Ihwal Urusan Pemerintahan Umum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) telah disahkan oleh Presiden RI sejak tanggal 30 September 2014, yang merupakan amanat Pasal 18 ayat (7) UUD 1945 guna mengatur susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah karena dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
UU Pemda mengatur bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan sesuai UUD 1945 yang diuraikan dalam berbagai Urusan Pemerintahan. Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan tertentu, sedangkan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Urusan Pemerintahan sendiri terdiri atas Urusan Pemerintahan Absolut, Urusan Pemerintahan Konkuren, dan Urusan Pemerintahan Umum.
Urusan Pemerintahan Absolut sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah pusat, meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Meskipun demikian, dalam penyelenggaraannya pemerintah pusat dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal di daerah atau Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) berdasarkan asas Dekonsentrasi.
Urusan Pemerintahan Konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota, yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah apabila lokasi, penggunaan, manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah provinsi atau lintas negara, penggunaan sumber daya lebih efisien apabila dilakukan oleh pemerintah pusat, dan/atau strategis bagi kepentingan nasional. Penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah pusat (K/L), GWPP atau instansi vertikal berdasarkan asas dekonsentrasi, atau pemda berdasarkan asas Tugas Pembantuan.
Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi adalah apabila lokasi, penggunaan, manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kabupaten/kota, dan/atau penggunaan sumber daya lebih efisien apabila dilakukan oleh pemerintah provinsi. Sedangkan Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota adalah apabila lokasi, penggunaan, manfaat atau dampak negatifnya dalam daerah kabupaten/kota, dan/atau penggunaan sumber daya lebih efisien apabila dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Adapun Urusan Pemerintahan Konkuren, yaitu:
1. Urusan Pemerintahan Wajib
Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas:
a. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, antara lain pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; serta sosial.
b. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, antara lain tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; pangan; pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk dan keluarga berencana; perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah; maupun penanaman modal.
2. Urusan Pemerintahan Pilihan
Urusan Pemerintahan Pilihan dipetakan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan, antara lain bidang kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian, dan transmigrasi.
UU Pemda juga memperkenalkan terminologi urusan pemerintahan yang baru, yaitu Urusan Pemerintahan Umum yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala Pemerintahan, namun diselenggarakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing dengan dibantu oleh instansi vertikal dan dibiayai dari APBN. Bupati/wali kota dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan Umum pada tingkat kecamatan melimpahkan kewenangannya kepada camat.
Adapun yang menjadi Urusan Pemerintahan Umum, meliputi:
1. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
3. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan nasional;
4. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
7. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
Guna menunjang kelancaran pelaksanaan Urusan Pemerintahan Umum, dibentuk Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sesuai wilayah kerja, dimana Forkopimda provinsi dipimpin oleh gubernur sedangkan Forkopimda kabupaten/kota dipimpin oleh bupati/wali kota, dengan anggota pimpinan DPRD; pimpinan kepolisian daerah; pimpinan kejaksaan; dan pimpinan satuan teritorial TNI di daerah. Forum koordinasi pimpinan di tingkat kecamatan dipimpin oleh camat, dengan anggota pimpinan kepolisian di kecamatan dan pimpinan kewilayahan TNI di kecamatan.
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN UMUM SEPANJANG SEJARAH
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
Pada masa orde baru, Urusan Pemerintahan Umum diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dimana Urusan Pemerintahan Umum diartikan sebagai urusan pemerintahan yang meliputi bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan, dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas suatu instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga daerah.
Pada saat itu, telah disusun dasar-dasar sistem hubungan pusat dan daerah, serta dikenal adanya daerah otonom dan wilayah administratif, meskipun tidak terdapat perbedaan yang tegas di antara keduanya, sehingga sebuah wilayah pemerintahan memiliki 2 kedudukan, yaitu sebagai Daerah Otonom yang mengatur pemerintahannya sendiri dan juga sebagai Wilayah Administratif yang merupakan representasi dari kepentingan pemerintah pusat di daerah. Urusan Pemerintahan Umum merupakan kewenangan Kepala Wilayah Administratif (sebagai wakil pemerintah pusat di daerah) yang didelegasikan secara hierarkis hingga ke tingkat kecamatan serta dibantu oleh Polisi Pamong Praja.
Dalam pelaksanaan bidang pemerintahan umum, koordinasi juga dilakukan dengan instansi yang bukan perangkat daerah seperti TNI dan Polri (dahulu ABRI), Kejaksaan, dan instansi K/L, dimana Kepala Wilayah menjadi menjadi koordinator. Sehubungan hal tersebut, dibentuklah Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), yang menjadi suatu forum konsultasi dan koordinasi antara pihak-pihak dalam rangka mewujudkan dan memelihara stabilitas nasional dan pembangunan nasional di daerah.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Wilayah Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Selain sebagai daerah otonom, daerah provinsi juga merupakan wilayah administrasi sebagai perwakilan pemerintah pusat.
UU Nomor 22 Tahun 1999 sudah tidak lagi mengatur secara spesifik pelaksanaan bidang pemerintahan umum di daerah. Namun demikian, Pasal 120 UU Nomor 22 Tahun 1999 mengatur bahwa penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat pemerintah daerah yang membantu pelaksanaan kewajiban Kepala Daerah.
Sejak berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1974, keberadaan Muspida tidak lagi memiliki dasar hukum namun masih relevan dipakai untuk menyelesaikan masalah di bidang pemerintahan umum, yang menyebabkan pemda seringkali menghadapi kendala dalam pembiayaan penyelenggaraannya serta menjadi temuan BPK.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak mengenal terminologi bidang/urusan pemerintahan umum dan urusan tersebut dipandang sebagai urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah secara hierarkis mulai dari gubernur hingga lurah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga tidak mengatur penyelenggaraan forum komunikasi antar-instansi pemerintah yang ada di daerah namun bukan termasuk sebagai perangkat daerah, misalnya TNI dan Polri, Kejaksaan, instansi vertikal Kementerian Keuangan, Kementerian Agama.
Namun demikian, keberadaan forum komunikasi tersebut sebenarnya masih dipandang penting oleh kepala daerah untuk mendukung sinergitas dan harmonisasi kegiatan antar-instansi pemerintah yang ada di daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga tetap diselenggarakan. Akibatnya, pemerintah daerah tetap terbebani dalam pendanaan forum tersebut dan berpotensi menjadi temuan BPK karena penyelenggaraan forum tersebut tidak memiliki dasar hukum.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang disusun oleh Kemendagri sebagai pemrakarsa pada tahun 2011, disampaikan bahwa di samping urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (absolut) dan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah (konkuren), kepala daerah sebagai pimpinan pemerintahan daerah juga dihadapkan dengan urusan-urusan pemerintahan yang berkaitan dengan empat pilar bernegara untuk kepentingan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tingkat daerah, memelihara ideologi Pancasila, menjaga NKRI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Lebih lanjut, menjaga kebinekaan akan terkait dengan menjaga kerukunan beragama, memfasilitasi berkembangnya kehidupan yang demokratis.
Dengan tidak adanya pelaksana urusan pemerintahan tersebut, sering terjadi kegiatan-kegiatan ekstrim yang bersifat primordialisme dan tidak terdapat instansi yang mengatasinya di daerah. Aparat keamanan di daerah hanya melakukan pengamanan saat terjadi kerusuhan tanpa adanya suatu institusi yang secara fungsional dan struktural melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya kerusuhan di kemudian hari. Urusan-urusan pemerintahan tersebut nyata ada di daerah namun bukan termasuk dalam otonomi daerah atau tugas suatu instansi pemerintah pusat yang ada di daerah.
Secara nasional, Presiden memegang tanggung jawab urusan pemerintahan umum selaku pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan dan tidak didesentralisasikan. Namun demikian, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dapat mendelegasikan pelaksanaan urusan tersebut kepada kepala daerah, dimana di tingkat provinsi menjadi tanggung jawab gubernur sedangkan di tingkat kabupaten/kota menjadi tanggung jawab bupati/wali kota.
Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum di daerah dan dalam rangka kelancaran koordinasi dengan seluruh pimpinan antar-instansi pemerintah di daerah, perlu dibentuk forum musyawarah pimpinan pemerintahan di daerah, dimana kepala daerah bertindak sebagai koordinatornya. Beberapa kepala daerah mengakui bahwa forum musyawarah tersebut sangat diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam upaya menyamakan persepsi terhadap urusan-urusan yang merupakan kombinasi kewenangan antara daerah dengan kewenangan yang bukan bagian dari otonomi daerah, terutama terkait dengan keamanan, kerusuhan akibat SARA, bencana, maupun penegakan hukum terhadap kombinasi peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang merupakan kewenangan kepolisian atau kejaksaan, maupun penertiban KTP, izin bangunan, pedagang kaki lima, dan gangguan-gangguan kemasyarakatan lainnya.
Atas dasar pertimbangan permasalahan-permasalahan tersebut, UU Nomor 23 Tahun 2014 mengusung pembaruan konsep dari forum musyawarah yang dikenal dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 menjadi Forum Komunikasi Pimpinan Pemerintahan di Daerah (Forkopimda). Dengan adanya dasar hukum yang kuat, sumber pendanaan yang jelas, dan pembagian tugas yang tegas antara gubernur, wali kota/bupati hingga camat, Forkopimda diharapkan mampu mempercepat penyelesaian permasalahan Urusan Pemerintahan Umum di daerah.
Selain itu, dalam melaksanakan Urusan Pemerintahan Umum tersebut, kepala daerah juga perlu didukung secara administrasi dan operasional dengan unit yang merupakan perpanjangan tangan pusat atau unit dekonsentrasi. Untuk itu, keberadaan unit Kesatuan Bangsa dan Politik di tingkat daerah dengan berbagai macam nomenklatur dapat dialihfungsikan untuk membantu kepala daerah dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan Umum dengan pembiayaan APBN.
—–o0o—–
Oleh: Kedeputian Bidang Polhukam, Setkab