Penggunaan Tenaga Nuklir di Indonesia: Aspek Hukum

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 10 Agustus 2015
Kategori: Evaluasi Polhukam
Dibaca: 48.774 Kali

Bagi kebanyakan orang, ketika mendengar kata “nuklir”, maka yang terbayang adalah asap besar bercampur debu membumbung tinggi ke angkasa disertai suara dentuman dahsyat. Korban berjatuhan akibat ledakan atau akibat radiasi. Ada yang mati seketika, luka, atau sakit bertahun-tahun.

Bayangan dan persepsi itu merupakan kewajaran. Media masa yang seringkali  memberitakan nuklir dikaitkan dengan perang atau kebocoran reaktor nuklir telah membentuk citra dan persepsi. Padahal, menurut para ahli, nuklir tidak saja dapat digunakan sebagai senjata, tetapi juga berguna di berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan energi.

Adanya kegunaan di samping bahaya yang mengancam itulah yang memunculkan sikap pro dan kontra. Bagi mereka yang pro, penggunaan tenaga nuklir merupakan keharusan. Sumber energi yang lain sudah tidak mencukupi kelangsungan kehidupan. Sementara bagi mereka yang kontra, penggunaan tenaga nuklir hanya menyengsarakan manusia. Bencana Chernobyl dan Fukushima telah menunjukkan betapa kesengsaraan itu begitu mendalam.

Terlepas dari mana yang dipilih, suatu negara harus menentukan sikap, akan menggunakan tenaga nuklir atau menolaknya. Sikap itu akan terlihat dalam peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan yang  disebut dengan politik hukum. Dengan demikian, sikap atas pilihan penggunaan tenaga nuklir suatu negara merupakan politik hukum penggunaan tenaga nuklir negara yang bersangkutan. Tulisan ini tidak dimaksudkan membawa pembacanya untuk mendukung atau menolak penggunaan tenaga nuklir di Indonesia, melainkan hanya membantu pembacanya agar mengetahui apa yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Rakyat Indonesia melalui wakilnya di DPR memutuskan pilihan bagi kehidupan bernegara. Keputusan terhadap pilihan itu diwujudkan dalam ketentuan undang-undang yang dihasilkan bersama dengan Pemerintah. Hal ini berarti politik hukum yang dipilih rakyat Indonesia terhadap penggunaan tenaga nuklir terlihat di dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Mana yang dipilih oleh rakyat Indonesia? Berikut gambarannya.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menyatakan bahwa ketenaganukliran menyangkut kehidupan dan keselamatan orang banyak, oleh karena itu harus dikuasai oleh negara; perkembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir dalam berbagai bidang kehidupan manusia di dunia sudah demikian maju sehingga pemanfaatan dan pengembangannya perlu ditingkatkan dan diperluas; oleh karena itu, demi keselamatan, keamanan, ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan secara tepat dan hati?hati serta ditujukan untuk maksud damai dan kesejahteraan rakyat.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan politik hukum, Indonesia berketetapan memilih memanfaatkan tenaga nuklir di berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti penelitian, pertanian, kesehatan, industri, dan energi dengan syarat dilakukan secara tepat dan hati-hati, untuk maksud damai, dan untuk kesejahteraan rakyat. Jadi,keberadaan instalasi nuklir untuk keperluan energi termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia merupakan pilihan rakyat Indonesia sekaligus memiliki dasar hukum. Namun, sebagai catatan, khusus pembangunan PLTN dan penyediaan tempat limbah, pemerintah menetapkan pembangunan itu setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sebagai perwujudan pilihan di atas, dibuat peraturan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir, peraturan Kepala Badan Tenaga Atom Nasional dan peraturan pelaksanaan lainnya. Uraian di bawah ini menggambarkan secara singkat rincian pelaksanaan politik hukum di atas yakni mengenai: kelembagaan, penelitian dan pengembangan, pengusahaan, pengelolaan limbah radioaktif, pertanggungjawaban kerugian nuklir, ancaman pidana, konvensi internasional, kerjasama bilateral, perizinan, dan pembianaan sumber daya manusia.

Kelembagaan

Bahan nuklir dikuasai oleh Negara dan pemanfaatannya diatur dan diawasi oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan kewenangan ini pemerintah membentuk  Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir, serta mendirikan Badan Usaha Milik Negara (PT Industri Nuklir Indonesia). BATAN bertugas melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir. BAPETEN bertugas melaksanakan pengawasan segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir bertugas memberikan saran dan pertimbangan mengenai pemanfaatan tenaga nuklir. PT Industri Nuklir Indonesia memiliki tugas berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir secara komersial.

Penelitian Dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan tenaga nuklir harus diselenggarakan dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Penelitian dan pengembangan diselenggarakan terutama oleh dan menjadi tanggung jawab BATAN. Dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan BATAN dapat bekerja sama dengan instansi dan badan lain.

Pengusahaan

BATAN melaksanakan penyelidikan umum, eksplorasi, dan eksploitasi bahan galian nuklir yang dapat dikerjasamakan dengan BUMN, koperasi, badan swasta, dan/atau badan lain.

Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh BATAN yang pelaksanaannyadapat bekerja sama dengan atau menunjuk Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan/atau badan swasta.

Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir

Pada dasarnya, pelaksana pengusahaan instalasi nuklir wajib bertanggung jawab atas kerugian nuklir yang diderita oleh pihak ketiga yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir yang terjadi dalam instalasi nuklir tersebut. Namun dalam peraturan perundang-undangan terdapat  batas pertanggungjawaban tersebut (PP Nomor 46 Tahun 2009).

Ancaman Pidana

Terdapat berbagai ancaman pidana bagi pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang ketenaganukliran di antaranya pelanggaran izin pembangunan reaktor nuklir. Seseorang yang membangun, mengoperasikan, atau melakukan dekomisioning reaktor nuklir tanpa izin diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. Dan apabila perbuatan tersebut menimbulkan kerugian, maka ancaman pidananya adalahpenjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Konvensi Internasional

Dalam rangka memenuhi ketentuan internasional di bidang ketenaganukliran Indonesia meratifikasi beberapa perjanjian, traktat, dan protokol, yaitu:

  • Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata-Senjata Nuklir;
  • Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir;
  • Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara;
  • Konvensi tentang Keselamatan Nuklir;
  • Perubahan Konvensi Proteksi Fisik Bahan Nuklir; dan
  • Konvensi Gabungan tentang Keselamatan Pengelolaan Bahan Bakar Nuklir Bekas dan tentang Keselamatan Pengelolaan Limbah Radioaktif.

Kerjasama Bilateral

Selain multilateral, Pemerintah Indonesia juga bekerjasama secara bilateral penggunaan tenaga nuklir untuk maksud-maksud damai dalam bentukpersetujuan, yaitu persetujuan dengan Pemerintah Korea, Pemerintah Argentina, Pemerintah Kanada, Pemerintah India, Pemerintah Italia, dan Pemerintah Amerika Serikat.

Perizinan

Terdapat beberapa izin yang harus dimiliki penyelenggara kegiatan ketenaganukliran antara lain izin reaktor nuklir, izin pemanfaatan tenaga nuklir, dan izin pemanfaatan sumber radiasi pengion dan bahan nuklir. Pelanggaran terhadap ketentuan izin ini diancam pidana penjara dan denda sebagaimana disebutkan di atas.

Pembinaan Sumber Daya Manusia

Untuk mengembangkan kegiatan ketenaganukliran diperlukan sumber daya yang handal sebagai pendukung. Untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang handal tersebut dibangun Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang merupakan perguruan tinggi kedinasan. Bagi pegawai atau pekerja di bidang ketenaganukliran saat ini juga sudah mendapatkan tunjangan bagi kesejahteraan yang memadai, termasuk tunjangan bahaya radiasi bagi pegawai negeri sipil di lingkungan BAPETEN sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2005 dan tunjangan bahaya radiasi bagi pekerja radiasi sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1995.

—————————————

Oleh: Satgas Hukum Setkab (PS)

Evaluasi Polhukam Terbaru