carbon Sink pada tahun 2030. Hal tersebut adalah komitmen Indonesia menjadi bagian dari solusi.

“Capaian nyata Indonesia di sektor kehutanan tidak terbantahkan. Pada tahun 2020, tingkat kebakaran hutan diminimalisir hingga 82 persen,” ungkapnya.

Selain itu, pada tahun 2019, penurunan emisi dari hutan dan tata guna lahan ditekan hingga 40,9 persen jika dibandingkan tahun 2015. Deforestasi hutan Indonesia juga mencapai tingkat terendah dalam 20 tahun terakhir.

“Ini dilakukan saat dunia tahun lalu kehilangan 12 persen lebih banyak hutan primer dibanding tahun sebelumnya dan ketika banyak negara maju justru mengalami kebakaran hutan dan lahan yang terbesar sepanjang sejarah,” jelasnya.

Untuk diketahui, dalam pertemuan tersebut, hanya ada tiga pembicara yang mendapat undangan khusus dari Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Selain Perdana Menteri Inggris, yang mendapatkan kesempatan berbicara adalah Presiden Kolombia dan Presiden Republik Indonesia.

Turut mendampingi Presiden saat menghadiri acara tersebut yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar. (BPMI SETPRES/UN)

Berita Terbaru