Pemanfaatan Hasil Evaluasi Peraturan Perundang Undangan
Sebagaimana dilaksanakan terhadap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan, terhadap peraturan perundang-undangan (PUU) pun perlu dilaksanakan evaluasi. Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan pemantauan dan peninjauan PUU dalam rangka memberikan penilaian atas efektivitas pelaksanaan suatu PUU, sekaligus mengetahui adanya kendala yang dihadapi dalam penerapan PUU.
Evaluasi PUU sangat menentukan dalam pembentukan dan penerapan suatu PUU. PUU yang disusun berdasarkan hasil evaluasi yang memadai akan memiliki kualitas yang baik dan dapat diterapkan secara efektif. Namun demikian, dalam kenyataannya, hasil evaluasi itu tampaknya belum dimanfaatkan maksimal sebagai ikhtiar bagi perbaikan pembentukan dan penerapan PUU.
Pada tulisan ini disampaikan pentingnya evaluasi dalam reformasi PUU dan langkah-langkah promosi dan diseminasi hasil Evaluasi PUU.
Pentingnya Evaluasi PUU Dalam Reformasi Legislasi
Evaluasi PUU merupakan pekerjaan inti dari reformasi legislasi (legislation/regulatory reform). Melalui evaluasi, keseluruhan PUU dimonitor dan dievaluasi pelaksanaannya. Melalui evaluasi dilakukan penilaian apakah suatu PUU masih relevan dan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat dan apakah pelaksanaanya tidak menimbulkan masalah.
Dari hasil evaluasi ini dapat dilakukan perbaikan dan penyederhanaan legislasi berupa pencabutan, perubahan, atau penggabungan PUU. Omnibus, yang merupakan salah satu metode perbaikan dan penyederhanaan legislasi, akan didahului dengan kegiatan evaluasi. Hasil evaluasi juga merupakan bagian dari rantai pembentukan PUU yakni sebagai feedback bagi penyusunan peraturan yang baru.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai lembaga yang memiliki otoritas di bidang evaluasi PUU telah mengembangkan metode analisis dan evaluasi PUU, yakni membuat Pedoman 6 Dimensi Evaluasi Hukum. Selain itu, cukup banyak kerja terkait evaluasi yang dihasilkan oleh lembaga ini. Namun, evaluasi ini perlu didorong agar menjadi referensi di dalam setiap penyusunan kebijakan dan pembentukan PUU oleh para pemangku kepentingan.
Langkah-langkah Promosi dan Diseminasi Hasil Evaluasi PUU
Hasil evaluasi perlu disampaikan dan dijelaskan kepada para pemangku kepentingan yakni Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham); Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg); kementerian koordinator (kemenko); Sekretariat Kabinet (Setkab); dan kementerian/lembaga (K/L) lainnya. Penyampaian itu dilakukan baik diminta maupun tidak. Staf BPHN hendaknya hadir dalam pembicaraan dan rapat rapat mengenai perencanaan, penyusunan, pembahasan, harmonisasi PUU, dan juga dalam pembuatan kebijakan pemerintah lainnya.
Hasil evaluasi ini seyogianya juga dijadikan dasar bagi pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan yang lebih besar yakni reformasi perundang-undangan/legislasi. Reformasi tersebut dapat berupa kebijakan secara keseluruhan peraturan perundang-undangan (secara nasional) atau reformasi parsial yang dilakukan pada PUU di bidang-bidang tertentu. Untuk reformasi secara menyeluruh dapat dilakukan oleh tim besar, sementara reformasi parsial dapat dilaksanakan oleh masing-masing kementerian dan lembaga.
Adapun bentuk langkah nyata dalam menyampaikan dan menjelaskan hasil evaluasi sebagaimana diuraikan di atas adalah sebagai berikut:
– Hubungan Kerja BPHN dengan Ditjen PP
Hasil evaluasi disampaikan oleh BPHN kepada Ditjen PP berkaitan dengan rancangan PUU yang sedang disusun atau direvisi. Hasil evaluasi juga perlu disampaikan pada forum harmonisasi untuk membantu memastikan PUU yang sedang disusun sesuai dengan hasil evaluasi BPHN.
– Hubungan Kerja BPHN dengan Kementerian PPN/Bappenas
Hasil evaluasi menjadi dasar utama penyusunan kerangka legislasi yang disusun untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Tampaknya hanya BPHN yang memiliki tugas evaluasi peraturan yang komprehensif, sementara kementerian dan lembaga lain melakukannya secara parsial. Dengan demikian, hasil evaluasi BPHN akan sangat bernilai bagi penyusunan perencanaan yang dibuat oleh Kementerian PPN/Bappenas. Hasil analisis yang disampaikan kepada Bappenas hendaknya bersifat komprehensif untuk semua bidang pemerintahan yakni polhukam, perekonomian, kemaritiman, serta pembangunan manusia dan kebudayaan. Dari evaluasi ini Bappenas dapat membuat grand design reformasi legislasi secara menyeluruh.
– Hubungan Kerja BPHN dengan Kemsetneg
Hasil evaluasi yang disampaikan BPHN kepada Kemsetneg dapat digunakan dalam rangka finalisasi proses penetapan PUU. Untuk memastikan suatu PUU tidak mengandung masalah dalam pembentukan dan penerapannya perlu dipastikan efektivitas pelaksanaannya di lapangan yang dapat merujuk pada hasil evaluasi BPHN.
– Hubungan Kerja BPHN dengan Kemenko
Dalam penyelesaian masalah antarkementerian dan lembaga, serta dalam rangka koordinasi, kemenko memerlukan data kondisi di lapangan dari suatu kebijakan atau peraturan. Keperluan ini dapat dipasok oleh BPHN dari hasil evaluasi PUU. Kemenko dimaksud meliputi Kemenko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kemenko Bidang Perekonomian; Kemenko Bidang Kemaritirnan dan Investasi, serta Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
– Hubungan Kerja BPHN dengan Setkab
Hasil Evaluasi BPHN dapat menjadi masukan bagi Setkab yang memiliki fungsi memberikan rekomendasi kebijakan presiden dan wakil presiden serta dalam rangka menyelenggarakan manajemen kabinet. Kebijakan yang baik perlu mempertimbangkan hasil evaluasi pelaksanaan PUU di lapangan.
Selain itu, Setkab memiliki fungsi memproses persetujuan presiden atas rancangan peraturan menteri dan peraturan kepala lembaga. Hasil evaluasi BPHN juga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi Setkab dalam memberikan rekomendasi kepada presiden apakah suatu rancangan peraturan menteri atau peraturan kepala lembaga aman dan tepat untuk ditetapkan.
– Hubungan Kerja BPHN dengan kementerian dan lembaga
Hasil evaluasi BPHN dapat dijadikan feedback dan pembanding bagi pelaksanaan PUU pada masing-masing kementerian dan lembaga yang melaksanakan PUU sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya. Tentunya hasil evaluasi dimaksud harus secara spesifik memberikan rekomendasi apa yang harus dilakukan kementerian dan lembaga dalam rangka melaksanakan PUU.
Sebagai kesimpulan, bagi kementerian dan lembaga hendaknya dalam membuat kebijakan penyusunan PUU perlu merujuk pada hasil evaluasi PUU yang dibuat oleh BPHN. Sementara, BPHN sendiri perlu meningkatkan kualitas hasil evaluasi sehingga kementerian dan lembaga merasa yakin untuk menggunakan hasil evaluasi PUU dalam membuat kebijakan dan penyusunan PUU. Untuk itu, BPHN perlu meningkatkan kemampuan evaluasi PUU agar dihasilkan evaluasi PUU yang memadai. Demikian juga dengan perlunya peningkatan efektivitas penyampaian hasil evaluasi kepada para pemangku kepentingan.
(Kedeputian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sekretariat Kabinet)