Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Agustus 2024
Kategori: Evaluasi Polhukam
Dibaca: 2.699 Kali

Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga (Perpres) ditetapkan oleh Presiden tanggal 2 Agustus 2021 dan diundangkan tanggal 6 Agustus 2021. Dengan demikian, Perpres telah dilaksanakan selama 3 tahun dan kiranya perlu dibuat refleksi atau evaluasi untuk mengetahui apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan tujuan pembentukannya.

Perpres mengatur kewajiban kementerian/lembaga (K/L) untuk meminta persetujuan Presiden sebelum menetapkan peraturan menteri/kepala lembaga (Permen/Perka).  Selain itu, Perpres juga mengatur mekanisme dan prosedur yang harus diikuti oleh K/L dalam menyusun dan mengusulkan rancangan peraturan yang disiapkan K/L.

Perpres dibentuk dalam rangka menyelaraskan gerak penyelenggaraan pemerintahan agar terdapat kesatuan langkah Presiden dengan para pembantunya yakni menteri-menteri dan para kepala lembaga. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi sudah seharusnya mengetahui setiap kebijakan yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga. Para menteri dan kepala lembaga tidak dibenarkan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Permen/Perka tanpa persetujuan Presiden. Hal ini sejalan dengan sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia. Perpres diharapkan dapat mendorong terbentuknya Permen/Perka yang berkualitas, harmonis, tidak sektoral, dan tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha. Selain itu, keberadaan Perpres dimaksudkan untuk meminimalisasi permasalahan dalam pelaksanaan Permen/Perka.

Tulisan ini akan membahas berbagai hal terkait pelaksanaan Perpres dalam rangka refleksi dan evaluasi sebagaimana dijelaskan di atas. Tulisan ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu proses pemberian persetujuan Presiden, dampak positif pelaksanaan Perpres, tantangan dan hambatan pelaksanaan Perpres, serta langkah yang perlu dilakukan ke depan.

I. Pemberian Persetujuan Presiden

a. Alur pemberian persetujuan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Perpres, sebelum dimintakan persetujuan Presiden, rancangan Permen/Perka (RPermen/RPerka) telah melalui pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi. Secara lebih detail, alur pemberian persetujuan mencakup proses: (i) penyusunan RPermen/RPerka oleh instansi pemrakarsa; (ii) pengharmonisasian; (iii) pemberian persetujuan Presiden; dan (iv) pengundangan dalam Berita Negara.

  1. Penyusunan RPermen/RPerka
    K/L yang akan mengusulkan rancangan peraturan kepada Presiden harus mengikuti norma dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan terkait pembentukan peraturan perundang-undangan. RPermen/RPerka disusun sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya, serta disusun berdasarkan perintah undang-undang, arahan Presiden, atau pelaksanaan penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. Penyusunan RPermen/RPerka juga harus memperhatikan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis untuk memastikan bahwa peraturan tersebut tidak hanya sesuai dengan ketentuan hukum, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat dan konsisten dengan prinsip-prinsip dasar bernegara.
  2. Pengharmonisasian
    Proses pengharmonisasian merupakan tahapan penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pengharmonisasian yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bertujuan untuk memastikan bahwa peraturan yang dibuat selaras, baik dari segi substansi maupun teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Pengharmonisasian dibutuhkan agar suatu produk peraturan perundang-undangan tidak tumpang tindih atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain, tersusun secara runut, sistematis, dan logis, serta jelas, mudah dipahami, dan lugas. Secara ringkas, proses pengharmonisasian dimulai dengan K/L pemrakarsa mengajukan permohonan harmonisasi kepada Menkumham, dengan menyertakan dokumen rancangan peraturan yang mencakup naskah peraturan, naskah ugensi, dan dokumen pendukung lainnya. Selanjutnya, Kemenkumham mengagendakan rapat dengan mengundang K/L terkait dan Sekretariat Kabinet (Setkab). Rapat harmonisasi biasanya dilakukan beberapa kali untuk menghasilkan rancangan peraturan yang matang dan bulat.
  3. Pemberian Persetujuan Presiden
    Setelah merampungkan proses harmonisasi, menteri/kepala lembaga pemrakarsa menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Presiden, dengan menyertakan naskah penjelasan urgensi dan pokok-pokok pengaturan, serta surat telah selesainya pengharmonisasian dari Kemenkumham. Setkab kemudian melakukan penelaahan dengan mempertimbangkan kriteria berdampak luas bagi masyarakat, bersifat strategis, dan/atau lintas sektoral. Selain itu, Setkab juga melihat aspek politik dan ketepatan waktu dari penetapan RPermen/RPerka agar penetapan tersebut tidak menimbulkan masalah. Berdasarkan hasil penelaahan tersebut, Setkab menyampaikan rekomendasi permohonan kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan Presiden yang berupa persetujuan terhadap RPermen/RPerka, penolakan, atau pemberian arahan kebijakan lain. Selanjutnya, Sekretaris Kabinet menyampaikan secara tertulis persetujuan Presiden tersebut kepada menteri/kepala lembaga pemrakarsa.
  4. Pengundangan dalam Berita Negara
    RPermen/RPerka yang telah mendapatkan persetujuan Presiden ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga pemrakarsa untuk kemudian diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dalam mengundangkan, Kemenkumham akan memeriksa terlebih dahulu ada tidaknya persetujuan Presiden dalam dokumen pendukung pengundangan. Lebih lanjut, pemrakarsa wajib menyosialisasikan peraturan yang telah diundangkan kepada K/L, pemerintah daerah, dan masyarakat.

b. Data penanganan RPermen/RPerka
Sejak diundangkan tanggal 6 Agustus 2021 hingga Maret 2024, Setkab telah memroses  sebanyak 2.315 RPermen/RPerka, dengan rincian sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 1. Rekapitulasi Data RPermen/RPerka Periode 2021 Agustus 2021 s.d. Maret 2024.

II. Dampak Positif Pelaksanaan Perpres Nomor 68 Tahun 2021

Pelaksanaan Perpres Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga memiliki sejumlah dampak positif yang signifikan, baik dalam hal prosedur maupun kualitas pengaturan. Berikut adalah dampak positif dari pelaksanaan peraturan ini:

a. Hampir seluruh penetapan RPermen/RPerka telah melalui proses pemberian persetujuan Presiden. Setidaknya terdapat 3 (tiga) hal positif yang dapat diambil dari proses pemberian persetujuan ini, yaitu: (i) konsistensi dan keselarasan kebijakan; (ii) peningkatan akuntabilitas; dan (iii) peningkatan koordinasi antar K/L.

  1. Proses pemberian persetujuan Presiden dalam penetapan RPermen/RPerka memberikan jaminan bahwa RPermen/RPerka akan selaras dengan kebijakan nasional dan prioritas pemerintah.
  2. Proses persetujuan Presiden memberikan lapisan tambahan dalam akuntabilitas dan transparansi. Setiap rancangan peraturan yang diusulkan harus melalui penilaian menyeluruh, termasuk memastikan bahwa keputusan akhir memiliki dukungan dan pertimbangan yang memadai dari Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi.
  3. Melalui proses ini, terdapat kesempatan untuk meningkatkan koordinasi antar K/L, mengurangi potensi konflik atau tumpang tindih peraturan yang dapat terjadi apabila K/L mengeluarkan kebijakan secara sendiri-sendiri.

b. RPermen/RPerka mendapatkan pembahasan yang lebih intensif, lebih mendalam, dan lebih banyak melibatkan aspirasi masyarakat.

  1. Pembahasan yang intensif membantu meningkatkan kualitas peraturan dengan memastikan bahwa seluruh aspek yang relevan telah dipertimbangkan. Ini juga membuat peraturan lebih relevan dan efektif dalam implementasinya.
  2. Proses pembahasan yang lebih mendalam memungkinkan identifikasi dan penanganan potensi tumpang tindih dan masalah lainnya. Hal ini termasuk evaluasi terhadap dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari rancangan peraturan sebelum dimintakan persetujuan Presiden.
  3. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pembahasan RPermen/RPerka diperlukan untuk memastikan bahwa rancangan peraturan tidak hanya mencerminkan kebutuhan dan aspirasi pemerintah, tetapi juga kebutuhan dan keinginan masyarakat. Selain itu, hal ini juga diperlukan untuk meningkatkan legitimasi dan penerimaan kebijakan pemerintah oleh masyarakat.

c. Kualitas pengaturan Permen/Perka menjadi lebih meningkat.

  1. Dengan pembahasan yang mendalam dalam proses pemberian persetujuan Presiden, peraturan yang dihasilkan menjadi lebih matang dan implementatif. Faktanya, Perpres telah membantu memastikan bahwa peraturan tidak tumpang tindih, dapat diimplementasikan secara efektif, dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
  2. Kualitas pengaturan yang meningkat memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi pihak terkait dan masyarakat. Peraturan yang jelas dan konsisten tentu dapat meminimalisasi ketidakpastian dan kebingungan serta kegaduhan.
  3. Dengan adanya Perpres, K/L lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan karena akan diuji oleh K/L lain dan diketahui oleh Presiden.

Secara keseluruhan, pelaksanaan Perpres memberikan dampak positif yang signifikan terhadap proses pembuatan peraturan di Indonesia, khususnya Permen/Perka. Perpres ini telah meningkatkan kualitas dan efektivitas peraturan, memperkuat akuntabilitas, serta memastikan bahwa peraturan yang ditetapkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

III. Tantangan dan Kendala

Tantangan dan kendala dalam pelaksanaan Perpres Nomor 68 Tahun 2021 perlu diatasi agar efektivitas dan efisiensi proses pembuatan Permen/Perka dapat sesuai dengan yang diharapkan. Berikut adalah tantangan dan kendala dimaksud:

a. Mekanisme Rapat Harmonisasi yang belum menggembirakan seperti undangan rapat yang mendadak dan tidak adanya dokumen pendukung.

  1. Undangan rapat harmonisasi yang mendadak dapat mengganggu persiapan peserta rapat yang mungkin tidak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan dokumen atau memberikan masukan yang berkualitas. Hal ini mengakibatkan pembahasan yang kurang mendalam atau tidak efektif. Oleh sebab itu, diperlukan penjadwalan yang lebih baik dan pemberitahuan lebih awal mengenai penyelenggaraan rapat harmonisasi. Dengan adanya pemberitahuan yang memadai, semua pihak dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik dan berpartisipasi secara maksimal dalam proses harmonisasi.
  2. Tidak adanya dokumen pendukung seperti naskah urgensi, yang mencakup analisis dampak dan kajian akademik, dapat menghambat proses pembahasan/pengharmonisasian. Tanpa dokumen ini, peserta rapat tidak dapat memberikan masukan yang komprehensif atau melakukan analisis yang mendalam. Oleh sebab itu, dokumen pendukung tersebut seharusnya menjadi syarat dilaksanakannya harmonisasi.

b. RPermen/RPerka langsung ditetapkan tanpa melalui proses harmonisasi yang melibatkan Setkab.

  1. Apabila RPermen/RPerka langsung ditetapkan tanpa melalui proses harmonisasi yang melibatkan Setkab, tentu berpotensi membuat peraturan tersebut tidak mendapatkan masukan yang cukup dari pihak yang semestinya terlibat dalam proses harmonisasi. Hal ini dapat mengakibatkan peraturan yang tidak selaras dengan kebijakan nasional atau tidak akomodatif dengan kepentingan pihak-pihak terkait.
  2. Selain itu, hal ini dapat menyebabkan adanya tumpang tindih dan ketidakselarasan dengan Permen/Perka lain. Kondisi demikian pada akhirnya dapat menciptakan ketidakpastian hukum, menghambat implementasi peraturan, dan dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

IV. Langkah yang Perlu dilakukan ke Depan

Langkah-langkah yang perlu dilakukan ke depan untuk meningkatkan pelaksanaan Perpres Nomor 68 Tahun 2021 dan untuk mengatasi tantangan serta kendala yang dihadapi dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. K/L pemrakarsa melibatkan K/L terkait sejak awal pembentukan RPermen/RPerka.
K/L pemrakarsa perlu melibatkan K/L terkait sejak awal dalam penyusunan RPermen/RPerka. Hal ini diperlukan untuk memberikan gambaran aspirasi yang diusulkan oleh K/L pemrakarsa dan akan memudahkan pembahasan dalam tahap selanjutnya.

b. K/L perlu membuat rencana Penyusunan RPermen/RPerka Tahunan.
K/L perlu menyusun rencana tahunan yang jelas mengenai penyusunan dan pengajuan RPermen/RPerka. Hal ini bertujuan untuk menciptakan perencanaan yang lebih baik serta menunjukkan komitmen K/L dalam menyusun RPermen/RPerka pada tahun berjalan.

c. K/L menyampaikan naskah urgensi dan pokok-pokok pengaturan.
K/L perlu menyertakan naskah urgensi dan pokok-pokok pengaturan saat mengajukan RPermen/RPerka. Naskah urgensi dapat menjelaskan kepada pihak-pihak yang terkait dasar dan alasan ketentuan yang dibuat dalam RPermen/RPerka.

d. Pelibatan Setkab dalam Forum Harmonisasi.
Tantangan dan kendala seperti undangan mendadak dan ketidaktersediaan dokumen pendukung, serta proses harmonisasi tanpa melibatkan Setkab, dapat memengaruhi kualitas dan efektivitas RPermen/RPerka. Solusi untuk menghadapi tantangan ini adalah melakukan perbaikan dalam mekanisme rapat harmonisasi, pemberitahuan yang lebih awal, penyediaan dokumen yang lengkap, serta penegakan proses harmonisasi yang melibatkan seluruh pihak terkait. Dengan mengatasi tantangan ini, proses pembuatan peraturan dapat menjadi lebih efisien dan menghasilkan peraturan yang lebih berkualitas.

e. K/L tidak boleh mengubah substansi RPermen/RPerka yang telah mendapat persetujuan Presiden.
Setelah mendapatkan persetujuan Presiden, K/L tidak boleh mengubah substansi RPermen/RPerka tanpa dimintakan persetujuan kembali. Perubahan substansi tanpa mendapat persetujuan dari pihak yang memberikan persetujuan tidak sesuai dengan etika dalam pembuatan kebijakan.

f. Memperbaiki koordinasi internal Setkab untuk menyatukan persepsi terhadap penanganan RPermen/RPerka.
Koordinasi di internal Setkab diperlukan untuk memastikan bahwa pejabat dan pegawai yang terlibat dalam penanganan RPermen/RPerka memiliki pemahaman dan persepsi yang sama terhadap proses penanganan RPermen/RPerka. Hal ini betujuan untuk menghindari perbedaan interpretasi yang dapat menghambat efektivitas proses persetujuan.

g. Koordinasi dengan Kemenkumham untuk memperbaiki komunikasi dan persepsi dalam penanganan RPermen/RPerka.
Koordinasi dan komunikasi antara Setkab dan Kemenkumham perlu ditingkatkan untuk memastikan pemahaman yang sama dalam penanganan RPermen/RPerka. Pemahaman yang sama dan komunikasi yang baik dapat menjamin bahwa proses harmonisasi dan persetujuan dilakukan secara konsisten dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih dari itu, Setkab dan Kemenkumham perlu memiliki semangat yang sama untuk menegakkan ketentuan-ketentuan dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2021 dalam rangka meningkatkan kualitas kebijakan pemerintah dalam bentuk RPermen/RPerka.

h. Setkab dan Kemenkumham meningkatkan kemampuan pejabat/pegawai yang hadir di dalam forum harmonisasi.
Untuk meningkatkan kompetensi pejabat/pegawai yang terlibat dalam forum harmonisasi, diperlukan pelatihan dan peningkatan kapasitas, baik dari sisi substansi maupun teknis penyusunan peraturan perundang-undangan.

i. Memperbaiki mekanisme/proses penanganan RPermen/RPerka.
Diperlukan evaluasi dan perbaikan mekanisme/proses yang ada untuk menangani RPermen/RPerka guna meningkatkan transparansi, efektivitas, dan efisiensi dalam proses pembentukan dan pemberian persetujuan Presiden. Pembentukan dan penetapan Prosedur Operasi Standar atau Standard Operating Prosedure (SOP) untuk penanganan RPermen/RPerka di Setkab sangat diperlukan untuk menjadi pedoman yang jelas bagi semua pihak yang terlibat, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketidakkonsistenan/kekeliruan dalam proses penanganan RPermen/RPerka.

j. Pelibatan masyarakat secara lebih luas dalam penyusunan RPermen/RPerka.
Guna memastikan bahwa peraturan yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, serta meningkatkan penerimaan dan kepatuhan terhadap peraturan, pemerintah perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan RPermen/RPerka melalui konsultasi publik, forum diskusi, atau mekanisme lainnya.

k. Setkab akan memantau dan memastikan kesesuaian RPermen/RPerka dengan Perpres Nomor 68 Tahun 2021.
Setkab akan secara aktif memantau dan mengevaluasi kesesuaian RPermen/RPerka dengan ketentuan Perpres Nomor 68 Tahun 2021. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjamin bahwa setiap peraturan (RPermen/RPerka) yang diterbitkan telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, serta selaras dengan kebijakan Presiden.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan proses penyusunan, harmonisasi, dan pemberian persetujuan Presiden terhadap RPermen/RPerka dapat menjadi lebih efektif, transparan, dan sesuai dengan tujuan Perpres Nomor 68 Tahun 2021. Pada akhirnya harapan agar terdapat peningkatan kualitas Permen/Perka menjadi dapat terwujud.

(Kedeputian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan)

Evaluasi Polhukam Terbaru