Partisipasi Dalam Kegiatan “The 10th Asian Legislative Experts Symposium”, 29 September 2022, di Seoul, Republik Korea

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Oktober 2022
Kategori: Evaluasi
Dibaca: 969 Kali

Pada tanggal 29 September 2022 di Fairmont Ambassador, Seoul telah diselenggarakan The 10th Asian Legislative Experts Symposium (10th ALES). ALES merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan sejak tahun 2013 oleh The Ministry of Government Legislation of The Republic of Korea (Kementerian Legislasi Korea/Moleg) bersama The Korean Legislation Research Institute (KLRI) dengan mengundang para ahli, akademisi, dan pejabat publik dari berbagai negara untuk membahas berbagai strategi serta berbagi pengalaman dalam rangka pengembangan sistem hukum dan perundang-undangan di berbagai negara Asia. 10th ALES digelar dengan tema Digital Era Legal Information System of Each Asian Country and Development Measure dengan menghadirkan pembicara dari berbagai negara Asia, yaitu Korea Selatan, Uzbekistan, Taiwan, Mongolia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Indonesia.

Susunan acara dan pembicara dalam 10th ALES adalah:
1. Opening Remarks oleh Lee Wan Kyu, Menteri Moleg;
2. Welcome Speech oleh Kim Hye Hong, Presiden KLRI;
3. Congratulatory Speech I oleh Hwang Jong Sun, President National Information Society Agency, Republik Korea;
4. Congratulatory Speech II oleh Zokir Saidov, dari Kedutaan Besar Uzbekistan di Republik Korea;
5. Keynote Speech mengenai Digital Regulatory Framework in Indonesia, disampaikan oleh Edward O.S. Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia;
6. Presentasi I:
a. Introduction to Government Legislation Supporting System oleh Jung Syung Taek, Deputy Director Legislative Information Division, Moleg;
b. Easily Understandable Law Information Provision through Quick View, oleh Son Mun Su, Head of Plain Division, Moleg;
c. Digitalization of legal Information in Thailand, oleh Chintapun Dansubutra, Director of Law Reform Division, Office of the Council of State, Thailand;
d. Taiwan’s Experience in Digital Legislation System, oleh Te Ying Wang, Project Manager, Institute of Information Industry, Taiwan;
e. Panel Diskusi oleh Sumya Sukhbaatar, Academy Secretary, National Legal Institute of Mongolian dan Lee Dong Hyun, Director General Departement of Developing Strategy ang Portofolio Management KOICA.
6. Presentasi II
a. Current Status of Legal Information System and Cooperation Strategies in Major Country, oleh Park Kwang Dong, Senior Principal Research Fellow, KLRI;
b. Digitalization of Legislation Making Process in Indonesia, oleh Retno Wulandari, Kepala Bidang Pemerintahan Umum dan Pemerintahan Desa, Sekretariat Kabinet;
c. Digital Legislation in Vietnam: Current Status and the Road Ahead, oleh Chu Thi Hoa, Deputy Director of Institute, Legal Science of Vietnam Ministry of Justice;
d. Diskusi Panel oleh Emerson Banez, Assistant Professor, University of The Philippines Collage of Law dan Kim Dae Yong, Director of Development Research, Korea Development Institute.

Beberapa hal strategis yang disampaikan dalam simposium dimaksud antara lain progres pengembangan Sistem Informatika terkait pembentukan peraturan perundang-undangan di Republik Korea, yaitu National Law and Information System dan Government legislation Support System, pengalaman berbagai negara dalam memperbaiki mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan, ketentuan terbaru mengenai digitalisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta hasil penelitian KLRI mengenai sistem informasi peraturan perundang-undangan di berbagai negara Asia. Selain itu forum tersebut juga menjadi sarana berbagi informasi, berbagi pengetahuan serta peluang untuk bekerjasama mengembangkan sistem informasi peraturan perundang-undangan antarnegara Asia.

Secara garis besar, terdapat dua sistem informasi terkait peraturan perundang-undangan di Republik Korea, yaitu 1) National Law and Information System, merupakan suatu sistem informasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas (tidak harus orang yang mengerti hukum) yang berisi segala informasi tentang hukum yang mudah dipahami, cepat, dan akurat dalam pencariannya. Untuk lebih memaksimalkan kinerja dan pelayanan, sistem tersebut akan memanfaatkan kecerdasan buatan; dan 2) Government Legislation Support System, yaitu sistem yang digunakan untuk pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembahasan maupun penafsiran. Sistem tersebut akan bermanfaat untuk efisiensi dan proses yang lebih baik mengingat penyusunan peraturan perundang-undangan membutuhkan koordinasi dan komunikasi lintas sektor serta membutuhkan partisipasi dari masyarakat. Sistem tersebut juga dibuat untuk meminimalisir kesalahan dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan.

Kedua sistem tersebut akan saling terintegrasi dan saling melengkapi sehingga proses yang terjadi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dapat diketahui oleh masyarakat. Selain itu peraturan yang dihasilkan juga dapat tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami, serta akan mendapatkan masukan-masukan guna perbaikan peraturan yang ada. Sistem tersebut juga akan mengintegrasikan berbagai sistem pendukung yang diampu atau melibatkan beberapa instansi dan akan saling melengkapi dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, antara lain: Pusat Administrasi Pemerintah; Lembaga Legislatif; Peradilan Administrasi pada berbagai level; Pemerintah Daerah; sektor publik; serta sektor privat/korporasi.

Pada awalnya sistem tersebut dibangun dari aplikasi Law Editor tahun 2002 dan selanjutnya terus dikembangkan dan diintergrasikan dengan berbagai sistem informasi lainnya antara lain sistem partisipasi publik online, sistem pengundangan online, sistem pengujian peraturan perundang-undangan, sistem pencarian hukum online. Saat ini, Moleg sedang melakukan pengembangan terhadap sistem Law Editor, yaitu dengan menyediakan “Plain Laws” yaitu informasi hukum yang mudah dimengerti oleh masyarakat dengan penyajian yang sederhana. Pengembangan terhadap sistem tersebut dilatarbelakangi oleh hasil survei terhadap pemahaman hukum di Korea, yang hasilnya menunjukkan bahwa 89 persen masyarakat kesulitan memahami isi hukum dan peraturan perundang-undangan di Republik Korea. Informasi tersebut disajikan dalam berbagai portal yang terintegrasi maupun dalam berbagai media sosial yang berupa infografik, gambar, video, maupun videografik yang akan mempermudah semua lapisan memahami peraturan perundang-undangan.

Pengalaman Republik Korea dalam mengembangkan dan mengintegrasikan sistem dalam pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan tersebut menjadi pembelajaran bagi negara-negara Asia lainnya dalam mengembangkan sistem yang serupa, antara lain Thailand, Mongolia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Thailand saat ini sedang fokus memperbaiki mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan guna melaksanakan Undang-Undang tentang penyusunan dan evaluasi peraturan perundang-undangan Thailand Tahun 2019. Perbaikan mekanisme tersebut dilakukan dengan berbagai strategi antara lain: menyusun kebijakan mengenai mekanisme evaluasi peraturan perundang-undangan dengan metode Regulatory Impact Assessment (RIA); membangun sistem partisipasi publik online dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan melalui website law.go.th.; memperbaiki database peraturan perundang-undangan dan membangun sistem pencarian yang memudahkan; serta melakukan riset dan mengembangkan kerja sama dengan negara-negara anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam rangka melakukan Regulatory Reform.

KLRI telah melakukan penelitian terhadap ketersediaan informasi hukum dan peraturan perundang-undangan di berbagai negara Asia, yang hasilnya menyatakan bahwa saat ini hampir setiap negara di Asia telah berusaha membangun sistem informasi mengenai hukum dan peraturan perundang-undangan, setidaknya dalam bentuk penyediaan database. Seiring dengan perkembangan teknologi, seyogyanya negara-negara Asia dapat lebih memanfaatkan sistem informasi dengan maksimal agar efek hukum dan peraturan perundang-undangan dapat dirasakan lebih cepat dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat. KRLI juga menyampaikan pentingnya setiap negara memiliki sistem informasi mengenai peraturan perundang-undangan untuk mendukung percepatan penyusunan maupun revisi peraturan perundang-undangan dengan metode penyusunan yang efisien dengan basis prosedur administrasi yang baik, sehingga terdapat koordinasi yang baik antara lembaga yang terlibat dalam penyusunan peraturan perundang-undangan antara lain lembaga legislatif, berbagai institusi dalam lembaga eksekutif dan pemda; memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan kesetaraan akses untuk informasi terkait hukum dan peraturan perundang-undangan; serta menyediakan informasi mengenai hukum dan peraturan perundang-undangan yang cepat, tepat dan mudah diakses, guna mendapatkan kepuasan publik dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah.

Hasil yang diharapkan dari optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dalam pembangunan hukum antara lain menyelesaikan tumpang tindih dan benturan antara peraturan perundang-undangan; menyelesaikan isu ketidakpastian prosedur terkait penyusunan peraturan perundang-undangan; meningkatkan kapasitas drafter dan legislator dalam penyusunan peraturan perundang-undangan; serta meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan yang dihasilkan.

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Republik Korea telah memiliki hubungan kerja sama yang baik dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perdamaian bersama melalui upaya saling membantu dan memberi dukungan dalam hal-hal praktis, salah satunya di bidang legislasi. Sebagai salah satu tindak lanjut hubungan kerja sama kedua negara, Sekretaris Kabinet dan Menteri Legislasi Republik Korea telah menandatangani memorandum saling pengertian (MoU) pada tanggal 10 September 2018 mengenai kerja sama di bidang legislasi. Salah satu area dalam MoU tersebut adalah saling berbagi pengalaman dalam pembangunan teknologi informasi terkait peraturan perundang-undangan dan area terkait lainnya. Sebagai upaya menindaklanjuti MoU tersebut, berbagai aktivitas telah dilakukan antara Setkab dan Moleg, khususnya berbagi pengalaman terkait pemanfaatan teknologi informasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Republik Korea, yang telah disampaikan dalam level group seminar pada tahun 2020 dan 2021.

Dalam simposium dimaksud, perwakilan Setkab menyampaikan substansi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai ketentuan Pasal 97B (1) yang mengatur  bahwa pembentukan peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan secara elektronik. Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk secara elektronik berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dalam bentuk cetak. Adapun pembentukan peraturan perundang-undangan secara elektronik yaitu setiap tahap pembentukan dapat dilakukan secara elektronik. Ketentuan ini sangat penting karena akan mejadi dasar yang kuat bagi pembentukan peraturan perundang-undangan dalam rangka mensimplifikasi proses pembentukannya, sekaligus menjawab aspek kekuatan hukum dokumen peraturan perundang-undangan digital/elektronik. Tahap-tahap pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat dilakukan secara elektronik antara lain:

1. perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan;
2. penyusunan dan harmonisasi rancangan peraturan perundang-undangan
3. pembahasan peraturan perundang-undangan
4. penetapan dan pengesahan peraturan perundang-undangan
5. penyebarluasan rancangan peraturan perundang-undangan untuk memperoleh masukan publik
6. penyebarluasan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Pembubuhan tanda tangan dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan dapat menggunakan tanda tangan elektronik yang telah tersertifikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang ditandatangani dengan tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan peraturan perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik. Dengan ditetapkan ketentuan tersebut, akan menjadi landasan sekaligus dorongan bagi setiap kementerian/lembaga untuk memanfaatkan teknologi informasi pada setiap tahapan penyusunan peraturan perundang-undangan.

(Kedeputian Bidang Polhukam, Sekretariat Kabinet)

Evaluasi Terbaru