Penyerahan Sertifikat Tanah Wakaf, 8 Maret 2019, di Masjid Istiqlal, Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Maret 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.370 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati Yang Mulia para Ulama, para Kiai,
Yang saya hormati para Menteri, Pak Gubernur, Pak Bupati, serta Bapak-Ibu sekalian tamu undangan yang berbahagia.

Pada hari ini telah diserahkan 814 sertifikat tanah wakaf yang tadi secara simbolis sudah diberikan kepada 12 penerima.Kenapa sertifikat, baik itu musala, masjid, madrasah, pondok pesantren itu saya perintahkan untuk segera diberikan sertifikat? Karena setiap saya ke daerah, baik ke desa, baik ke kampung selalu keluhan yang ada  adalah sengketa tanah, sengketa lahan, baik yang ada di masyarakat maupun tanah-tanah wakaf yang ada.

Saya berikan contoh, ini di Jakarta, ada tanah yang besar yang sudah didirikan masjid yang gede juga. Sudah bertahun-tahun enggak ada masalah, tapi begitu tanahnya harganya per meter Rp120 juta menjadi masalah, karena ahli waris menuntut. Masjid pun juga tidak memiliki tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki. Itu karena harga tanahnya mahal.

Ada juga di Sumatra ini, di salah satu provinsi, enggak usah saya sebutkan, ada masjid provinsi besar sekali, besar, di tengah kota, separuhnya sudah enggak ada masalah, separuhnya terjadi sengketa. Coba, umpamanya Masjid Istiqlal ini, separuh enggak ada masalah, separuh masalah. Coba gimana?

Inilah kenapa saya perintahkan kepada Pak Menteri, “Pak Menteri ini harus diselesaikan, tanah-tanah wakaf ini harus dirampungkan.” Kalau ndak, nanti ramai coba. Sudah jadi masjid atau jadi madrasah, tapi disengketakan. Siapa yang malu? Kita semuanya. Tetapi kalau sudah pegang yang namanya sertifikat seperti sekarang ini, ini tanda bukti hak hukum atas tanah. Sudah clear,tidak ada masalah, rampung masalahnya. Inilah kenapa di semua provinsi kita percepat penyertifikatan tanah, utamanya tanah-tanah wakaf.

Yang kedua, saya mau titip, ingin titip, berpesan kepada kita semuanya. Sekarang inikan banyak yang namanya fitnah-fitnah, yang namanya hoaks di mana-mana, di mana-mana, kabar bohong dimana-mana. Apalagi menjelang yang namanya bulan politik, tinggal kurang lebih 40 hari lagi, semakin marak di mana-mana.Saya titip pesan ke utamanya para ulama, para kiai, para tokoh-tokoh yang ada di kampung, yang ada di desa, bisa meluruskan. Jangan sampai masyarakat ini resah gara-gara urusan yang namanya hoaks, yang namanya kabar fitnah, kabar bohong yang biasanya dimulai lewat media sosial.

Tapi sekarang itu bukan hanya media sosial saja, sudah dari pintu ke pintu. Kalau yang dikabarkan itu benar, enggak apa-apa, saya itu enggak ada masalah. Katakan yang benar itu benar, katakan yang salah itu salah, katakan yang hak itu hak, yang batil itu batil. Sudah.

Saya juga enggak senang, misalnya dipuji-puji, ndak. Tapi jangan sampai ada menuduh-nuduh Presiden Jokowi itu PKI. Bagaimana bisa PKI? Saya lahir tahun ’61, PKI dibubarkan tahun ’65-’66. Umur saya baru empat tahun. Enggak ada PKI balita.

Ini ada lagi, katanya nanti pemerintah nanti azan tidak boleh. Kapan? Enggak ada seperti itu. Siapa, coba saya tanya siapa yang berani melarang azan? Negara kita ini negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kok azan dilarang? Logikanya kan enggak masuk. Tapi di bawah itu terus dihembus-hembuskan dan yang percaya itu tidak kecil.Survei kita, yang percaya akan isu itu, sembilan juta orang lebih percaya coba. Ini yang benar yang memberikan kabar fitnah atau yang percaya.

Ada lagi fitnah, kabar baru sebulan – dua bulan ini dari pintu ke pintu, pemerintah nanti akan melegalkan kawin sejenis. Coba. Coba. Laki sama laki boleh. Coba. Logikanya enggak masuk.Negara kita ini adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dengan norma-norma agama yang kita anut ini sangat sesuai dengan syariat. Kita juga memiliki nilai-nilai tata krama, nilai-nilai etika, nilai-nilai budaya. Logikanya enggak masuk ini.

Apalagi? Ada isu apalagi? Kriminalisasi ulama, kriminalisasi ulama. Siapapun kalau ada masalah hukum pasti dipanggil aparat hukum. Menteri ada, menteri yang masuk sel juga ada, iya ndak? Gubernur masuk sel? Ada. Bupati masuk sel? Ada.Jangan nanti kalau masuk sel ngomong,“Pak, saya dikriminalisasi.” Ya kalau punya masalah hukum ya pasti masuk sel. Nggih mboten? Pasti akan dipanggil oleh aparat hukum, disidik, diperiksa. Siapapun.

Tapi kalau ada ulama yang tidak memiliki salah, kalau ada yang dikenakan hukum kemudian masuk ke sel, ngomong ke saya, ngomong ke saya. Saya urus kalau hal-hal seperti itu. Itu namanya kriminalisasi, orang enggak salah tahu-tahu dimasukkan sel. Itu namanya kriminalisasi. Lha kalau punya salah, ya siapapun.Menteri yang masuk sel saja ada, gubernur juga banyak, DPR, DPRD juga banyak. Iya ndak? Jangan ada yang nanti ngomong kriminalisasi, kriminalisasi ulama.

Ya kalau ada, siapapun kalau punya masalah hukum ya pasti diperiksa, disidik oleh aparat hukum. Kemudian kalau masuk pengadilan di-gedog salah, harus masuk sel berapa tahun, ya masuk. Ya saya enggak bisa bantu apa-apa kalau seperti itu. Yang bisa saya bantu, kalau ada kriminalisasi, enggak salah, tahu-tahu masuk sel. Saya urus kalau itu.

Terakhir, saya ingin kita semuanya menjaga persatuan, merawat persaudaraan kita, menjaga ukhuwah kita, menjaga ukhuwah islamiah kita, menjaga ukhuwah wathaniyah kita bersama-sama, karena kita adalah saudara sebangsa dan setanah air.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru