Catatan Atas Renegosiasi Kontrak
1. Renegosiasi dalam Kontrak Pertambangan
Dalam industri pertambangan, renegosiasi kontrak lazim dilakukan. Beberapa negara yang pernah melaksanakannya antara lain Chili, Kongo, Liberia, Ekuador, Venezuela, Tanzania, dan Peru. Renegosiasi menjadi lazim karena panjangnya jangka waktu kontrak sehingga rentan terhadap perubahan kondisi politik, ekonomi, dan perkembangan teknologi. Permintaan renegosiasi umumnya diajukan oleh pemerintah tempat kegiatan pertambangan berada dan hanya sedikit permintaan yang diajukan oleh perusahaan. Contoh renegosiasi yang sedang dan telah berlangsung adalah Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
2. Alasan Umum yang Menjadi Dasar Renegosia
– Ketidakseimbangan pembagian hasil (revenue sharing);
– Ketidakseimbangan posisi tawar (bargaining position) pemerintah dengan perusahaan dalam pembuatan kontrak;
– Terjadinya manipulasi, penyalahgunaan jabatan, dan korupsi dalam pembuatan kontrak;
– Pergantian kekuasaan/rezim;
– Merusak lingkungan hidup; dan
– Keberatan masyarakat.
Alasan-alasan di atas menjadi sebab terjadinya renegosiasi kontrak pertambangan di Indonesia. Selain itu, terdapat alasan lain yakni adanya praktik penyelundupan hukum yang berakibat merugikan negara misalnya pembelian saham perusahaan dalam negeri oleh perusahaan asing untuk tujuan penguasaan dan pengendalian kegiatan perusahaan.
3. Pengaturan Renegosiasi di Indonesia
Karena kontrak pertambangan merupakan hubungan hukum keperdataan, maka tidak banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur. Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur, antara lain:
– UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
– UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;
– PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; dan
– Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (BW).
4. Status KK dan PKP2B yang Ada dengan Berlakunya UU Nomor 4 Tahun 20
UU Nomor 4 Tahun 2009 dan PP Nomor 23 Tahun 2010 mengatur bahwa Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang telah ada, diakui keberadaannya sepanjang sesuai dengan Undang-Undang. Ketentuan ini menimbulkan masalah tersendiri karena tidak mungkin melakukan penyesuaian kontrak dengan undang-undang tanpa mengubah isi kontrak.
5. Berakhirnya KK dan PKP2B
Berakhirnya KK dan PKP2B dapat didasarkan pada kontrak pertambangan sebagai perjanjian internasional atau sebagai perjanjian biasa dan pada kontrak.
– Apabila KK dan PKP2B dianggap sebagai perjanjian internasional, maka dalam hal berakhirnya kontrak berlaku ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2000 yang mengatur 8 (delapan) sebab berakhirnya perjanjian internasional, yaitu:
- terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
- tujuan perjanjian telah tercapai;
- terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian;
- salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
- dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
- muncul norma-norma baru dalam hukum internasional;
- objek perjanjian hilang; dan
- terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional.
– Apabila KK dan PKP2B dianggap sebagai perjanjian perdata yang tunduk pada hukum Indonesia maka berlaku ketentuan dalam BW yang mengatur 10 (sepuluh) sebab berakhirnya kontrak, yaitu pembayaran, konsinyasi, novasi (pembaruan utang), kompensasi, konfusio (percampuran utang), pembebasan utang, musnahnya barang, kebatalan atau pembatalan, berlaku syarat batal, dan daluarsa.
– Klausul dalam kontrak biasanya mengatur secara tersendiri pengakhiran kontrak.
6. Saran bagi Pemerintah dalam Melakukan Renegosiasi KKP dan PKP2
Untuk KK dan PKP2B yang saat ini sudah ada:
– KK dan PKP2B yang telah dibuat dipertahankan dan dihormati keberadaannya sampai jangka waktu berlakunya selesai.
– KK dan PKP2B tersebut tidak dibatalkan karena pembatalan akan berpotensi memunculkan sengketa (dispute) berupa tuntutan perusahaan operator pertambangan asing ke badan arbitrase internasional.
– Kontrak tersebut cukup direvisi dan diamandemen dengan memasukkan muatan:
- perubahan imbangan profit sharing yang lebih adil;
- perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup;
- mengaktifkan kepedulian kepada masyarakat sekitar operasi pertambangan;
- menghindari penyelundupan hukum;
- memperbesar pengawasan pemerintah dengan cara menempatkan wakil pemerintah dalam manajemen. Pengawasan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa perusahaan tidak merugikan kepentingan nasional terutama dalam hal royalti, pajak, dan lingkungan hidup.
- Negara c.q. Pemerintah tidak hanya sebagai fasilitator dan administrator penambangan tetapi juga sebagai pemilik dan penguasa pertambangan.
– Revisi/amandemen dapat mendasarkan pada klausul dalam kontrak, BW, atau UU Nomor 24 Tahun 2000.
Untuk KK dan PKP2B yang Telah Berakhir Jangka Waktu Berlakunya tidak otomatis diperpanjang. Perusahaan lama dapat melakukan penambangan dengan mendasarkan pada UU Nomor 4 Tahun 2009. Apabila perusahaan tersebut tidak setuju dengan skema baru tersebut, maka operasional penambangan dapat ditawarkan ke perusahaan lain.
7. Antisipasi yang Harus Dilakukan Pemerinta
– Pelaksanaan kebijakan renegosiasi di atas berpotensi mengakibatkan hengkangnya perusahaan pemilik KK dan PKP2B. Untuk itu, pemerintah harus menyiapkan rencana antisipasinya misalnya dengan menyiapkan tenaga dalam negeri untuk mengoperasikan penambangan atau mencari perusahaan lain yang dapat memenuhi norma dan standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
– Pemerintah juga perlu mengantisipasi boikot dari perusahaan asing akibat keberatan tidak adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha di Indonesia.
– Pemerintah melakukan renegosiasi atau membuat kontrak baru secara transparan, akuntabel, dan bebas korupsi.
8. Contoh (best practice) Renegosiasi di Negara Lain
Pemerintah Tanzania yang baru terbentuk mengusulkan renegosiasi dengan perusahaan operator pertambangan Anglogold. Pemerintah menarik semua konsesi dan melakukan renegosiasi semua kontrak pertambangan lama. Keduanya menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak. Konsesi dan kontrak tetap dilanjutkan dengan skema baru.
(Polhukam 2 Setkab)