Pemantauan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Juli 2015
Kategori: Evaluasi Polhukam
Dibaca: 37.233 Kali

Berdasarkan pantauan kami, terdapat pola umum pengaturan RPerda (Rancangan Peraturan Daerah) yang tidak tepat baik terkait dengan aspek hukum maupun terkait dengan substansi rencana tata ruang.

  1. Dari aspek hukum kesalahan umum yang terjadi antara lain ketentuan peralihan, ketentuan pidana, pembentukan PPNS, peran masyarakat, kelembagaan, dan peninjauan kembali.
  2. Dari aspek pola/struktur ruang, ketentuan dalam Rperda tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi terutama terkait dengan bidang penataan ruang, pemerintahan daerah, kehutanan, pertambangan, pertanian, perhubungan, dan perindustrian.

Secara rinci pola umum pengaturan yang tidak tepat tersebut, kami uraikan di bawah ini:

a. Status Izin pemanfaatan Ruang

Rperda mengatur bahwa dengan berlakunya Perda maka izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukan dalam perda dibatalkan. Ketentuan ini tidak adil. Dengan diterbitkannya izin tersebut, pemegang izin memiliki hak untuk memanfaatkan ruang. Selain itu pemegang izin mestinya juga telah mengeluarkan biaya investasi untuk memanfaatkan ruang. Ketentuan tersebut dapat merugikan pemegang izin (menciptakan ketidakpastian hukum) dan berpotensi memunculkan gugatan masyarakat terhadap Pemerintah Daerah.

b. Ketentuan Pidana

Ketentuan pidana dalam RPerda yang mengatur ancaman bagi pelanggaran penataan ruang tidak sesuai dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, Rperda mengatur ketentuan pidana selain mendasarkan pada UU Penataan Ruang juga mengacu pada UU Pemda yang keduanya mengatur hal yang berbeda, sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya.

c. Pembentukan PPNS

Rperda mengatur kewenangan Pemda membentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bidang penataan ruang. Ketentuan ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang yang mengatur pembentukan tersebut merupakan kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum.

d. Peninjauan kembali

Rperda mengatur peninjauan kembali dilakukan sekali dalam 5 (lima) tahun. Padahal UU penataan ruang dalam keadaan tertentu memungkinkan mengubah RTRW lebih dari satu kali dalam 5 (lima) tahun. Ketentuan ini akan merugikan daerah yang bersangkutan, ketika diperlukan peninjauan kembali RTRW sebelum 5 (lima) tahun. Misalnya dalam hal adanya perubahan peruntukan kawasan kehutanan.

e. Peran masyarakat

Rperda sebagian besar mengatur secara singkat ketentuan mengenai peran masyarakat, sehingga pengaturannya tidak lengkap. Pengaturan dalam RPerda tidak menjawab siapa, kapan, dimana, dan bagaimana peran tersebut dilaksanakan. Namun, sebagian lainnya, Rperda mengatur sangat detail, termasuk pembentukan, kedudukan, susunan organisasi, tata kerja, dan pejabatnya yang sebenarnya lebih tepat  diatur oleh kepala daerah.

f. Perbedaan peruntukan kawasan dengan wilayah tetangga

Peruntukan kawasan suatu wilayah berbeda/tidak sinkron dengan peruntukan kawasan wilayah yang berbatasan. Misalnya di wilayah A suatu kawasan hutan merupakan hutan lindung, sementara di wilayah B yang berbatasan dengan wilayah A tersebut, hutan tersebut merupakan hutan produksi.

g. Penyusunan RTRW ketika masih terdapat sengketa perbatasan

Dalam hal terdapat sengketa perbatasan, seringkali Pemda menetapkan dalam Rperdanya peruntukan suatu kawasan yang sebenarnya belum disepakati batasnya.

h. Peta

Peta-peta lampiran RPerda berbeda dengan peta standar Badan Informasi Geospasial (BIG). Perbedaan tersebut meliputi yang meliputi skala, ketepatan koordinat, dan warna, serta kronologi dan tema yang sesuai dengan kebutuhan wilayah kabupaten, misalnya peta mitigasi bencana, peta jalan, dan peta energi.

i. Ketentuan yang seharusnya diatur, tidak diatur

Pengaturan yang seharusnya diatur dalam RPerda:

1)      Alokasi ruang untuk kepentingan pertahanan, perindustrian, sistem pembuangan sampah, lokasi pengolahan limbah padat dan cair, dan evakuasi bencana.

2)      Bentuk dan mekanisme kerja sama dengan wilayah sekitar, termasuk unit kerja yang bertanggung jawab.

3)      Lokasi penyebaran Ruang Terbuka Hijau.

4)      Keunikan dan ciri khas daerah yang berbeda dengan daerah lain.

j. Teknik Perundang-undangan

RPerda tidak mengikuti kaidah dan teknik perundang-undangan sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

–   Konsideran “menimbang” tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

–   Dasar hukum “mengingat” mencantumkan peraturan yang tidak berlaku, nama peraturan yang salah, dan penyebutan lembaran negara dan tambahan lembaran negara yang tidak tepat.

–    Ketentuan umum mencantumkan definisi/pengertian kata atau istilah yang tidak digunakan dalam batang tubuh.

–    Sistematika Rperda perlu diperbaiki terutama urutan bab, pilihan kata, dan formulasi kalimat

–    Penunjukan pasal tidak tepat;

–    Banyak ketentuan yang membutuhkan penjelasan, hanya dicantumkan “cukup jelas” dalam penjelasannya;

–    Penggunaan istilah tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi;

–    Nama wilayah tidak sesuai dengan nama baku wilayah yang bersangkutan, misalnya penulisan Bandar Lampung dan Samudera Indonesia. (Polhukam 2 Setkab)

Evaluasi Polhukam Terbaru